Fajar mulai menyingsing, demi mendekap kembali hari - hari hangatnya, Nagato memulai perjalanan yang akan membuatnya menemukan beberapa hal yang tak terduga dalam hidupnya.
Kuina menejelaskan kepadan yang lainnya bahwa mereka akan pergi menuju Kota Fusha yang berada dipinggiran provinsi utara dan berada paling dekat dengan provinsi barat sehingga harus lebih hati - hati dalam menyembunyikan identitas mereka karena kota perbatasan terkadang terdapat banyak pendekar yang menetap hanya untuk makan atau bermalam.
"Ayo kita berangkat sekarang." Serlin mencoba membunyikan lehernya dan meregangkan tubuhnya.
"Kita pergi kemana, Serlin?" Nagato menatap Serlin yang sedang meregangkan tubuhnya.
"Panggil aku Kakak Serlin!" Serlin mencubit pipi Nagato.
Nagato tersenyum tipis kemudian memalingkan wajahnya tidak peduli terhadap Serlin.
"Hmmm .... Nagato!" Serlin terlihat kesal karena Nagato menghiraukan dirinya yang telah menggodanya.
Azai dan Kuina berlari diikuti Serlin dan Nagato dari belakang dalam perjalanan mereka bertiga berusaha menyamakan ritme kecepatn lari Nagato walaupun Nagato juga berusaha mengimbangi kecepatan lari mereka bertiga.
"Nagato, jika kau lelah biarkan aku yang menggendongmu!" Azai melirik Nagato dibelakangnya sambil tersenyum tipis menatap wajah Nagato yang terlihat tenang.
"Aku bukan anak kecil!" Nagato sedikit kesal karena Azai mengeledeknya kemudian dia mempercepat langkah kakinya dan berlari disamping Azai.
Mereka berempat berjalan melewati padang rumput yang luas dengan angin yang berhembus menerpa tubuh mereka membuat perjalanan yang jauh ini menjadi tidak melelahkan.
Kuina menyipitkan matanya ketika melihat bayangan kereta karavan dan beberapa orang yang memegang senjata setelah semakin mendekat dirinya yakin jika yang berada didepannya adalah rombongan bandit yang sedang mencoba merampok harta pedagang pemilik kereta karavan.
Salah satu bandit mengayunkan pedangnya kearah tubuh pedagang yang menolak memberika hartanya kepada bandit tersebut ketika dirinya diambang kematian pedagang itu tidak menyangka ada seorang gadis yang membunuh bandit yang hendak menyerangnya.
"Paman, sebaiknya kau bersembunyi dulu biar aku yang urus mereka!" Kuina menatap puluhan bandit dihadapannya sedangkan pedagang yang diselamtkan olehnya hanya mengangguk pelan dan bersembunyi dibelakang kereta karavan bersama yang lainnya.
Diseberang Kuina terlihat beberapa pedagang yang sedang disandera, gadis itu melihat Azai berlari kearah pedagang yang disandera oleh rombongan bandit.
Azai mempercepat langkah kakinya ketika puluhan bandit menyadari keberadaannya Azai mengayunkan pedangnya untuk membunuh mereka dalam dua sampai tiga tebasan.
Beberapa bandit yang lain terkejut karena ada seorang pemuda yang menghabisi teman - teman mereka dalam sekejap. Azai menatap puluhan bandit yang berniat kembali menjadi pedagang menjadi sandera dengan cepat dia menggunakan permainan pedangnya yang terlihat brutal.
"Sirih." Azai mengolah pernapasan sambil memperkirakan jarak antara dirinya dengan bandit yang sedang berlari kearah pedagang.
"Harimau Menanti : Pemangsa Kehidupan!"
Azai dengan gesit maju menyerang puluhan bandit dan menebas tubuh bandit dengan cepat, dengan permainan pedangnya yang susah dilihat karena terkesan brutal dan membunuh puluhan bandit dalam satu tebasan pedangnya.
"Sialan! Orang ini membunuh teman kita dalam sekejap!" salah satu bandit terkejut melihat permainan pedang Azai sekaligus takut karena dirinya sadar bahwa mereka bukanlah lawan yang sepadan untuknya.
Beberapa bandit berpikir bahwa gadis yang sedang sendiri berdiri memegang pedang melihat pertarungan Azai adalah gadis yang lemah tetapi perkiraan mereka salah karena Kuina cukup pandai dalam permainan pedang bahkan sudah menemukan gaya berpedangnya sendiri.
"Jadikan gadis itu sebagai sandera!" teriak salah satu bandit menodongkan pedangnya kearah Kuina. Mendengar teriakannya puluhan bandit yang lain berlari kearah Kuina melihat hal tersebut Azai hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Heeh ... jadi karena aku seorang perempuan aku terlihat lemah!" Kuina tersenyum tipis sambil mengolah pernafasannya dan menatap tajam puluham bandit yang datang kearahnya.
"Sirih." Kuina mengolah pernapasan kemudian maju menyerang puluhan bandit yang berlari kearahnya dalam sekali tebasan beberapa bandit mati dalam sekejap.
Sirih adalah pernapasan kembangan dari Klan Kagutsuchi. Kuina belajar pernapasan tersebut dari Pandu dan gadis itu cukup pintar dalam mengolah pernapasan dan mengombinasikannya dengan permainan pedangnya sehingga gerakan kakinya ketika melangkah terlihat indah.
"Tarian Sang Mawar Merah."
Tiba - tiba ketika Kuina melangkahkan kakinya dengan gerakan yang indah, dalam sekejap aroma bunga mawar tercium dari tubuh Kuina sehingga membuat puluhan bandit yang menatap Kuina menelan ludah melihat gadis manis yang sedang melangkahkan kakinya kearah mereka tetapi Kuina menghilang dari pandangan mereka dan kini telah berada ditengah - tengah para bandit kemudian gadis itu memutarkan tubuhnya.
Putarannya yang begitu indah dengan gerkanan yang lentur dipenuhi seni membuta puluhan bandit kagum dan terdiam selama beberapa detik, setelah melihat daun bunga mawar berterbangan kearah mereka, puluhan bandit tersadar belum sempat bereaksi tubuh mereka sudah tertebas ketika Kuina menyarungkan pedangnya kembali.
"Argh!" teriakan puluhan bandit sebelum mereka mati terdengar keras hingga pedagang yang mendengar hanya menutup telinganya.
Azai tersenyum melihat permainan pedang Kuina dan tak lama orang berbadan yang sedari tadi diam ditemani puluhan bawahannya datang menghampiri mereka.
"Jadi itu pemimpinnya!" Azai tersenyum tipis menatap pemimpin bandit kemudian dia juga menghampiri mereka.
Dengan membawa pedang besar dipundaknya, pemimpin bandit mengayunkan pedangnya menebas Azai tetapi semua tebasannya dapat ditangkis oleh Azai.
"Sirih." Azai mengolah pernapasan sambil menahan pedang besar pemimpin bandit dengan pedangnya.
Azai bergerak dengan cepat kebelakang tubuh pemimpin bandit hingga dengan mudah dia mengayunkan pedangnya kebelakang mengincar badan pemimpin bandit. Belum sempat bereaksi pemimpin bandit hanya terkejut kemudian mencoba menghindari tebasan pedang Azai.
"Keparat!" Pemimpin bandit menyentuh punggungnya yang berdarah karena terkena tebasan pedang Azai dengan wajah yang dipenuh amarah dia maju menyerang Azai secara membabi buta.
Azai hanya tersenyum melihat pemimpin bandit yang lepas kendali sehingga dengan mudah dia menangkis seluruh tebasan pedang pemimpin bandit. Tidak membiarkan musuhnya mengatur nafas, Azai tersenyum tipis kemudian menebas tubuh pemimpin bandit secara vertikal.
Kuina menghabisi puluhan bandit yang mencoba melarikan diri ketika pemimpin mereka telah mati ditangan Azai. Dalam sekejap Kuina dapat mengejar mereka dan membunuh mereka dalam sekejap dengan dua jurus pedangnya.
Para pedagang menghampiri Azai dan Kuina mengucapkan terimakasih sedangkan Serlin menjaga Nagato yang melihat pertarungan tersebut dari kereta karavan.
Salah satu pedagang yang diselamatkan Kuina mengucapkan terimakasih kemudian dia memperkenalkan diri kepada mereka. Nama pedagang karavan tersebut adalah Zeno kemudian dia menjelaskan kepada Kuina bahwa mereka dalam perjalanan menuju Kota Fusha tetapi rombongan karavan mereka dicegat oleh kelompol bandit.
Zeno menawarkan kepada Kuina dan yang lainnya untuk ikut bersama rombongan karavan menuju Kota Fusha. Karena Zeno juga takut jika ada kelompoo bandit yang menyerang mereka kembali.
Karena tujuan karavan sama dengannya, Kuina menerima tawaran Zeno dan mengajak Nagato dan yang lain untuk masuk kedalam kereta karavan.
Sebelum melanjutkan perjalanan para pedagang membantu Azai, Kuina, dan Serlin menguburkan mayat bandit yang telah mati.
Dalam perjalanan Serlin dan Zeno bercerita kemudian Serlin juga memberi identitasnya kepada Zeno bahwa dia adalah anak dari penyihir yang namanya cukup terkenal yaitu Merlin. Sedangkan Zeno yang mendengar perkataan Serlin terkejut karena dia dan istrinya juga berasal dari Azbec.
Raut wajah Zeno terlihat sedih ketika mengingat istrinya yang telah mati lima tahun lalu karena penyerangan yang dilakukan Kazan dan Black Madia ketika mereka bekerja sama menaklukan Azbec.
Pemandangan menuju Kota Fusha sangat memanjakan mata karena dapat melihat hamparan padang rumput yang luas ketika kereta karavan berjalan melewati bukit, mereka dapat melihat pemandangan tersebut dan angin yang berhembus juga membuat mereka merasa nyaman.
Di sepanjang perjalanan menuju Kota Fusha suasana di dalam kereta karavan sangat nyaman karena hembusan angin tetapi semua itu sirna dalam sekejap ketika Zeno dan Kusir kuda bercerita tentang kematian Pandu yang membuat seluruh klan di Kekaisaran Kai datang ke ibu kota untuk melakukan pertemuan bersama keluarga kekaisaran.
Telinga Nagato panas ketika mendengar perkataan Zeno bahwa ayahnya adalah seorang pengkhianat dan sudah tidak diakui sebagai anak dari kaisar karena telah melakukan pembantaian terhadap klannya sendiri yaitu Klan Kagutsuchi. Bahkan dirinya tidak mengetahui jika ayahnya adalah anak kaisar.
Emosi Nagato meledak ketika melihat reaksi Azai, Kuina dan Serlin yang terlihat mengetahui semua itu sedangkan dirinya tidak mengetahui apapun tentang ayah kandungnya sendiri. Ketika dirinya mengingat perkataan Tatsugoro kepada ibunya seluruh kekesalannya meluap.
"Kuina Serlin, apa kalian berdua ahu tentang hal ini!" Nagato menatap dingin kedua gadis yang duduk disampingnya.
"Katakan padaku, semua yang kalian ketahui tentang hubungan kaisar kai dengan ayahku!" Nagato berdiri dan menatap dingin Kuina dan Serlin. Kedua gadis itu tidak bisa berbicara karena Nagato terlihat dipenuhi kebencian anak muda berumur lima tahun itu sudah berbeda dalam tatapan matanya hanya memancarkan sebuah kehampaan dan amarah kebencian yang luar biasa.
"Ayahku adalah orang yang sangat baik bahkan ketika dia dianggap sebagai pengkhianat ayahku masih melindungi tempat kelahirannya dari orang itu!" Suara Nagato terdengar dingin bagi Kuina dan Serlin suara itu membuat telinga mereka terasa seperti terbakar api, sedangkan Zeno melihat Nagato dan penasaran dengan identitas anak muda tersebut.
"Nagato, aku tidak bermaksud menyembunyikan semua ini darimu." belum selesai Kuina berbicara, Nagato menyuruhnya untuk bercerita tentang kubu klan yang menganggap ayahnya sebagai pengkhianat.
Serlin hendak menenangkan Nagato tetapi wajahnya berkeringat dingin ketika melihat tatapan mata Nagato yang menatapnya. Gadis itu tidak menyangka bahwa rasa sakit dan dendam dapat mengubah kepribadian seorang manusia dalam sekejap.
"Nagato, tolong duduk kemb-" Azai berdiri dan melangkahkan kakinya mendekati Nagato, namun seluruh tubuhnya berhenti bergerak ketika melihat Nagato menatap dirinya dan tersenyum sinis. Azai menelan ludah karena Nagato yang dihadapannya terlihat seperti orang lain.
"Azai, aku tidak menyuruhmu berbicara!" Tatapan mata Nagato membuat Azai berdiri selama beberapa menit karena ketika dia ingin kembali duduk seluruh tubuhnya terasa begitu berat, keringat mengucur di wajah Azai karena tidak menyangka bahwa dirinya sangat sulit untuk bergerak.
"Ceritakan semuanya padaku, Kuina!" Nagato kembali menatap Kuina dengan tatapan dingin membuat bibir gadis itu bergetar ketika ingin mengucapkan sesuatu. Dengan terbata - bata Kuina menjelaskan cerita masa lalu Pandu yang dirinya ketahui kemudian memberitahu pada Nagato tentang kubu klan barat yang menganggap ayahnya sebagai pengkhianat.
Nagato tertawa kecil kemudian tersenyum sinis setelah mendengar cerita Kuina, aura gelap menyelimuti tubuhnya memadat disekitarnya sebelum menghilang.
"Persetan dengan kaisar aku akan membunuh semua orang yang berani menghina nama baik ayahku ... aku akan memastikan mereka mati ditanganku ini siapapun itu orangnya!" Nagato meremas tangannya kemudian dia kembali duduk, semua orang yang berada di karavan terdiam bahkan kesulitan untuk bernafas karena mendengar suara Nagato yang terdengar seolah - olah siap menerkam siapapun yang mencoba bicara padanya saat itu.
Kuina dan Serlin mencoba mengatur nafasnya yang tersengal - sengal karena aura hitam pekat Nagato yang memadat disekitar tubuhnya.
"Jadi ini Kutukan Kuno yang diincar Black Madia dan Kazan!" gumam Serlin pelan, dia tidak percaya melihat Nagato yang dulunya terlihat manis dan menggemaskan namun kini anak itu telah berubah dalam sekejap.
Kuina menghela nafas panjang sebelum menyapa Nagato.
"Nagato?" Kuina memberanikan diri memegang tangan Nagato dan menyapanya.
Nagato terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab sapaan dari Kuina.
"Ada apa, Kuina?"
"Apa kamu baik - baik saja? Sebentar lagi kita akan sampai di Kota Fusha, bukankah ini pertama kali bagimu melihat dunia luar!" Kuina tersenyum, dirinya sadar tentang kondisi Nagato karena gurunya sudah menceritakan padanya bahwa Nagato mempunyai kepribadian ganda jika mentalnya sedang goyah dan Kuina yang paling menyadari hal tersebut.
Raut wajah Nagato kembali berubah seperti biasanya, perlahan aura hitam yang mengelilinginya menghilang secara perlahan, Kuina mengingat perkataan Pandu. Bahwa Nagato memiliki kutukan kuno yang mengerikan jika dia syok atau memiliki kebencian terhadap seseorang yang berlebihan maka dengan mudah kutukan itu akan mempengaruhi Nagato.
Nagato hanya diam dan tersenyum pada Kuina kemudian dia menatap keluar melihat pemandangan yang baru baginya.
Serlin dan Azai kaget melihat Kuina yang bersikap biasa saja, bahkan tindakan gadis itu membuat Zeno terkejut mengingat apa yang barusan terjadi.
"Berhenti!"
Kereta karavan mereka berhenti, ketika penjaga Kota Fusha menyuruh berhenti karena penjaga gerbang kota meminta Zeno untuk mengeluarkan surat izin dan membayar pajak senilai sepuluh koin perunggu syarat untuk pedagang memasuki Kota Fusha. Nagato memegang tangan gadis disampingnya.
"Nagato, ini pengalaman pertamamu, bukan?" Kuina tersenyum sambil mengusap rambut Nagato.
Nagato hanya mengangguk pelan kemudian matanya menatap pemandangan kota dari dalam kereta karavan, Zeno ingin bertanya tentang identitas Nagato namun dia tidak memberanikan diri untuk bertanya.
"Kami akan berhenti dipasar Kota Fusha." Zeno berbicara kepada Azai karena mereka telah sampai di tujuan mereka untuk berdagang, kemudian Azai menyuruh kereta karavan untuk berhenti karena mereka ingin mencari tempat penginapan.
"Terima kasih paman." Azai mengucapkan rasa terimakasih pada Zeno karena telah memberikan mereka tumpangan ke Kota Fusha. Kuina dan Serlin tersenyum lembut pada Zeno sebelum menghampiri Nagato.
"Tuan muda?" Zeno memanggil Nagato yang sedang melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Ya." Nagato membalikkan badannya menatap Zeno yang memanggil dirinya.
Zeno mengurungkan niatnya karena Nagato terlihat sangat sensitif jika mendengar cerita yang berhubungan dengan Pandu dan Sarah.
"Maaf ... tidak jadi Tuan Muda." Zeno tersenyum kemudian kembali naik kedalam kereta karavan.
"Hmm ... paman itu kenapa?" Nagato menggumam pelan sambil melihat Zeno kemudian kembali berjalan bersama Kuina dan yang lainnya.
Disore hari jalanan Kota Fusha terlihat begitu ramai, para pedagang terlihat keluar masuk kota secara bergantian, sementara Nagato yang belum terbiasa melihat banyak orang disekelilingnya membuat dirinya menggenggam tangan Kuina dengan erat.
"Sebaiknya kita cari penginapan yang jauh dari kota." Kuina berbicara pada Azai dan Serlin yang berjalan dihadapannya.
Serlin hanya mengangguk pelan kemudian dia berjalan disamping Kuina sedangkan Azai mencoba pertanya pada penduduk kota mengenai penginapan yang jauh dari keramaian kota. Setelah beberapa menit Azai kembali dan menjelaska kepada mereka bahwa ada satu penginapan yang berada dipinggiran kota walaupun sepi pengunjung tetapi penginapan tersebut menjadi langganan tempat menginap para pendekar karena menyuguhkan fasilitas yang memadai dan pemandangan kincir angin didesa sekitar Kota Fusha yang dapat dilihat dari penginapan. Hanya saja harga semalam untuk menginap dibilang cukup mahal karena Azai dan Kuina tidak memiliki uang.
"Satu kamar 1 keping emas koin suci!" Kuina mnegerutkan dahinya ketika mendengar penjelasan Azai.
Serlin tersenyum setelah terdiam cukup lama dia menyarankan mereka untuk pergi ke penginapan itu karena dia membawa uang yang cukup.
Kuina menjulurkan tangannya meminta yang pada Serlin, sementara gadis itu hanya menggelengkan kepalanya kemudian dia tersenyum kecil.
"Satu keping emas apakah terlalu mahal Kak Serlin." Nagato melihat Serlin yang berjalan disampingnya.
Serlin terkejut mendengar Nagato memanggilnya dengan sebutan kakak sehingga dirinya sedikit malu kemudian menjelaskan kepada Nagato tentang mata uang yang digunakan di Kekaisaran Kai dan beberapa negara di Benua Ezzo.
Rata - rata mata uang yang digunakan di Benua Ezzo adalah Koin Emas Suci, Perak dan Perunggu. Nagato memahami penjelasan Serlin, sementara disisi lain Azai masih canggung untuk berbicara kepada Nagato.
Tidak lama mereka melihat penginapan bertingkat dengan kincir angin dibangunannya.
"Lihat Nagato kita sudah sampai di penginapan biar Kakak Serlin yang membayarnya!" Kuina melirik ke arah Serlin dan mengeledeknya.
Serlin mengeluarkan 2 koin keping emas kemudian berjalan menuju penginapan sementara Azai memprotes karena gadis itu karena hanya memesan dua kamar.
"Dua kamar? Kita berempat, jadi pesanlah empat kamar, dasar penyihir aneh!" Azai menghampiri Serlin dan memaksanya untuk mengeluarkan uang yang ada disakunya.
"Aku hanya punya dua keping emas aku tidur bersama Nagato sedangkan kalian tidur berdua." Serlin tersenyum melirik ke arah Kuina dan Azai karena dengan sengaja mengeledek mereka berdua.
Kuina tersenyum kemudian memeluk tubuh Nagato dan menatap Serlin, gadis itu tidak mau mengalah dengan pernyataan Serlin. Nagato memiliki wajah yang hampir sama dengan Pandu hanya saja raut wajah Nagato yang sekarang lebih tampan karena terlihat tatapan dingin dimatanya dan raut wajah yang terlihat serius. Jika Nagato seumuran dengan mereka pasti mereka selalu menggoda Nagato setiap waktu, bahkan di umur yang terpaut jauh antara Nagato dan dua gadis yang sedang memperebutkannya itu mereka berdua sudah tertarrik pada Nagato yang berumur lima tahun sementara Kuina dan Serlin berumur enam belas tahun dan umur mereka terpaut sebelas tahun.
Azai merasa terkalahkan dengan anak dari gurunya yang lebih muda sebelas tahun darinya soal perempuan, karena dua gadis itu memperebutkan Nagato. Kemudian Azai mengajak Nagato agar tidur berdua dengannya mendengar Azai yang mengajak Nagato, dua gadis yang sedang memperebutkan Nagato menatap Azai.
"Azai, jangan - jangan kamu ..." Serlin tersenyum tipis menatap Azai curiga.
"Bodoh, pikiranmu mengarah kemana Penyihir aneh!" Azai merasa kesal karena Serlin mengira dirinya juga tertarik dengan Nagato.
Kuina hanya tersenyum dan berniat mengeledek Azai tetapi pemuda itu menghiraukannya dan berjalan masuk kedalam penginapan.
"Permisi ..." Azai masuk dan melihat di penginapan itu hanya ada beberapa orang, namun matanya tertuju pada ketiga orang yang memakai jubah hitam bercorak merah.
Penginapan Kincir Angin terlihat begitu nyaman suasananya, penginapan itu berbentuk bangunan dua lantai yang menyediakan dua puluh dua kamar untuk disewakan. Kemudian Azai menghampiri Serlin untuk membayar dan memesan kamar.
Serlin memberikan dua keping emas disakunya kepada Azai kemudian matanya menatap beberapa orang yang memiliki aura berbeda dari yang lain.
"Serlin, kau menyadarinya bukan, kalian bertiga makanlah di kamar, biar aku yang makan di ruang tengah yang telah disediakan penginapan aku ingin mendengar pembicaraan mereka" Azai berbisik pelan di telinga Serlin karena dirinya merasa kenal dengan jubah yang digunakan tiga orang yang sedang berbincang di ruang tengah.
Serlin hanya tersenyum, kemudian dia memesan dua kamar di lantai dua dan memesan beberapa makanan untuk di makan di ruangan kamar mereka. Kemudian Serlin tersenyum ke arah Nagato dan membawanya kedalam sebuah kamar penginapan yang telah dipesan.
Serlin menatap Azai kemudian mengeluarkan beberapa koin emas sebelum memberikan kepadanya.
"Azai, belikan pakaian untuk Nagato dan pakaian kita juga sudah terlihat lusuh? Jadi belilah untuk kita berempat pakaian yang baru!" Serlin tersenyum memberikan 2 keping emas pada Azai.
Azai terlihat kesal karena merasa dipermainkan Serlin.
"Bukankah kau bilang kau hanya mempunyai 2 keping emas? Penyihir aneh!" Azai mengambil 2 keping emas yang diberikan Serlin sambil mengumpat dalam hati ketika gadis penyihir itu pura - pura tidak mendengar perkataannya.
Kuina yang mendengar pembicaraan tersebut meminta uang kepada Serlin karena dirinya juga ingin memilih pakaian yang cocok untuk Nagato. Serlin memberikan 2 keping emas kepada Kuina kemudian gadis itu mengambil 1 keping emas ditangan Azai sebelum berlari meninggalkan kamar penginapan.
Azai berniat mengejar Kuina tetapi dirinya juga malu ketika melihat gadis pelayan melihatnya berlarian didalam penginapan. Setelah melihat Azai dan Kuina telah pergi, Serlin beranjak mandi di kamar mandi yang berada didalam kamar. Sedangkan Nagato memilih mandi ditempat pemandian khusus pria yang disediakan penginapan kincir angin.
Didalam kolam air panas terlihat seorang pria sedang berendam, kemudian Nagato mencoba melangkahkan kakinya menyentuh air dikolam itu.
Seluruh bebannya terasa terangkat dari tubuhnya ketika Nagato berendam dirinya menikmati suasana itu selama beberapa saat sebelum meninggalkan kakek yang sedang meminum arak sambil berendam dikolam yang sama dengannya.
Setelah selesai mandi Nagato kembali kekamar dan disana terlihat Serlin melilitkan handuknya yang terlihat ketat dan menggoda tetapi bagi Nagato pemandangan seperti itu bukanlah sesuatu yang membuat bergairah justru Nagato menghiraukan Serlin dan merebahkan tubuhnya dikasur.
"Na .. ga .. to! Apa kau tidak tertarik dengan tubuhku ini?" Serlin mengembungkan pipinya karena Nagato hanya diam menatap tubuhnya tetapi tidak bereaksi sedikitpun.
"Hmm ... " Nagato menggumam pelan menatap tubuh Serlin yang ditutupi handuk sehingga terlihat lekuk tubuhnya yang menggoda.
Serlin salah tingkah ketika tatapam dingin Nagato menatap tubuhnya.
"A ... Apa? Apakah tubuhku?" Serlin gugup melihat tatapan mata Nagato yang menatap tubuhnya.
"Jika lelaki lain yang berada diposisiku mungkin dia tertarik dengan tubuh Kak Serlin ... jadi jangan perlihatkan bagian tubuh kesembarang orang dan tutup pintu ketika Kak Serlin hanya sedang memakai handuk!" Nagato memalingkan wajahnya memberi saran kepada Serlin.
"Kenapa, aku merasa seperti ditolak?" Serlin yang kesal kemudian duduk disamping ranjang Nagato dan merebahkan tubuhnya. Tiba - tiba suara pintu kamar terbuka dan Kuina melihat Serlin yang dengan santainya memakai handuk berbaring disamping Nagato yang juga hanya memakai handuk.
"Azai, kamarmu disebelah!" Kuina merapatkan pintunya ketika Azai hendak memasuki kamar tersebut. Kemudian Kuina memberikan dua pakaian pada Nagato, pakaian yang pertama berwarna hitam legam dan pakaian kedua berwarna putih.
Nagato mengambil kedua pakaian tersebut kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk memakai pakaian. Kuina juga bersiap untuk mandi sebelum makan malam.
Tidak lama Azai datang mengetuk kamar mereka dan hendak makan diruang tengah, Serlin yang sudah memakai baju barunya hanya mengangguk pelan mendengar perkataan Azai.
Nagato makan dikamar bersama Kuina dan Serlin, salah satu pelayan mengantarkan beberapa makanan dan minuman kekamar yang mereka pesan.
"Nagato, makan yang banyak biar tubuhmu sehat karena kamu masih dalam masa pertumbuhan." Kuina tersenyum lembut pada Nagato sambil mengambilkan sup untuk Nagato makan.
Serlin melirik Nagato kemudian mengambil sup dan nasi dengan sendoknya kemudian mengarahkannya pada mulut Nagato.
"Nagato ..., aaaaaa." suara Serlin yang sengaja dibuat manja membuat Nagato membuka mulutnya.
Nagato menyambut suapan sendok Serlin, kemudian dia mengunyahnya pelan menikmati setiap sensasi makanan yang sedang dia kunyah dimulutnya.
Nafas Serlin terengah - rengah melihat Nagato yang terlihat tidak peduli padanya tetapi tetap menyambut suapan sendoknya.
"Kuina .. andai .. Nagato seumuran dengan kita aku ... aku." Serlin menatap wajah dingin Nagato. Sedangkan Kuina hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya itu.
"Dasar penyihir aneh, mulai kumat lagi tingkah lakunya." Kuina menikmati sup yang sedang dia makan.
Disisi lain Azai yang sedang berada diruang tengah berusaha untuk mencari tahu informasi tentang kejadian yang baru saja terjadi di Kekaisaran Kai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Shen shandian luo
kok gak enak banget baca nama pernafasannya
..
2022-04-20
0
Muhammad Taufik
kurang srek sama dialog percakapan antara tokoh nya
2021-02-12
0
Temu Rose
komen 5
2020-06-18
0