Penduduk Desa Timun menghampiri Kakek Hyogoro yang sedang berdiri dan terlihat seperti sedang berpikir.
Seorang wanita paruh baya menghampiri Kakek Hyogoro kemudian menyapanya.
"Tuan terima kasih, telah menyelamatkan desa kami." sapa wanita paruh baya tersebut.
"Kebetulan kami juga sedang melewati desa ini." Kakek Hyogoro tersenyum lembut pada wanita paruh baya yang menyapanya.
Nagato yang sedang melihat Azai dan penduduk desa menguburka penduduk desa diluar dirinya dikejutkan dengan suara telepati yang memanggilnya.
"Grrrrrhh, Bocah kenapa kau tidak menggunakan kekuatan di pedangmu, orang tuamu berhasil membuatku mendiami pedang ini!" suara misterius terngiang dikepala Nagato.
"Bocah? Apa mereka yang berbicara padaku!" Nagata mengira mayat perampok yang telah mati sedang berbicara padanya.
Nagato terdiam selama beberapa menit karena tidak mendengar suara itu kembali.
"Aku tidak menyangka kau akan sebodoh ini, bocah? Kau pikir orang mati bisa berbicara!" suara itu kembali terdengar dan membuat kepala Nagato terasa nyeri.
Serlin yang sedang membantu menguburkan mayat perampok melirik Nagato yang bertingkah aneh kemudian menghampirinya.
"Kenapa kamu melamun Nagato?" sapa Serlin yang melihat Nagato sedang terdiam menatap mayat dengan tatapan kosong.
"Kak Serlin, apa kakak tadi mendengar suara seorang pria yang suaranya terdengar serak!" Nagato penasaran apakah Serlin juga mendengarnya atau tidak karena suara tersebut terasa nyeri dikepalanya tetapi ketika telinganya mendengar suara tersebut seperti ada sesuatu yang berbisik pelan dihatinya dan itu membuatnya sangat tenang.
"Suara? Aku tidak mendengar suara seperti itu, ada apa Nagato, sepertinya kau terlihat lelah?" Serlin mengusap kepala Nagato dengan lembut.
Sementara Azai, Kuina dan penduduk desa sedang menguburkan para perampok yang menyerang desanya. Tak lama seorang pria paruh baya menghampiri Kakek Hyogoro dan menawarkan kepadanya untuk menginap di Desa Timun.
"Tuan, jika berkenan kalian bisa menginap di desa ini, kami ingin membalas perbuatan kalian yang telah menyelamatkan desa kami." sapa seorang pria paruh baya yang sedang berdiri didepan Kakek Hyogoro.
Kakek Hyogoro melihat langit malam terbenam di ufuk barat, kumpulan awan berganti menjadi langit malam, angin berhembus menerpa kulitnya.
"Terima Kasih, kami terima tawaran anda lagi pula langit sudah gelap." Kakek Hyogoro tersenyum lembut pada pria paruh baya tersebut kemudian dia mengajak Nagato dan yang lainnya.
Nagato dan Serlin pergi bersama seorang perempuan menuju rumah untuk bermalam, sedangkan Azai dan Kuina masih mengubur perampok bersama penduduk desa yang lain.
"Tuan Muda, anda sepertinya seorang pendekar?" Perempuan itu terus melirik Nagato karena wajahnya yang tampan dan tatapan matanya yang dingin, gadis itu yakin jika Nagato sudah dewasa maka ketampanannya akan semakin terlihat.
"Bukan, aku hanya anak dari seorang pendekar jadi aku bisa mengetahui beberapa gerakan?" Nagato sedikit tersenyum namun seperti memaksakan senyuman tersebut.
Perempuan itu hanya tersenyum, kemudian mempersilahkan mereka untuk beristirahat di ruangan rumah yang telah disediakan oleh penduduk desa.
Nagato dan Serlin memasuki ruangan rumah tersebut setelah beberapa saat Kakek Hyogoro, Azai dan Kuina memasuki ruangan itu bersama penduduk desa yang membawa makanan, sedangkan Serlin sedang mandi bersama perempuan yang mengantar Nagato dan mereka berdua sedang membahas ketampanan Nagato yang masih muda.
"Silahkan dinikmati." Seorang yang terlihat seperti Kepala Desa menawarkan makanan kepada Kakek Hyogoro dan yang lainnya.
Kemudian beberapa orang dari mereka memakan makanan yang ditawarkan, Nagato hanya mencicipi sedikit makanan karena dirinya sedang tidak nafsu makan memikirkan suara memanggilnya.
Tidak berapa lama Serlin membawa makanan yang diberikan oleh pelayan Penginapan Kincir Angin, Serlin duduk disamping Nagato dan menyuruhnya untuk memakan bekal buatan pelayan penginapan. Nagato memakan bekal yang diberikan untuknya, setelah beberapa saat dirinya merasa kenyang dan beranjak untuk mandi.
Hari sudah mulai gelap beberapa dari mereka sudah tertidur, Nagato melihat Kakek Hyogoro dan penduduk desa tertidur di lantai kemudian dia beranjak untuk memasuki kamar yang disediakan namun disana sudah ada Kuina, Serlin dan seorang perempuan muda berparas manis.
Nagato tidur terlentang disamping Kakek Hyogoro yang sedang tertidur dilantai bersama penduduk desa.
Langit malam diatas Desa Timun perlahan mulai berganti menjadi kumpulan awan yang mulai terlihat karena sang fajar datang menghampiri menyinari bumi, perlahan embun pagi yang sedang mendekap dedaunan menguap pelan - pelan dan terjatuh ketanah karena tiupan sang angin.
Pagi ini Kakek Hyogoro bersama Nagato dan yang lain berpamitan dengan penduduk desa.
"Terima Kasih atas jamuannya tadi malam, pagi ini kami akan melanjutkan perjalanan." Kakek Hyogoro berjabat tangan dengan seorang pria paruh baya yang terlihat seperti Kepala Desa Timun.
"Kami yang seharusnya berterima kasih, sebenarnya jika Tuan dan Nona berkenan kami mempersilahkan kalian untuk menginap di desa ini beberapa hari lagi." seorang pria paruh baya tersebut terlihat khawatir, takut kedatangan susulan dari perampok yang lain untuk merampok desa mereka.
Kakek Hyogoro memberikan kantong kecil yang berisi ratusan kepingan emas kepada Kepala Desa.
"Gunakan ini untuk menyewa pendekar dari klan terdekat!" Kakek Hyogoro memberikan kantong itu pada Kepala Desa.
Kepala Desa berniat menolaknya karena merasa tidak enak tetapi Kakek Hyogoro menaruh kantong itu kesaku Kepala Desa agar menerima pemberiannya.
"Terimakasih, Tuan pendekar!" Kepala Desa berterimakasih kepada kebaikan hati Kakek Hyogoro.
Nagato mengepalkan tangannya dengan erat, entah mengapa dirinya terlihat begitu kesal melihat keadaan di Kekaisaran Kai, dirinya tidak mengira masih ada beberapa desa yang diserang seperti ini. Sebelum pergi mereka mengucapkan terima kasih kepada penduduk desa ketika Nagato hendak berlari seorang perempuan yang terlihat berumur lima belas tahun berlari ingin memberikan bekal makanan untuk Nagato.
Nagato melirik perempuan berparas manis tersebut kemudian menerima bekal buatannya.
"Terimakasih." suara Nagato membuat perempuan tersebut merasa senang kemudian Nagato menatap perempuan tersebut dan ternyata dia adalah gadis yang tadi malam tidur bersama Kuina dan Serlin.
"Namaku Kyla." gadis itu mengulurkan tangannya pada Nagato.
Nagato menjabat tangan gadis itu kemudian menatap wajah Kyla.
"Namaku Nagato ..." Nagato tersenyum tipis pada Kyla sebelum membalikkan badan melepas genggaman tangan Kyla.
"Hati - Hati ya Nagato ..." Kyla melambaikan tangannya pada Nagato sementara itu Kuina tersenyum melihat Nagato yang dengan mudah membuat seorang perempuan penasaran padanya walau usia mereka terpaut jauh.
Nagato menyusul Kakek Hyogoro yang sudah berjalan bersama Azai kemudian Serlin mengulurkan tangannya pada Nagato menawarkan diri untuk membawa bekal makanan yang diberikan Kyla, gadis penyihir itu cemberut melihat Nagato.
Nagato memberikan bekal makanan tersebut kepada Serlin, Kuina tertawa melihat tingkah Serlin yang menurutnya sangat konyol.
"Kakek, apa kita masih jauh?" Azai berjalan disamping Kakek Hyogoro sambil menanyakan perjalanan yang akan mereka tempuh.
"Tempat persembunyianku dekat dengan wilayah Klan Fuyumi, Klan Misuzawa, dan Klan Kitakaze kemungkinan jika tidak ada gangguan seperti kemarin kita bisa menempuh tempat itu dalam lima hari. Kakek Hyogoro menjawab pertanyaan Azai sambil mempercepat langkah kakinya.
Mereka berempat kemudian menyusul Kakek Hyogoro yang melangkah dengan cepat, seperti biasa langkah yang begitu cepat namun tanpa suara hanya sebuah sentuhan yang terdengar begitu lembat dan tenang membuat mereka berempat berdecak kagum melihat Kakek Hyogoro.
Nagato tersenyum melihat Kakek Hyogoro yang melangkah dengan cepat, dirinya mencoba mengolah nafas sambil berlari.
"Pernafasan Halus." batin Nagato, ketika dirinya melakukan konsentrasi penuh, petir - petir kecil mengelilingi tubuhnya kemudian langkah kakinya lebih cepat daripada yang biasanya. Nagato terkejut melihat petir yang mengelilingi tubuhnya.
"Nagato?" Kuina terkejut melihat Nagato yang melangkah cepat didepannya.
"Petir? Guru Pandu mempunyai julukan Jelmaan Dewa Api, kupikir Nagato juga mewarisi kekuatan api dari guru!" Azai terkejut namun sedikit bingung dengan potensi tersembunyi di dalam diri Nagato.
"Petir?" Serlin mengerutkan dahinya melihat Nagato yang berlari cepat didepannya. Mereka bertiga juga mempercepat langkah kakinya menyusul Nagato, mereka melewati perbukitan dan pegunungan.
Sementara itu Kakek Hyogoro merasakan aura yang sama besar dengan aura hitam pekat Kutukan Kuno didalam tubuh Nagato, kemudian dia menoleh kebelakang melihat Nagato.
"Petir?" Kakek Hyogoro berdecak kagum melihat potensi Nagato.
"Pandu, apa anakmu juga memiliki karunia sepertimu?" Kakek Hyogoro memejamkan matanya, dirinya tersenyum melihat Nagato yang mirip dengan ayahnya itu.
Matahari semakin terik, Kakek Hyogoro melihat pepohonan rindang didepannya, kemudian dia melangkahkan kakinya lebih cepat untuk beristirahat karena mereka telah menempuh waktu setengah hari.
"Kakek Hyo, kenapa berhenti?" Nagato sedikit kesal karena Kakek Hyogoro berhenti untuk beristirahat.
"Kita istirahat sebentar, pinggang Kakek sedikit sakit." Kakek Hyogoro beralasan sambil tertawa kecil, namun Nagato menyadari karena tidak mungkin Kakek Hyogoro lelah karena perjalanan seperti ini.
Nagato kemudian duduk disamping Kakek Hyogoro, tidak lama setelah Nagato berhenti. Azai, Kuina dan Serlin sampai.
"Nagato ini bekal dari Kyla, sepertinya isinya cukup banyak." Serlin menaruh bekal makanan yang diberikan Kyla didepan Nagato.
Nagato membuka bekal makanan tersebut, didalamnya ada nasi putih dan ayam goreng crispy.
"Ini Kek, kalian bertiga juga makan." Nagato menawarkan kepada mereka berempat.
Setelah istirahat yang cukup mereka melanjutkan perjalanan mereka, Kakek Hyogoro tersenyum karena dirinya tidak suka jika melakukan perjalanan jauh dibawah matahari yang begitu terik sehingga tadi dia lebih memilih untuk beristirahat.
Mereka melewati hutan yang telah lama mereka lewati, tidak lama terlihat sebuah bukit, dibalik bukit itu ada sebuah kota kecil yang bernama Roshima.
Mereka berempat melewati bukit tersebut, perlahan hari sudah mulai gelap, Kakek Hyogoro mempercepat langkah kakinya kemudian setelah dirinya sampai diatas bukit dia terkejut melihat pemandangan didepan matanya itu.
Sebuah pemandangan yang membuat langit malam terlihat terang merah menyala karena kobaran api yang membakar Kota Roshima.
Mereka berempat menyusul Kakek Hyogoro yang berhenti, setelah sampai di puncak mereka juga terkejut dengan pemandangan yang membuat mereka mengingat kembali perbuatan Kazan dan Petinggi Disaster yang membakar Hutan Suci.
"Apa yang terjadi disini?" Azai mengepalkan tangannya melihat kota kecil yang dia lihat menjadi lautan api.
"Mengapa setelah kematian Pandu, banyak yang kekacauan terjadi di Kekaisaran!" Kakek Hyogoro tidak menyangka kota kecil yang akan mereka hampiri akan seperti ini.
Kakek Hyogoro kemudian terjun dengan cepat menuju Kota Roshima, karena mereka telah melewati jalan pintas yaitu bukit yang baru saja mereka lewati, seharusnya mereka bisa sampai di kota ini sebelum malam namun ketika sampai diatas bukit pemandangan lautan api membuat mereka terkejut sekaligus geram.
Kakek Hyogoro melangkahkan kakinya dengan cepat sambil merasakan hawa keberadaan di kota itu dengan jangkauannya cukup luas dirinya berharap bahwa masih ada orang yang hidup di Kota Roshima.
"Kawada, maafkan aku ..., seharusnya aku tidak beristirahat tadi, semoga kau masih hidup!" Kakek Hyogoro terlihat begitu khawatir pada kondisi teman baiknya itu, mereka bertiga menyadari perubahan raut wajah Kakek Hyogoro sehingga mereka juga mengikuti Kakek Hyogoro untuk pergi ke Kota Roshima.
Nagato terdiam tidak bisa bergerak karena dirinya mengingat kembali rasa sakit yang ingin dia lupakan.
"Apa - apaan ini?!" Nagato tidak menyangka akan melihat kembali api yang melahap segala yang ada disekitarnya, membakar semua yang dia punya merenggut orang yang dia sayangi dan membuat tempat tinggalnya menjadi abu.
"Harus ada seseorang yang melawan manusia yang memiliki sifat seperti iblis itu! Aku ingin kekuatan!" Nagato menggumam karena dirinya merasa kesal dengan kekuatannya yang belum cukup untuk menolong orang ataupun maupun membalaskan kematian orang tuanya.
"Nagato.!" Kuina berteriak melihat Nagato yang terlihat emosi yang sedang menatap dingin lautan api di Kota Roshima. Lamunan Nagato buyar karena teriakan Kuina kemudian dia juga ikut berlari menuju Kota Roshima.
Sementara itu Kakek Hyogoro sudah berada di dalam Kota Roshima, tercium bau yang menyengat seperti bagian tubuh manusia yang dibakar hidup - hidup kemudian dia menuju kediaman wali kota.
"Tunggu Kawada, aku akan menyelamatkanmu!" Kakek Hyogoro khawatir kepada temannya itu, dia tidak merasakan hawa keberadaan penduduk yang masih hidup.
Mereka berempat menyusul Kakek Hyogoro yang terlihat begitu panik, tak lama setelah Serlin berlari dengan cepat gadis itu berhenti karena melihat sobekan baju yang membuat gadis itu mengambil sobekan baju tersebut adalah lambang yang tak asing baginya.
"Lambang ini? Iblis, apa salah satu dari Tujuh Dosa Besar Mematikan yang menyerang kota ini!" Serlin mengambil sobekan baju tersebu kemudian menyusul Kuina dan yang lainnya.
Kakek Hyogoro masuk kedalam rumah wali kota, disana sudah terlihat berantakan karena api menyebar ke semua tempat di rumah itu.
"Sial! Kawada dimana kau!" Kakek Hyogoro berteriak dengan lantang.
Tidak lama setelah dia berteriak dirinya merasakan hawa keberadaan di rumah tersebut, dirinya menuju hawa keberadaan itu. Tetapi disana terlihat sebuah pintu rahasia kemudian Kakek Hyogoro membuka sebuah pintu dibalik lemari yang terbakar dan memasuki sebuah lorong kecil.
Setelah sampai ujung lorong disana ada sebuah ruangan yang kecil dirinya terkejut melihat istri dari Kawada yang berlumuran darah dan luka bakar sambil memeluk anaknya.
"Syu .... kurlah... " perempuan paruh baya tersebut tersenyum melihat Kakek Hyogoro.
"Tolong ... lindungi ... anak ... kami ..." perempuan tersebut berusaha untuk berbicara di saat - saat terakhirnya dirinya memaksakan diri untuk membuka matanya dan mencoba tersenyum karena yang datang padanya adalah Kakek Hyogoro teman baik dari suaminya.
"Kau ... Hyogoro ...Syukurlah ..." Perempuan tersebut melihat wajah Kakek Hyogoro yang sangat khawatir kepada suaminya karena mereka telah berteman sejak lama.
"Kawada ... dibunuh ... oleh ... manusia iblis itu ... dia dibakar...hidup hidup .. aku-" perempuan paruh baya tersebut menangis sebelum ajal menjemputnya, sampai akhir hayatnya dia berusaha menjelaskan kematian suaminya namun tubuhnya sudah tidak mampu menahan rasa sakit lebih lama lagi.
Kakek Hyogoro mengeluarkan air mata, dia mengusap mata istri Kawada, kemudian mengangkat anaknya menuju ke luar ruangan kecil.
"Kakek Hyo!" Nagato berteriak melihat Kakek Hyogoro yang keluar dari sebuah ruangan sambil membawa seorang anak perempuan.
"Nanti akan kujelaskan, pertama kita harus keluar menuju luar kota ini, karena api semakin menyebar, bahkan aku sulit untuk bernafas!" Kakek Hyogoro melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari kediaman wali kota. Mereka berempat mengikuti Kakek Hyogoro keluar dari kediaman wali kota, dan menuju luar kota yang terdapat padang rumput yang luas.
Setelah sampai di luar kota mereka mengambil nafas sejenak, Kakek Hyogoro membaringkan tubuh anak perempuan tersebut di tanah.
"Gadis muda bantu aku memadamkan api itu, apa kau bisa menggunakan sihir air?" Kakek Hyogoro mengajak Serlin untuk memadamkan lautan api yang melahap Kota Roshima. Walaupun terlihat mustahil namun tidak ada salahnya mencoba untuk memadamkan.
Serlin mempunyai Cincin Angin Suci dia ahli dalam mengendalikan sihir elemen angin, dikombinasikan dengan ilmu pernafasannya yang membuatnya mampu menguasai elemen yang lain walau tidak sekuat elemen angin miliknya.
Nagato yang sedang berdiri melihat Kakek Hyogoro dan Serlin merasa kesal karena tidak bisa berbuat apa - apa.
"Bocah, apa kau mau membantu mereka, kau cukup berikan aku sebuah nama yang kerena maka cuaca akan berubah dalam sekejap!" sekilas Nagato mendengar suara yang dia dengar di Desa Timun.
"Memberikan nama padamu?" Nagato mencoba berbicara karena dirinya juga ingin ikut membantu Kakek Hyogoro.
"Ya namaku, kau boleh memberikanku sebuah nama panggilan agar kita bisa terhubung satu sama lain!"suara itu kembali terdengar dikepala Nagato.
"Hah? Aku tidak akan membiarkanmu mengambil alih tubuhku! Kau makhluk yang berlidah panjang itu, bukan?" Nagato terlihat kesal karena terhasut oleh sebuah suara di dalam pikirannya.
"Bocah tengik! Aku adalah roh yang menghuni pedangmu ini, sedangkan dua makhluk lain yang tersegel didalam tubuhmu berada di alam bawah sadarmu, salah satunya adalah kekuatan dari roh yang sama sepertiku sedangkan yang satunya lagi adalah sebuah aura kematian yang penuh kebencian dia adalah Roh Dewa Kematian!" suara tersebut menjelaskan kepada Nagato secara panjang lebar.
"Alam bawah sadarku? Pedang?" Nagato terlihat kebingungan, sementara Kakek Hyogoro mengeluarkan air dari mulutnya namun belum cukup untuk memadamkan api di kota tersebut dan Serlin juga menggunakan sihir airnya namun api masih terus menyebar karena hembusam angin malam yang cukup kuat.
"Bisa dibilang orang tuamu yang memanggilku dan aku melihat perjuangan cinta mereka disaat terakhir, itu sangat menyentuhku sehingga aku tertarik untuk turun kebumi ini, sepertinya kau sangat cocok denganku bocah!" suara itu terdengar tertawa pelan dan membuat perasaan Nagato yang sedang marah kembali tenang.
"Ayah? Ibu?" Nagato masih kebingungan namun dirinya merasa tidak ada waktu lagi untuk memikirkannya karena menurut Nagato sepertinya masih ada orang yang hidup didalam Kota Roshima.
"Kau ingin sebuah nama, Bukan?" Nagato bertanya kepada suara di dalam pikirannya.
"Ya, aku sarankan kau memberiku sebuah nama yang membuatku suka dengan nama itu dan harus terdengar keren." suara itu terlihat sedikit kesal karena takut Nagato memberinya nama yang sembarangan.
"Fokus, hilangkan semua hal yang ada didalam pikiranmu, biarkan beban yang ada didalam pikiranmu itu menghilang, konsentrasilah secara penuh kemudian kau sebut namaku dengan keras!" Suara itu memberi saran kepada Nagato, hati Nagato sedikit tersentuh karena dirinya sedikit berharap jika yang memberinya saran adalah ayahnya sendiri.
Nagato duduk bersila sambil memejamkan matanya, dia berkonsentrasi secara penuh, sambil melakukan olah nafas dada, perut, dada perut lepas.
Ketika dia merasakan tenaga dalamnya mengalir didalam tubuhnya, Nagato berdiri kemudian tangan kanannya mengangkat keatas, jari telunjuk dan ibu jarinya menunjuk langit yang ditunjuknya sedangkan jari yang lainnya menekuk.
Mereka yang berada disekeliling Nagato terkejut karena merasakan aura yang begitu besar menyelelimuti Nagato, aura yang terasa begitu hangat sangat berbeda dengan aura Kutukan Kuno Dewa Kematian.
Mata Nagato menatap langit, kaki kanannya mengetuk bumi tiga kali setelah itu dia mengambil nafas panjang dan menyebutkan nama yang dirinya berikan pada Roh yang menghuni pedangnya, seketika cuaca berubah menjadi gelap dan awan bergerak dengan sangat cepat membuat langit terbelah menjadi dua karena suara gemuruh petir yang menggelegar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Muhammad Taufik
namanya joko
2021-02-13
0
Saya Siapa?
Siapa namanya~
Dimana rumahnya~
2020-07-28
2
Ahmad Surya Gumilang
apa namanya?
2020-07-21
1