Kakek Hyogoro mengubur mayat para pendekar yang menjaga Keluarga Bangsawan Kita dan para perampok Serigala Hitam bersama Azai, sedangkan tubuh Kurowata setelah mati seperti menguap dan menghilang tanpa bekas seolah - seolah tubuhnya hancur berkeping - keping.
Setelah selesai mengubur mayat para perampok dan pendekar yang melindungi Bangsawan Kita, mereka berdua mengajak yang lain untuk mendoakan arwah yang telah meninggal agar tenang di alam sana.
Kakek Hyogoro menatap langit yang sudah mulai mendung, kemudian dia mengajak semuanya untuk melanjutkan perjalanan.
"Tuan dan Nona, jika berkenan kalian bisa ikut dengan kami untuk melanjutkan perjalanan menuju kota terdekat." Kakek Hyogoro menyapa kedua pasangan suami istri dari Bangsawan Kita.
Mereka hanya mengangguk pelan menerima tawaran Kakek Hyogoro karena mereka merasa lebih aman jika berjalan bersama rombongan Kakek Hyogoro.
Nagato menghampiri Kakek Hyogoro setelah menatap keluarga bangsawan dan Litha kemudian dia menyarankan pada Kakek Hyogoro untuk beristirahat ketika hari sudah mulai gelap, karena dia melihat Litha dan keempat anggota Bangsawan Kita terlihat kelelahan.
Kakek Hyogoro mengangguk pelan dan tersenyum pada Nagato karena bisa memahami situasi yang dirasakan orang - orang disekitarnya. Beberapa jam setelah mereka berjalan menuju kota kecil terdekat, mereka melihat tempat yang cocok digunakan untuk bermalam. Kemudian Kakek Hyogoro memberi arahan kepada yang lain seperti biasanya.
Nagato mencari kayu bakar ditemani Kuina dan Litha tidak lama kedua gadis kecil kembar mengikuti Litha dari belakang sambil menyapanya.
"Namamu siapa?" tanya Gadis kecil yang terlihat ceria itu sambil menyapa Litha.
"Litha, kalau kamu?" jawab Litha sambil tersenyum hangat ke arah gadis yang sebaya dengannya.
"Namaku Kitakaze Chiaki, panggil aku Chiaki ya Litha." gadis itu terlihat bersemangat walaupun telah melihat kejadian perampokan sebelumnya, Chiaki mempunyai wajah yang cukup manis dan memiliki rambut berwarna hitam pendek lurus sebahu.
"A-Aku .. Na-Namaku ..." sedangkan gadis kecil kembar yang terlihat pendiam itu wajahnya memerah karena malu ketika dia ingin menyebutkan namanya namun suaranya tertahan.
"Eh, Aku Litha salam kenal ya, namamu siapa?" Litha menyapa gadis kecil yang terlihat malu itu. Gadis kecil itu terlihat senang ketika Litha mengajaknya berbicara dan tak lama dia tersenyum lebar.
"Aku .. namaku Kitakaze Chaika." gadis kecil itu menjabat tangan Litha dan tersenyum hangat padanya. Chaika juga memiliki wajah yang cukup manis memiliki rambut berwarna hitam pendek lurus sebahu hanya saja dia memiliki sifat yang pemalu berbeda dengan Chiaki yang terlihat begitu enerjik.
"Chaika? Chiaki? ... mmmm." gumam Litha menggumam pelan sebelum tertawa kecil karena dia tidak menyangka akan bertemu anak kembar dalam kehidupannya.
"Lelaki yang didepan itu, dia siapa?" Chiaki bertanya kepada Litha.
"Oh, dia namanya Nagato." jawab Litha matanya melihat punggung Nagato yang berjalan didepannya. Nagato mendengar pembicaraan mereka tetapi dirinya terlihat tidak peduli dengan mereka bertiga.
"Jadi ini yang namanya anak kembar?" Nagato berbicara dalam hati sambil tersenyum tipis melirik Chiaki dan Chaika.
Setelah itu dia mengumpulkan kayu kering dan ranting - ranting pohon bersama Kuina dan ketiga gadis kecil yang mengikutinya.
"Kak, baru pertama kali aku bermalam di hutan, apa aku tidak dimakan he-hewan buas jika aku tertidur nanti!" tanya Chaika sambil memegang baju Chiaki. Melihat adiknya yang terlihat takut Chiaki tersenyum jahat dan mengeledeknya.
"Dengar Chaika, jika kamu tertidur nanti malam, maka kamu akan dimakan oleh harimau!" jawab Chiaki sambil kedua tangannya membentuk cakar harimau sedangkan suaranya mengikuti suara harimau untuk menakuti Chaika.
Nagato tertawa kecil karena perbedaan sifat yang sangat jauh antara Chaika dan Chiaki.
"Aku duluan, Kuina?" ucap Nagato pelan sambil membawa kayu kering dan beberapa ranting pohon kemudian kembali. Setelah melihat Nagato kembali, mereka bertiga menatap punggung Nagato yang kian menjauh.
"Nagato memang seperti itu dia mempunyai cara tersendiri untuk berteman dengan kalian." Kuina mencoba menghibur mereka bertiga karena diabaikan Nagato.
"Kakak, apa Nagato tidak pernah mempunyai teman sebelumnya?" Chiaki bertanya kepada Kuina, kemudian Kuina tersenyum hangat sambil mengajak mereka kembali kemudian dia menceritakan bahwa Nagato tidak pernah punya teman sebelumnya sehingga dia berbeda dengan anak muda seusianya.
Setelah kembali, Nagato terlihat sedang mengganti baju, ketiga gadis kecil itu tidak sengaja melihat badan Nagato.
"Malam ini kita akan makan besar!" Kakek Hyogoro tertawa sambil membawa dua ekor rusa.
"Kakek, bukankah empat ayam ini sudah cukup!" sahut Azai sambil membawa empat ayam hutan ditangannya.
"Itu cukup untukmu, kakek sedang lapar hari ini!" Kakek Hyogoro berpikir jarak antara Roshima dan kota yang lainnya cukup dekat sehingga dia tidak menyangka akan jadi seperti ini.
Ketika malam tiba dan hari sudah mulai gelap, Nagato dan Serlin membuat api unggun, sedangkan Kakek Hyogoro dan Azai sedang membakar daging untuk dimakan. Kuina mengambil air di sungai bersama Litha, Chiaki dan Chaika.
Setelah semua berkumpul orang tua Chiaki dan Chaika berterima kasih kepada mereka yang telah menolongnya.
"Mohon maaf karena belum sempat untuk memperkenalkan diri." ayah dari kedua gadis kembar itu memulai pembicaraan.
Mereka juga memaklumi, karena keluarga Bangsawan Kita juga butuh waktu untuk kembali tenang setelah diserang oleh perampok Serigala Hitam apalagi seluruh pengawalnya telah mati.
"Nama saya Kitakaze Shugo, Kepala Keluarga Bangsawan Kita dan ini istri saya." ucap ayah kedua gadis itu dengan ramah dan memperkenalkan diri.
"Saya Kitakaze Haru, terima kasih banyak telah menyelamatkan kami dan membiarkan kami ikut dalam perjalanan kalian." Ibu kedua gadis tersebut terlihat anggun namun dirinya terlihat begitu kelelahan karena sangat jarang bagi seorang bangsawan besar berjalan kaki seperti ini.
"Rombongan kami baru saja kembali dari Ibu Kota, untuk menghadiri upacara pemakaman Yang Mulia Pandu, seperti yang kalian tahu Klan Kitakaze adalah bagian dari Bangsawan Kita, entah mengapa kubu barat tidak menyukai kami, bukan bermaksud untuk menuduh karena kubu barat selalu melihat kami dengan tatapan yang terlihat seperti membenci keberadaan kami." Shugo mulai bercerita panjang lebar kepada semuanya sambil menikmati daging yang diberikan oleh Kakek Hyogoro.
"Ketua dan Tetua Klan Kitakaze masih berada di Ibu Kota, sedangkan saya Kepala Keluarga Bangsawan Kita bersama keluarga berniat kembali lebih dahulu ke Kota Mikawa tempat kediaman kami, namun diperjalanan kami diserang perampok!" ucap Shugo dengan pelan, raut wajahnya terlihat sedih membuat suasana didepan api unggun menjadi sendu.
Detak jantung berdebar lebih kencang karena mendengar nama ayahnya namun dia tetap berusaha untuk bersikap tenang.
Shugo menjelaskan kepada mereka bahwa kondisi Kaisar Genki terlihat begitu buruk, dirinya terlihat tidak begitu sehat setelah mendengar Pandu dan keluarganya telah tiada, bahkan Kaisar Hizen juga terlihat tidak begitu ceria raut wajahnya saat itu terlihat seperti orang yang terlihat sakit.
"Kudengar Kaisar Hizen selalu mengurung diri di kamarnya selama beberapa hari setelah mendengar kematian adiknya." Shugo menjelaskan situasi di ibu kota yang dia ketahui.
"Kaisar Genki kondisinya terlihat begitu memprihatinkan." Shugo menjelaskan kembali kemudian dia juga menjelaskan bahwa Kubu Barat masih memperdebatkan hal tentang Pandu, menurut Shugo Kaisar Hizen berteman akrab dengan salah satu orang yang mendukung Kubu Barat yang sekarang menjadi tangan kanannya. Sehingga Kubu Timur tidak bisa berbuat apa - apa, bahkan Kaisar Hizen terlalu mempercayai teman dekatnya itu.
"Kudengar, Kaisar Hizen dan Pangeran Pandu mempunyai dua teman dekat yang sudah dari kecil sudah selalu bersama!" tanya Kakek Hyogoro sambil mencoba menunggu jawaban dari Shugo, walau raut wajahnya terlihat tenang.
"Ya aku pernah mendengarnya, kedua teman dari Kaisar Hizen maupun Pandu sudah berteman sejak kecil dengan mereka berdua dan yang paling termuda diantara mereka adalah Pandu karena umurnya terpaut lima tahun dibawah mereka bertiga, kedua temannya itu yang pertama menjabat menjadi penasihat kaisar dan yang kedua dia menjadi tangan kanan Kaisar Hizen sekaligus menjabat sebagai Ketua Parlemen Pengadilan Kai." Shugo menjawab dengan pelan.
Kakek Hyogoro hanya tersenyum tipis menatap reaksi Nagato kemudian dia menghirup napas panjang dan membuangnya kembali.
Pagi embun berjatuhan dan mendekap dedaunan dengan erat sedangkan matahari masih bersembunyi melirik dari kumpulan awan yang membentang dilangit sana.
Nagato dan yang lainnya kembali melanjutkan perjalanan. Nagato berjalan didekat Shugo karena ada sesuatu yang ingin dia tanyakan kepada ayah dari kedua gadis kembar itu.
"Paman, apa kau mendengar kabar bahwa anak dari adik Kaisar Hizen masih hidup?!" Nagato dengan tenang bertanya kepada Shugo membuat Azai, Kuina dan Serlin tersedak karena mendengarnya sedangkan Kakek Hyogoro tertawa kecil sambil mengelus dagunya.
"Apa kau ingin mengunjungi Kaisar Hizen, Nagato?" goda Kakek Hyogoro seperti mengeledek Nagato.
"Entahah, aku mendengar rumor pertama kali tentangnya, sepertinya kaisar ini akan menyesal suatu hari nanti karena terlalu menganggap remeh pemerintahan dan terlalu percaya kepada teman dekatnya lebih dari adik kandungnya sendiri, setiap kali mendengar namanya entah mengapa setiap sel ditubuhku menjadi panas!" jawab Nagato dengan tegas menatap dingin Kakek Hyogoro.
"Tapi ...kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya, apa gunanya mata dan hati jika kita menilai seseorang hanya dengan menggunakan telinga!" Nagato memejamkan matanya penuh makna mengingat perkataan ibunya.
Mereka yang mendengar perkataan Nagato hanya terdiam dan merasa kagum dengan pemuda berumur lima tahun itu, Haru melihat Nagato dengan seksama sambil berpikir sepertinya pemuda didepannya bukanlah berasal dari keluarga yang sembarangan karena wajahnya yang tampan dan sikapnya yang tenang itu membuatnya jadi sedikit penasaran dengan identitas Nagato.
Litha, Chiaki maupun Chaika hanya berdecak kagum setiap melihat tindakan Nagato, setiap tindakan dan perkataannya membuat jantung ketiga gadis kecil itu berdegup kencang, mereka masih belum mengetahui arti dari perasaan semua itu.
Shugo menatap Nagato dan tersenyum lembut ke arah pemuda itu, dia merasa bahwa Nagato mengingatkannya dengan seseorang yang tidak asing baginya, namun dia tidak berani menanyakan tentang hal itu kepada Nagato.
"Paman, akan menjawab pertanyaanmu." Shugo menyentuh pundak Nagato pelan.
"Wakil Pemimpin Klan Kuromachi dan beberapa pengikutnya yang mengatakan hal itu, namun banyak yang tidak mempercayai rumur itu." jawab Shugo dan menatap Nagato yang terlihat tenang itu.
"Kaisar Genki menyuruh para prajurit Kekaisaran untuk memastikan hal tersebut, kuharap anak itu masih hidup!" Shugo menatap langit dan tersenyum lebar, dia tidak menyadari bahwa yang berada disampingnya dan pemuda yang bertanya padanya itu adalah putra dari Pandu.
"Dia masih hidup paman, suatu saat seluruh Kekaisaran akan mengenalnya! Tidak seluruh dunia akan mengenal namanya!" ucap Nagato sambil tertawa kecil karena perkataannya sendiri entah mengapa dia merasa tenang setelah mengobrol dengan Shugo.
"Ketika aku mengalahkan Kazan!" batin Nagato menatap dingin langit yang dipandangnya dan tersenyum sinis.
"Ya, kuharap dia masih hidup!" Shugo membalas perkataan Nagato.
"Dunia? Sepertinya itu hal bagus untuk kakek! Kau mulai terlihat ceria kembali Nagato!" ucap Kakek Hyogoro yang tertawa mendengar perkataan Nagato sambil menepuk punggungnya membuat Nagato sedikit merasa terganggu.
Nagato menghindari Kakek Hyogoro yang menepuknya, kemudian dia berjalan dengan santai disamping ketiga gadis kecil yang terus melihatnya dari belakang.
Melihat ketiga gadis kecil yang seumuran dengannya terus meliriknya, Nagato jadi sedikit kebingungan kemudian dia berpikir selama beberapa saat.
Dan Nagato merasa ada yang menempel diwajahnya karena ketiga gadis kecil disampingnya terus meliriknya.
"Kak Serlin, apa ada kotoran yang menempel diwajahku?" tanya Nagato sambil menatap Serlin.
"Mmmm ...tidak ada ..wajahmu tidak ada kotoran!" Serlin memperhatikan ketiga gadis yang tertarik pada Nagato, gadis itu tertawa kecil karena Nagato tidak sadar sama sekali.
"Eh?" wajah Litha memerah karena mendengar perkataan Nagato, gadis kecil itu sadar karena dirinya terus melirik Nagato. Chiaki dan Chaika juga malu kemudian kedua gadis kecil itu memegang tangan ibunya.
Melihat hal itu Haru tersenyum karena melihat tingkah lucu kedua anak perempuannya itu.
Tidak lama setelah melakukan perjalanan panjang mereka sampai diatas bukit, dan sepanjang pemandangan dari atas bukit itu terlihat indah dengan hutan cemara yang membentang panjang dan terlihat sebuah kota yang jaraknya masih terlihat jauh.
"Akhirnya kita bisa tidur di kasur yang empuk malam ini." Kuina tersenyum lebar sambil meregangkan badannya.
"Pemandian air panas! aku sudah begitu gerah!" Serlin menimpali perkataan Kuina.
Shugo tersenyum lebar karena dia akhirnya bisa beristirahat, karena baginya perjalanan ini cukup melelahkan sedangkan Nagato melambatkan langkah kakinya dan berjalan di samping Litha dan kedua gadis kembar itu.
Nagato menatap wajah Chiaki dan Chaika, karena wajah mereka berdua yang terlihat sama merupakan hal yang baru baginya bahkan sesekali Nagato menyipitkan matanya melihat gadis kembar itu.
"Wajah kalian terlihat sama, apa kalian anak kembar?" Nagato menyapa Chiaki dan Chaika.
"Eh ..iya, aku Chiaki dan ini adikku Chaika, kami berdua anak kembar." Chiaki tersenyum kemudian berjalan disamping Nagato.
"A-Aku ...eh ..." Chaika ingin berbicara namun gadis kecil terlihat malu dan dia memegang tangan ibunya dengan erat.
"Namanya juga hampir sama, Aku Nagato!" Nagato hanya tersenyum tipis kemudian dia berjalan dengan santai di samping kedua gadis kecil yang sedang berjalan bersamanya.
Tidak lama kemudian mereka sampai di sebuah kota kecil yang ramah, di pintu masuk kota ada penjaga kota kemudian mereka menghampiri rombongan Kakek Hyogoro.
Shugo menunjukan sebuah kartu emas yang melambangkan bahwa dia adalah Keluarga Bangsawan, kemudian para penjaga kota menundukan kepalanya dan mempersilahkan mereka memasuki Kota Semara Inda.
Shugo mengajak mereka memasuki penginapan yang besar di Kota Semara Inda, Shugo membayar biaya penginapan senilai sepuluh keping emas suci dengan makanan dan minuman yang telah disediakan oleh Penginapan Cemara Indah.
"Tujuh kamar, apa ini tidak berlebihan Tuan Shugo?" Kakek Hyogoro angkat bicara.
"Hehe ... kupikir mereka menyediakan beberapa kamar tapi ternyata berlebihan ya?" Shugo pikir pihak Penginapan Cemara Indah menyediakan lima kamar untuk mereka menginap semalam.
"Malam ini aku tidur bersama Nagato?" Serlin merangkul Nagato dan berusaha menggoda pemuda itu.
Kuina kesal dengan sikap Serlin sehingga dia menarik baju gadis itu.
"Serlin malam ini kau tidur bersamaku!" Kuina tersenyum tipis kearah Serlin.
"Mmmm, jadi gadis cantik ini cemburu denganku baiklah aku akan menemanimu malam ini .. Ku ... cing ...manis ...ku!" bisik Serlin lirih sambil tersenyum lebar berbisik ditelinga Kuina. Wajah Kuina merah merona kemudian dia mencubit pipi Serlin dengan lembut.
"Nagato, kau tidur bersama mereka bertiga, aku sepertinya tidur bersama Kakek Hyogoro!" Azai mencoba mengeledek Nagato.
Nagato hanya diam kemudian dia beranjak pergi ke pemandian air pamas mengikuti Kakek Hyogoro dan Shugo.
"Eh .. aku .. tidur bersama Nagato?" Litha gugup mendengar pembicaraan Nagato dan Azai, wajahnya memerah dan menunduk.
"Bercanda, kalian bertiga bisa tidur bersama di kamar satu itu!" ucap Azai sambil tertawa kecil.
Chiaki terlihat kesal melihat Azai sedangkan Chaika masih memegang tangan ibunya. Kemudian mereka semua pergi ke pemandian air panas yang sudah disediakan khusus oleh Penginapan Cemara Indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Ahmad Surya Gumilang
baru baca..tapi jalan ceritanya sangat bagus,bisa bersaing dengan LPN di nomor 1...ayo semangat thor.
2020-07-22
1
Azzahra
Up cheps 15
2020-07-06
1
Temu Rose
komen 15
2020-06-18
1