Prajurit SMA
Meski ini adalah masa depan, namun bukan berarti kehidupan menjadi mudah seperti yang dikatakan orang-orang masa lalu.
Robot, kecerdasan buatan, perjalanan keluar tata surya dengan pesawat berkecepatan cahaya dan hal canggih lainnya dimasa sekarang tidak ada. Hal itu hanya berupa angan-angan masyarakat masa lalu.
Mungkin orang-orang sebelum masa ini sangat suka bermimpi yang belum tentu diwujudkan.
Dimasa setelah peristiwa ‘itu’, orang-orang akan beranggapan jika kehidupan adalah hal yang sangat berharga.
**
Karanganyar, 4 Januari 2320 pukul 14.57 WIB.
**
“Sial!”
Seorang siswa laki-laki mengumpat sambil memegangi kaki kanannya yang tertimpa tembok kelas yang runtuh. Wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan yang tidak memperlihatkan kebohongan sama sekali.
Dia berusaha mendorong bongkahan tembok yang menimpa kakinya. Namun yang ia lakukan hanya menambah rasa sakitnya saja. Bahkan darah yang keluar dari kakinya semain banyak akibat yang dia lakukan.
Dia bukan satu-satunya yang selamat setelah kejadian ini. Setidaknya beberapa teman sekelas dan warga sekolah lainnya selamat dengan keadaan yang beragam.
“Hei, ada yang bisa bantu aku?”
Seorang siswa perempuan sedikit berteriak dengan suara serak setelah mendengar suara temannya yang mengumpat itu. Kondisinya sekarang masih cukup beruntung daripada temannya yang lain. Dia hanya mengalami luka ringan di dahinya akibat tertimpa atap kelas yang runtuh.
“Syukurlah aku masih hidup.”
Seorang siswa perempuan berkaca mata memandangi dirinya yang masih bernyawa. Namun keadaannya sekarang sedikit kurang beruntung, kakinya tertimpa tembok kelas yang sepertinya cukup berat. Namun, keadaanya tidak separah yang siswa laki-laki sebelumnya.
Dia menahan sakit di kakinya meski air mata tetap keluar.
“Yang masih hidup, kumohon lakukan sesuatu agar aku tahu kalau kalian masih hidup.”
Seorang siswa laki-laki dengan susah payah berdiri sambil berbicara seperti itu. Dilihat dari keadaanya, punggungnya tertimpa kerangka atap yang runtuh dan dia tetap berusaha bangkit.
“Aku, aku masih hidup.”
Suara seorang siswa laki-laki terdengar meski dengan nada sedang kesakitan. Dia berusaha berdiri dengan wajah tertutup darah sebagian.
Dengan langkah yang goyah, dia berusaha berjalan mencari teman-temannya yang masih hidup.
Pandangannya yang kabur membantunya mengabaikan pemandangan yang tak perlu dilihat, semisal tubuh teman sekelasnya yang tertimpa tembok kelas dan hanya memperlihatkan bagian tubuh yang tak bernyawa.
“Hei, bisa tolong aku?”
Siswa laki-laki yang kakinya tertimpa tembok kelas itu melihat temannya yang berjalan dengan langkah goyah.
“Tunggu sebentar, Rio kau bisa berdiri?”
“Ya, punggungku rasanya patah semua. Terimakasih Jo.”
Dia membantu teman sekelasnya yang punggungnya tertimpa kerangka atap terlebih dulu sebelum membantu temannya yang lain.
Setelah membantu Rio, Jo beralih ke temannya yang kakinya tertimpa tembok kelas. Rio masih berusaha berjalan meski dengan langkah yang goyah pula.
Mereka berdua mendekati Nio yang menahan sakit dari kakinya yang masih mengeluarkan darah. Bukan hanya mengeluarkan darah, kaki Nio sepertinya juga patah dan dia berusaha menahan sakitnya.
“Nio, maaf tahan sebentar ya.”
Jo dan Rio berusaha mengangkat bongkahan tembok yang menimpa kaki Nio. Meski mereka berdua laki-laki dan dengan satu orang saja bisa mengangkat bongkahan tembok tersebut, dengan keadaan yang seperti ini kekuatan mereka bahkan tidak bisa berdiri selama satu jam seperti saat upacara bendera tadi pagi.
Nio menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit saat proses pengangkatan bongkahan tembok yang menimpa kakinya.
“Tolong pelan-pelan.”
Nio memohon Rio dan Jo yang hampir berhasil mengangkat bongkahan tembok sambil memejamkan matanya yang sudah mengeluarkan air mata.
Dia semakin kuat menggigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Namun rasa sakit di bibirnya mungkin masih kalah dengan kakinya yang patah.
Rio dan Jo akhirnya berhasil menyingkirkan bongkahan tembok dari kaki Nio. Namun ini bukan akhir yang bahagia, kaki Nio benar-benar dalam keadaan yang sangat buruk.
“Terimakasih, aku mendengar suara lain, cepat cari yang lain.”
Meski dalam keadaan separah ini, Nio masih memikirkan teman-temannya yang masih bersuara meminta pertolongan.
Rio dan Jo hanya menatap heran salah satu teman sekelas mereka berdua.
“Tapi, ya sudahlah. Jo kau yang menjaga Nio ya?”
“Baiklah.”
Sambil membersihkan darah dari wajahnya, Jo berjongkok di samping Nio yang terduduk sambil meluruskan kedua kakinya.
Meski yang membasahi wajah Jo adalah darah, dia sama sekali tidak panik atau semacamnya. Darah yang keluar dengan sia-sia merupakan hal yang biasa di masa ini.
Lupakan itu….
Nio masih mengatur nafasnya agar dapat mengurangi rasa sakit yang ia rasakan, meski itu tak terlalu membantu. Nio masih meringis kesakitan, sementara Jo melihat sekeliling yang hanya ada reruntuhan bangunan sekolah.
Rio yang merupakan korban dengan keadaan paling baik mendekati Rika yang masih terduduk sambil memegangi bagian kepala yang tertimpa atap.
“Kau tak apa?”
“Ya, hanya sedikit sakit dan pusing.”
Rio mengulurkan tangannya dan membantu Rika berdiri. Rika berdiri sambil membersihkan pakaiannya yang kotor karena debu reruntuhan.
Rika melihat sekeliling dan mengusap matanya untuk memastikan yang ia lihat bukan rekayasa.
“Bukankah keajaiban jika aku masih hidup setelah kejadian ini?”
Rio memiringkan kepalanya, karena bukan pertanyaan yang harus ia jawab Rio berjalan menuju depan kelas.
Dia melihat Nike yang masih terduduk dengan kaki tertindih bongkahan tembok kelas. Hanya bagian itu yang tidak baik-baik saja dari Nike.
Nike berusaha menarik kakinya dari bongkahan tembok, namun tenaganya kalah dengan berat puing tembok yang melebihi berat badannya sendiri.
Yang Nike lakukan hanya menangis hingga Rio mendekatinya.
“Nike, kau masih sadar?”
“Ya, tolong aku.”
Rio menatap bongkahan tembok, ia tahu jika tak bisa mengangkatnya sendirian.
“Jo, kau bisa kesini?”
Setelah mendengar panggilan dari Rio, Jo Menatap Nio yang memegangi kakinya yang tidak baik-baik saja.
“Jonathan, aku sudah sedikit membaik.”
Menurut Jo, itu merupakan kode dari Nio untuk membantu Rio.
“Oke, kau jangan terlalu banyak bergerak.”
“Baik tuan tukang perintah.”
Perkataan Nio ada benarnya, karena Jonathan yang sering dipanggil Jo oleh para siswa laki-laki merupakan ketua kelas ini.
Sambil mendengus, Nio berdiri dan berjalan dengan langkah yang tak lagi goyah.
Jo ikut berjongkok dan memegang bagian bongkahan tembok yang akan dia angkat bersama Rio.
Rika mendekati Nike yang sudah menangis sesenggukan dan memegang kedua pundaknya.
“Siap?”
Rio bertanya pada Jo yang sudah mengumpulkan semua tenaganya pada satu tempat yaitu tangannya. Jo dan Rio sudah tahu jika bongkahan tembok ini memiliki bobot yang tidak ringan.
Jo mengangguk, dia tidak mempedulikan darah yang keluar lagi dari kepalanya.
“Oke, satu… dua….”
Jo dan Rio mengangkat bongkahan tembok bersamaan hingga urat terlihat dari tangan mereka berdua yang menandakan jika tembok kelas benar-benar berat.
Setelah itu mereka berdua berusaha untuk menyingkirkan tembok kelas, dengan perlahan mereka melakukannya. Saat Jo dan Rio melakukan itu, urat mulai terlihat dari kepala mereka berdua.
Tangan Jo mulai gemetar karena beratnya tembok kelas yang ia angkat bersama Rio.
Nike berusaha menggerakkan kakinya yang tertimpa tembok kelas, namun percuma.
“Sakit!”
Saat Nike berusaha menggerakkan kakinya yang terluka, rasa sakit yang sebelumnya ia rasakan kembali. Nike kembali menangis, Rika yang melihat itu kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan selain menenangkan Nike.
Tiba-tiba Rika menarik Nike dengan memegang ketiaknya.
Mata Jo dan Rio hanya melebar dengan kejadian yang baru saja terjadi.
“Apa yang kau lakukan hah!?”
Rio membentak Jo yang masih gemetar di bagian tangan.
“A-aku sudah tidak kuat mengangkatnya lagi.”
jo melihat bagian tembok yang ia angkat tadi, dan yang ia lakukan hampir membuat Nike terluka lebih parah lagi.
Pegangan Jo pada bongkahan tembok melemah, kemudian bongkahan tembok hampir menimpa Nike lagi.
Rika yang melihat tangan Jo yang gemetar mengartikan hal itu jika Jo hampir pada batasnya. Itu sebabnya Rika menarik tubuh Nike dan bongkahan tembok tinggal sedikit lagi menimpa kaki Nike lagi.
“Hei, kalian berdua jangan ribut!”
Nike yang belum bisa berjalan mencoba mendamaikan Rio yang sedang menarik kerah Jo dengan kasar.
Namun Jo hanya bisa diam dan memikirkan jika bongkahan tembok benar-benar menimpa Nike lagi.
Nio melihat dari tempatnya terduduk keributan di depan kelas. Meski tempat ini sudah tak berbentuk, dapat dipastikan tempat Jo dan Rio hampir berkelahi adalah depan kelas.
Nio hanya menatap datar, dia merasa diabaikan.
“Hei, ada apa ini?”
Jo, Rio, Nike dan Rika menoleh kearah Nio.
“Nio, kau masih hidup?”
Nike tersenyum saat mendengar dan melihat langsung Nio, begitu juga dengan Rika.
“Sori….”
Rio melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Jo.
“Aku juga.”
Jo menunduk sambil melihat kaki Nike. Dia membandingkan luka yang Nike derita dengan Nio, hasilnya Nio yang memiliki luka terparah.
Setelah itu Jo melihat sekeliling, pandangannya yang mulai normal membuatnya harus melihat hal yang tak perlu dilihat.
Awalnya Jo merasa terkejut dan takut saat melihat bagian tubuh teman sekelasnya yang lain tertimpa reruntuhan bangunan kelas.
Namun hal ini adalah yang paling lazim di situasi sekarang.
Sementara itu Rio menyingkirkan reruntuhan yang menimpa tubuh siswa lain. Dia memeriksa keadaan orang yang ia temukan, hasilnya tentu saja semuanya tidak bernyawa.
Mungkin di kelas ini hanya mereka berlima yang masih hidup, tapi siapa yang tahu.
Jo terkejut saat mendengar suara dari belakangnya, Rika dan Nike mendengar juga. Mereka bertiga khawatir jika tembok yang belum runtuh akan segera runtuh juga.
Namun dari suaranya, itu suara manusia.
“To---long….”
Dari suaranya yang lirih, pemilik suara itu seorang perempuan. Dan suara yang lirih itu menambah kesuraman suasana yang sudah suram ini.
Jo yang berdiri di dekat sumber suara perlahan mendekatinya dengan badan gemetar.
“Hwaaa...!”
Jo terkejut saat ia menginjak sesuatu, dan itu kaki seseorang.
Suara itu menurut Jo berasal dari pemilik kaki yang ia tidak sengaja injak.
“Ada apa Jo?”
Nio yang heran melihat temannya yang sedari tadi tampak ketakutan.
“Aku mungkin menemukan orang lain.”
Semua yang mendengar perkataan Jo terkejut.
“Apa itu asal dari suara itu?”
“Mungkin.”
Setelah menjawab pertanyaan Rika, Jo menyingkirkan puing yang mengubur sebagian tubuh orang ini.
Nio hanya terduduk dan melihat keadaannya yang tak bisa melakukan apa-apa sambil menahan sakit dari kakinya yang patah.
Namun apa yang akan dia lakukan saat keadaannya seperti ini selain menenangkan diri dan menjaga diri tetap tersadar?.
Rio melewati Nio dan mendekati Jo untuk membantunya mengeluarkan seseorang yang terkubur puing bangunan kelas.
Rika dan Nike melihat dari tempat mereka duduk dengan penuh harap jika orang yang Jo temukan masih hidup.
Perlahan puing yang berukuran kecil hingga sedang Jo dan Rio singkirkan.
Beruntung puing yang mengubur orang ini tidak sampai menutupi kepalannya. Dari posisi kepala yang menghadap bawah, posisi orang ini dalam keadaan tengkurap.
Jo dan Rio berhasil menyingkirkan puing dari badan orang ini, kemudian Rio perlahan membalikkan posisi tubuhnya.
“Bu Lisa!?”
Semua terkejut mendengar Rio yang bersuara keras dengan tiba-tiba.
Lisa merupakan guru yang mengajar kelas ini saat jam pelajaran sebelum serangan yang tiba-tiba hampir menghancurkan seluruh lingkungan sekolah.
Lisa masih bernafas walau terasa masih lemah.
Melihat gurunya yang masih hidup, Nio teringat sesuatu. Dia mencoba mengingat hal yang sangat sulit muncul di otaknya saat sangat diperlukan.
Sambil sedikit menekan kepalanya Nio mencari hal yang ia lupakan.
Dia akhirnya mengingat sesuatu yang penting tersebut.
“Kakak….”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
Krig
2320 masih pake tembok aja
2022-06-25
3
Abass Samiri
feai
2022-06-19
0
Abass Samiri
feia
2022-06-19
0