Meski ini adalah masa depan, namun bukan berarti kehidupan menjadi mudah seperti yang dikatakan orang-orang masa lalu.
Robot, kecerdasan buatan, perjalanan keluar tata surya dengan pesawat berkecepatan cahaya dan hal canggih lainnya dimasa sekarang tidak ada. Hal itu hanya berupa angan-angan masyarakat masa lalu.
Mungkin orang-orang sebelum masa ini sangat suka bermimpi yang belum tentu diwujudkan.
Dimasa setelah peristiwa ‘itu’, orang-orang akan beranggapan jika kehidupan adalah hal yang sangat berharga.
**
Karanganyar, 4 Januari 2320 pukul 14.57 WIB.
**
“Sial!”
Seorang siswa laki-laki mengumpat sambil memegangi kaki kanannya yang tertimpa tembok kelas yang runtuh. Wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan yang tidak memperlihatkan kebohongan sama sekali.
Dia berusaha mendorong bongkahan tembok yang menimpa kakinya. Namun yang ia lakukan hanya menambah rasa sakitnya saja. Bahkan darah yang keluar dari kakinya semain banyak akibat yang dia lakukan.
Dia bukan satu-satunya yang selamat setelah kejadian ini. Setidaknya beberapa teman sekelas dan warga sekolah lainnya selamat dengan keadaan yang beragam.
“Hei, ada yang bisa bantu aku?”
Seorang siswa perempuan sedikit berteriak dengan suara serak setelah mendengar suara temannya yang mengumpat itu. Kondisinya sekarang masih cukup beruntung daripada temannya yang lain. Dia hanya mengalami luka ringan di dahinya akibat tertimpa atap kelas yang runtuh.
“Syukurlah aku masih hidup.”
Seorang siswa perempuan berkaca mata memandangi dirinya yang masih bernyawa. Namun keadaannya sekarang sedikit kurang beruntung, kakinya tertimpa tembok kelas yang sepertinya cukup berat. Namun, keadaanya tidak separah yang siswa laki-laki sebelumnya.
Dia menahan sakit di kakinya meski air mata tetap keluar.
“Yang masih hidup, kumohon lakukan sesuatu agar aku tahu kalau kalian masih hidup.”
Seorang siswa laki-laki dengan susah payah berdiri sambil berbicara seperti itu. Dilihat dari keadaanya, punggungnya tertimpa kerangka atap yang runtuh dan dia tetap berusaha bangkit.
“Aku, aku masih hidup.”
Suara seorang siswa laki-laki terdengar meski dengan nada sedang kesakitan. Dia berusaha berdiri dengan wajah tertutup darah sebagian.
Dengan langkah yang goyah, dia berusaha berjalan mencari teman-temannya yang masih hidup.
Pandangannya yang kabur membantunya mengabaikan pemandangan yang tak perlu dilihat, semisal tubuh teman sekelasnya yang tertimpa tembok kelas dan hanya memperlihatkan bagian tubuh yang tak bernyawa.
“Hei, bisa tolong aku?”
Siswa laki-laki yang kakinya tertimpa tembok kelas itu melihat temannya yang berjalan dengan langkah goyah.
“Tunggu sebentar, Rio kau bisa berdiri?”
“Ya, punggungku rasanya patah semua. Terimakasih Jo.”
Dia membantu teman sekelasnya yang punggungnya tertimpa kerangka atap terlebih dulu sebelum membantu temannya yang lain.
Setelah membantu Rio, Jo beralih ke temannya yang kakinya tertimpa tembok kelas. Rio masih berusaha berjalan meski dengan langkah yang goyah pula.
Mereka berdua mendekati Nio yang menahan sakit dari kakinya yang masih mengeluarkan darah. Bukan hanya mengeluarkan darah, kaki Nio sepertinya juga patah dan dia berusaha menahan sakitnya.
“Nio, maaf tahan sebentar ya.”
Jo dan Rio berusaha mengangkat bongkahan tembok yang menimpa kaki Nio. Meski mereka berdua laki-laki dan dengan satu orang saja bisa mengangkat bongkahan tembok tersebut, dengan keadaan yang seperti ini kekuatan mereka bahkan tidak bisa berdiri selama satu jam seperti saat upacara bendera tadi pagi.
Nio menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit saat proses pengangkatan bongkahan tembok yang menimpa kakinya.
“Tolong pelan-pelan.”
Nio memohon Rio dan Jo yang hampir berhasil mengangkat bongkahan tembok sambil memejamkan matanya yang sudah mengeluarkan air mata.
Dia semakin kuat menggigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Namun rasa sakit di bibirnya mungkin masih kalah dengan kakinya yang patah.
Rio dan Jo akhirnya berhasil menyingkirkan bongkahan tembok dari kaki Nio. Namun ini bukan akhir yang bahagia, kaki Nio benar-benar dalam keadaan yang sangat buruk.
“Terimakasih, aku mendengar suara lain, cepat cari yang lain.”
Meski dalam keadaan separah ini, Nio masih memikirkan teman-temannya yang masih bersuara meminta pertolongan.
Rio dan Jo hanya menatap heran salah satu teman sekelas mereka berdua.
“Tapi, ya sudahlah. Jo kau yang menjaga Nio ya?”
“Baiklah.”
Sambil membersihkan darah dari wajahnya, Jo berjongkok di samping Nio yang terduduk sambil meluruskan kedua kakinya.
Meski yang membasahi wajah Jo adalah darah, dia sama sekali tidak panik atau semacamnya. Darah yang keluar dengan sia-sia merupakan hal yang biasa di masa ini.
Lupakan itu….
Nio masih mengatur nafasnya agar dapat mengurangi rasa sakit yang ia rasakan, meski itu tak terlalu membantu. Nio masih meringis kesakitan, sementara Jo melihat sekeliling yang hanya ada reruntuhan bangunan sekolah.
Rio yang merupakan korban dengan keadaan paling baik mendekati Rika yang masih terduduk sambil memegangi bagian kepala yang tertimpa atap.
“Kau tak apa?”
“Ya, hanya sedikit sakit dan pusing.”
Rio mengulurkan tangannya dan membantu Rika berdiri. Rika berdiri sambil membersihkan pakaiannya yang kotor karena debu reruntuhan.
Rika melihat sekeliling dan mengusap matanya untuk memastikan yang ia lihat bukan rekayasa.
“Bukankah keajaiban jika aku masih hidup setelah kejadian ini?”
Rio memiringkan kepalanya, karena bukan pertanyaan yang harus ia jawab Rio berjalan menuju depan kelas.
Dia melihat Nike yang masih terduduk dengan kaki tertindih bongkahan tembok kelas. Hanya bagian itu yang tidak baik-baik saja dari Nike.
Nike berusaha menarik kakinya dari bongkahan tembok, namun tenaganya kalah dengan berat puing tembok yang melebihi berat badannya sendiri.
Yang Nike lakukan hanya menangis hingga Rio mendekatinya.
“Nike, kau masih sadar?”
“Ya, tolong aku.”
Rio menatap bongkahan tembok, ia tahu jika tak bisa mengangkatnya sendirian.
“Jo, kau bisa kesini?”
Setelah mendengar panggilan dari Rio, Jo Menatap Nio yang memegangi kakinya yang tidak baik-baik saja.
“Jonathan, aku sudah sedikit membaik.”
Menurut Jo, itu merupakan kode dari Nio untuk membantu Rio.
“Oke, kau jangan terlalu banyak bergerak.”
“Baik tuan tukang perintah.”
Perkataan Nio ada benarnya, karena Jonathan yang sering dipanggil Jo oleh para siswa laki-laki merupakan ketua kelas ini.
Sambil mendengus, Nio berdiri dan berjalan dengan langkah yang tak lagi goyah.
Jo ikut berjongkok dan memegang bagian bongkahan tembok yang akan dia angkat bersama Rio.
Rika mendekati Nike yang sudah menangis sesenggukan dan memegang kedua pundaknya.
“Siap?”
Rio bertanya pada Jo yang sudah mengumpulkan semua tenaganya pada satu tempat yaitu tangannya. Jo dan Rio sudah tahu jika bongkahan tembok ini memiliki bobot yang tidak ringan.
Jo mengangguk, dia tidak mempedulikan darah yang keluar lagi dari kepalanya.
“Oke, satu… dua….”
Jo dan Rio mengangkat bongkahan tembok bersamaan hingga urat terlihat dari tangan mereka berdua yang menandakan jika tembok kelas benar-benar berat.
Setelah itu mereka berdua berusaha untuk menyingkirkan tembok kelas, dengan perlahan mereka melakukannya. Saat Jo dan Rio melakukan itu, urat mulai terlihat dari kepala mereka berdua.
Tangan Jo mulai gemetar karena beratnya tembok kelas yang ia angkat bersama Rio.
Nike berusaha menggerakkan kakinya yang tertimpa tembok kelas, namun percuma.
“Sakit!”
Saat Nike berusaha menggerakkan kakinya yang terluka, rasa sakit yang sebelumnya ia rasakan kembali. Nike kembali menangis, Rika yang melihat itu kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan selain menenangkan Nike.
Tiba-tiba Rika menarik Nike dengan memegang ketiaknya.
Mata Jo dan Rio hanya melebar dengan kejadian yang baru saja terjadi.
“Apa yang kau lakukan hah!?”
Rio membentak Jo yang masih gemetar di bagian tangan.
“A-aku sudah tidak kuat mengangkatnya lagi.”
jo melihat bagian tembok yang ia angkat tadi, dan yang ia lakukan hampir membuat Nike terluka lebih parah lagi.
Pegangan Jo pada bongkahan tembok melemah, kemudian bongkahan tembok hampir menimpa Nike lagi.
Rika yang melihat tangan Jo yang gemetar mengartikan hal itu jika Jo hampir pada batasnya. Itu sebabnya Rika menarik tubuh Nike dan bongkahan tembok tinggal sedikit lagi menimpa kaki Nike lagi.
“Hei, kalian berdua jangan ribut!”
Nike yang belum bisa berjalan mencoba mendamaikan Rio yang sedang menarik kerah Jo dengan kasar.
Namun Jo hanya bisa diam dan memikirkan jika bongkahan tembok benar-benar menimpa Nike lagi.
Nio melihat dari tempatnya terduduk keributan di depan kelas. Meski tempat ini sudah tak berbentuk, dapat dipastikan tempat Jo dan Rio hampir berkelahi adalah depan kelas.
Nio hanya menatap datar, dia merasa diabaikan.
“Hei, ada apa ini?”
Jo, Rio, Nike dan Rika menoleh kearah Nio.
“Nio, kau masih hidup?”
Nike tersenyum saat mendengar dan melihat langsung Nio, begitu juga dengan Rika.
“Sori….”
Rio melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Jo.
“Aku juga.”
Jo menunduk sambil melihat kaki Nike. Dia membandingkan luka yang Nike derita dengan Nio, hasilnya Nio yang memiliki luka terparah.
Setelah itu Jo melihat sekeliling, pandangannya yang mulai normal membuatnya harus melihat hal yang tak perlu dilihat.
Awalnya Jo merasa terkejut dan takut saat melihat bagian tubuh teman sekelasnya yang lain tertimpa reruntuhan bangunan kelas.
Namun hal ini adalah yang paling lazim di situasi sekarang.
Sementara itu Rio menyingkirkan reruntuhan yang menimpa tubuh siswa lain. Dia memeriksa keadaan orang yang ia temukan, hasilnya tentu saja semuanya tidak bernyawa.
Mungkin di kelas ini hanya mereka berlima yang masih hidup, tapi siapa yang tahu.
Jo terkejut saat mendengar suara dari belakangnya, Rika dan Nike mendengar juga. Mereka bertiga khawatir jika tembok yang belum runtuh akan segera runtuh juga.
Namun dari suaranya, itu suara manusia.
“To---long….”
Dari suaranya yang lirih, pemilik suara itu seorang perempuan. Dan suara yang lirih itu menambah kesuraman suasana yang sudah suram ini.
Jo yang berdiri di dekat sumber suara perlahan mendekatinya dengan badan gemetar.
“Hwaaa...!”
Jo terkejut saat ia menginjak sesuatu, dan itu kaki seseorang.
Suara itu menurut Jo berasal dari pemilik kaki yang ia tidak sengaja injak.
“Ada apa Jo?”
Nio yang heran melihat temannya yang sedari tadi tampak ketakutan.
“Aku mungkin menemukan orang lain.”
Semua yang mendengar perkataan Jo terkejut.
“Apa itu asal dari suara itu?”
“Mungkin.”
Setelah menjawab pertanyaan Rika, Jo menyingkirkan puing yang mengubur sebagian tubuh orang ini.
Nio hanya terduduk dan melihat keadaannya yang tak bisa melakukan apa-apa sambil menahan sakit dari kakinya yang patah.
Namun apa yang akan dia lakukan saat keadaannya seperti ini selain menenangkan diri dan menjaga diri tetap tersadar?.
Rio melewati Nio dan mendekati Jo untuk membantunya mengeluarkan seseorang yang terkubur puing bangunan kelas.
Rika dan Nike melihat dari tempat mereka duduk dengan penuh harap jika orang yang Jo temukan masih hidup.
Perlahan puing yang berukuran kecil hingga sedang Jo dan Rio singkirkan.
Beruntung puing yang mengubur orang ini tidak sampai menutupi kepalannya. Dari posisi kepala yang menghadap bawah, posisi orang ini dalam keadaan tengkurap.
Jo dan Rio berhasil menyingkirkan puing dari badan orang ini, kemudian Rio perlahan membalikkan posisi tubuhnya.
“Bu Lisa!?”
Semua terkejut mendengar Rio yang bersuara keras dengan tiba-tiba.
Lisa merupakan guru yang mengajar kelas ini saat jam pelajaran sebelum serangan yang tiba-tiba hampir menghancurkan seluruh lingkungan sekolah.
Lisa masih bernafas walau terasa masih lemah.
Melihat gurunya yang masih hidup, Nio teringat sesuatu. Dia mencoba mengingat hal yang sangat sulit muncul di otaknya saat sangat diperlukan.
Sambil sedikit menekan kepalanya Nio mencari hal yang ia lupakan.
Dia akhirnya mengingat sesuatu yang penting tersebut.
“Kakak….”
4 Januari 2320, pukul 06.18 WIB.
Ini adalah waktu sebelum peristiwa besar terjadi, kehidupan semua orang di kota Karanganyar masih berjalan lancar dengan sedikit hambatan.
Hambatan tersebut hanya berupa bis umum yang mogok padahal belum tiba di tempat pemberhentian yang dituju, demo kecil-kecilan yang dilakukan organisasi kecil dengan tujuan menentang pembatasan pembelian bahan pokok.
**
Di sebuah rumah yang berada di pinggiran kota Karanganyar seorang remaja laki-laki terbangun dari tidurnya dengan nafas yang memburu dan keringat yang keluar dari seluruh tubuhnya.
Nio terlihat seperti mengalami mimpi yang buruk di tidurnya.
“Syukurlah kalau itu cuma mimpi,” gumam Nio.
Dengan badan yang gemetar Nio turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke dapur.
Dia berjalan sambil membayangkan mimpi yang dialaminya sambil bergumam, “Itu terlalu nyata, apa kejadian itu bakal terjadi?”
Nio sudah berada di dapur, di sana sudah ada seorang perempuan yang terlihat sudah bersiap dengan seragam kerjanya. Dia Arunika, kakak perempuan Nio sekaligus satu-satunya keluarga yang ia miliki.
“Pagi kak,” sapa Nio. Arunika menjawab sapaan Nio, “Pagi, cepat mandi terus sarapan!”. Sambil mengerucutkan bibirnya Nio berkata, “Oke.”
Arunika masih sibuk dengan tumpukan kertas didepannya yang ada sebuah cangkir berisi teh panas manis di sampingnya.
Nio berjalan perlahan kekamar mandi yang hanya berjarak 2 meter dari dapur sambil menggaruk perutnya yang gatal.
Nio melirik kebelakang ke arah kakaknya yang masih menuliskan nilai di kertas ulangan milik muridnya.
Arunika merupakan salah satu guru di SMA tempat Nio bersekolah. Dia sudah menjadi guru saat Nio masih kelas 3 SMP. Itu tepat dua tahun setelah Arunika lulus dari perguruan tinggi.
Nio dapat masuk ke SMA tempat kakaknya mengajar karena hasil usahanya sendiri, bukan karena keberadaan kakaknya di SMA tersebut. Meski dia harus bersaing dengan murid pintar lainnya, Nio akhirnya dapat lolos seleksi walau berada diurutan 201 dari 256 orang angkatan kelas 1 SMA 2 Karanganyar.
Kembali ke adik kakak ini.
Arunika menyeruput teh panasnya yang sudah menghangat. Dia melihat hal yang membuatnya jengkel.
“Cepat mandi!” gertak Arunika yang melihat Nio masih berdiri mematung dan masih menggaruk perutnya sambil melirik kakaknya.
“Galak amat sih,” gumam Nio. Dia tiba-tiba merinding saat kakaknya melirik tajam kearahnya sambil berkata, “Bisa diulang lagi kata itu?”
Nio dapat merasakan aura yang mencekam dari kakaknya walau hanya berkata santai seperti itu. Dia berpikir dari pada harus menghadapi kakaknya yang akan segera mengganas lebih baik Nio menuruti perintah Arunika sebelumnya.
Nio mengambil handuk yang tergantung di depan kamar mandi dan segera memulai kegiatan sebelum sekolahnya.
**
Saat sarapan Nio masih membayangkan kejadian yang ada di mimpinya. Saat teringat kakinya tertimpa bongkahan tembok yang besar dan membuat kakinya patah, Nio saat ini dapat merasakan yang ia alami di mimpinya.
Dia sedikit melirik kakaknya yang sudah selesai memberi nilai tugas muridnya. Keberadaan Arunika di depannya, membuat Nio merasa yakin jika mimpi hanyalah mimpi yang sangat tidak mungkin terjadi, tapi siapa yang tahu.
Setelah untuk beberapa menit dia terfokus dengan tumpukan kertas, Arunika kini beralih ke smartphone nya. Dia mencari situs berita dan mencari berita terkini.
“Kejadian itu lagi,” kata Arunika lirih.
“Ada apa?” tanya Nio yang penasaran dengan yang kakaknya baca. Arunika menjawab
“Berita orang yang berpakaian aneh itu,” jawab Arunika
Nio tidak bertanya lebih lanjut karena berita tersebut sudah beberapa minggu menjadi pemberitaan utama di Indonesia bahkan dunia.
Orang yang berpakaian aneh yang Arunika maksud adalah puluhan orang yang mengenakan semacam seragam prajurit zaman kerajaan.
Di Indonesia, pertama kali muncul orang berpakaian prajurit zaman kerajaan di wilayah Aceh Barat, Provinsi Aceh.
Pada awalnya 20 orang muncul dengan tiba-tiba dan membuat heran masyarakat yang melihat. Mereka hanya berjalan di jalanan kota dengan membawa pedang di genggaman tangan yang membuat masyarakat takut.
Polisi setempat yang mendapatkan laporan terdapat orang yang mengancam segera menuju tempat ke-20 orang tersebut berada.
Saat berusaha mengamankan ke-20 orang tersebut polisi justru mendapatkan perlawanan.
Mereka menyerang polisi dengan pedang dan membuat beberapa polisi dan warga terluka.
Beberapa jam setelah penyerangan, prajurit TNI melakukan pencarian terhadap ke-20 orang ‘misterius’ tersebut.
Namun setelah 1 minggu melakukan pencarian di seluruh provinsi Aceh tidak lagi di temukan ke-20 orang misterius tersebut, bahkan jejak sekecil sekalipun untuk menemukannya tidak ditemukan.
Setelah kejadian itu, pemerintah menganggap kejadian penyerangan tersebut sebuah aksi teror.
**
Nio dan Arunika berdiri di halte bus bersama puluhan orang lain. Bus yang akan mereka berdua tumpangi seharusnya tiba 10 menit yang lalu. Namun hingga sekarang Nio dan Arunika masih menunggu.
Arunika menghembuskan nafas panjang dan berkata, “Hah, aku bakal terlambat nih.”
“Kenapa enggak jalan saja?” sambung Nio.
Kemudian Nio mengambil smartphone nya dari saku celana dan memeriksa sudah jam berapa sekarang.
“Udah mau jam 7 nih,” kata Nio.
Karena dia juga sebentar lagi akan terlambat, Nio berlari tanpa memberitahu kakaknya. Arunika yang terkejut juga ikut berlari namun tak secepat Nio.
Nio dan Arunika memilih jalan pintas untuk segera tiba di sekolah. Saat berlari Nio melihat sesosok yang sedang berjalan santai.
“Duluan ya…,” kata Nio yang berlari mendahului Rio.
“Kenapa dia buru-buru gitu?. Emang sekarang jam berapa?” gumam Rio yang bingung melihat Nio berlari cepat.
Sesaat kemudian Arunika berlari mendahului Rio yang sedang memeriksa waktu saat ini di jam tangannya.
Saat melihat Arunika yang juga berlari, Rio merasa yakin dia juga akan terlambat.
**
Nio mulai berjalan saat hampir mencapai lingkungan sekolah, begitu juga Arunika.
“Kenapa ninggalin aku hah?” kata Arunika sambil memukul punggung adiknya itu hingga terbatuk-batuk.
Sesaat kemudian Rio tiba dengan keringat yang membasahi wajahnya.
Mereka bertiga berjalan bersama ke sekolah saat beberapa menit lagi bel masuk berbunyi. Bagi Arunika tiba di sekolah 5 menit sebelum jam berbunyi sudah termasuk terlambat.
Meski begitu untuk sekarang kantor guru masih kosong walau hari ini adalah hari Senin tahun ajaran baru.
**
Nio dan Rio duduk di tempat duduk masing-masing sambil mengatur nafas mereka.
“Habis ngapain kalian sampai mandi keringat begini?” kata Jo
“Menghindari omelan kakaknya Nio,” Canda Rio.
Nio hanya tertawa kecil sambil mengangguk perlahan.
Kemudian Rika mendatangi Nio yang masih terengah-engah untuk memenuhi kewajibannya sebagai bendahara kelas.
Tentu saja Nio cukup merasa kesal untuk saat ini, begitu juga Rio dan Jo
“Besok ku bayar uangnya,” kata Nio santai.
Tiba-tiba Rika memukulkan buku kas kelas ke meja Nio yang membuat seisi kelas terkejut.
Rika beralih ke Rio, namun jawaban yang ia terima sama dengan sebelumnya. Kali ini Rika memukulkan buku ke kepala Rio.
Sasaran kemudian adalah si ketua kelas, Jonathan. Jo terpaksa menyerahkan uangnya yang akan ia gunakan untuk jajan nanti siang.
“Apa yang kau ketawa kan hah!?” Teriak Rio sambil memegangi bagian kepalanya yang dipukul tadi.
Nio dan Jo tertawa puas melihat Rio yang kesakitan.
Beberapa saat kemudian bel berbunyi, semua murid keluar dari kelasnya dan menuju halaman sekolah untuk melaksanakan upacara.
**
“Kenapa aku bisa lupa kalau jam pertama pelajarannya kakak?” batin Nio.
Saat pelajaran Matematika entah kenapa suasana kelas menjadi sangat suram. Tidak ada sepatah katapun yang terdengar dari penghuni kelas.
Arunika berjalan santai menuju meja guru di depan kelas.
Penghuni kelas yang paling santai saat pelajaran ini tentu saja Nio. Bukan karena ia menguasai pelajaran matematika, itu karena ia sudah terbiasa setiap hari dimarahi kakaknya. Justru Nio sangat tidak menguasai pelajaran ini.
Mau diapakan oleh kakaknya saat tidak bisa mengerjakan soal didepan kelas, Nio tetap tidak bisa melakukan apapun untuk membela diri.
Karena jawaban yang ia ucapkan akan tetap sama yaitu, “Bukannya kakak sudah tahu kalau aku bertemu angka-angka aja udah pusing?”
Setelah itu sebuah tendangan mendarat di bokongnya.
Itulah yang terjadi saat ini.
Namun entah kenapa Nio selalu mendapatkan nilai sempurna di semua pelajaran kecuali matematika. Arunika sendiri juga tidak mengerti tentang hal ini.
Setiap kali dihadapkan soal matematika, Nio akan mengeluh pusing yang hebat.
**
Bel istirahat siang berbunyi, Nio menyimpan bukunya di laci meja dan mengambil smartphonenya dari saku celana.
Nio membuka situs media sosial miliknya.
“Berita itu lagi,” gumam Nio yang lagi-lagi melihat berita tentang kemunculan orang berpakaian seragam prajurit zaman kerajaan.
Kali ini kemunculannya bukan di Indonesia, tapi di Korea Utara.
Jumlah orang berpakaian prajurit zaman kerajaan dapat ditangkap oleh tentara Korea Utara meski dengan perlawanan yang sengit. Kali ini sebanyak 10 orang dapat ditangkap, namun ini bukan jumlah sebenarnya karena kemungkinan ada beberapa orang lagi yang dapat melarikan diri.
“Ada apa?” tanya Jo yang baru kembali dari toilet bersama Rio.
“Berita itu lagi ya?” Tebak Rio.
Nio mengangguk dan melanjutkan membaca berita terbaru itu.
Ada satu hal yang aneh dari kemunculan orang-orang berpakaian prajurit zaman kerajaan. Seragam yang mereka kenakan sama dan yang membedakan hanya postur tubuh pemakainya saja.
Beberapa orang mengira mereka hanya sekumpulan ‘maniak’ yang mengaku berasal dari masa lalu, beberapa lagi mengaitkan mereka sebagai ‘tanda-tanda akhir zaman’.
Tentu saja lebih banyak yang tidak percaya dengan hal yang terakhir tersebut.
“Oh iya, Nio kamu bisa ambil buku baru di perpustakaan?” tanya Jo.
“Hanya aku?” jawab balik Nio dengan muka masam.
“Aku nggak mau bantu lho,” sambung Rio dengan wajah santai.
Ada alasan mengapa Rio tidak mau membantu Nio, dia sebelumnya sudah membantu Jo menjadi petugas upacara.
“A-aku mau bantu,” kata seorang murid perempuan yang duduk di belakang Nio.
“Beneran Nike?” jawab Nio dengan wajah seketika cerah karena ada seseorang yang mau membantunya.
Nike mengangguk sambil membenarkan posisi kacamatanya.
**
Setelah pembagian buku baru, bel berbunyi. Sekarang waktunya pelajaran Sejarah, guru pelajaran ini yang bernama Lisa memasuki kelas.
Pelajar membahas perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Pelajaran berjalan normal, setidaknya untuk saat ini. Kegiatan masyarakat juga masih berjalan seperti biasanya dengan beberapa hambatan.
Setidaknya Masyarakat Indonesia masih belum mengetahui hal yang menimpa negara tetangga.
Benda berbentuk spiral berwarna ungu gelap berukuran 12 meter muncul di beberapa tempat di bumi. Itu bukan fenomena badai atau semacamnya, bahkan ilmuan tidak mengetahui tentang hal ini.
Fenomena ini pertama kali di sejarah umat manusia.
Spiral ungu pertama muncul di gurun Sahara, hal itu seketika membuat cemas masyarakat benua Afrika. Tak lama kemudian gelombang kejut muncul dari spiral ungu dan menghancurkan semua yang ada dalam radius 1.100 kilometer.
9 spiral ungu mulai bermunculan di berbagai lokasi di bumi, antara lain; Laut Hitam, Samudera Hindia, perbatasan Amerika serikat dan Kanada, Laut Kaspia, Semenanjung Asia Tenggara, Samudera Atlantik Barat, semenanjung Skandinavia, Rusia dan Selat Karimata.
Gelombang kejut mulai menghancurkan tempat sekitar spiral ungu tersebut dalam radius 1.100 kilometer. Sedangkan spiral ungu yang muncul di laut lepas menyebabkan gelombang tinggi namun bukan tsunami.
Gelombang kejut dari spiral ungu yang muncul di Selat Karimata menghancurkan setengah wilayah Indonesia. Jutaan nyawa melayang dan kerugian tidak terhitung.
Tentu saja tempat sekolah Nio berada juga terkena dampaknya. Seluruh siswa tertimbun di reruntuhan bangunan. Hampir seluruh murid tewas, jumlah yang masih hidup belum diketahui.
Arunika yang baru kembali dari percetakan setelah memfotokopi buku miliknya hanya terhempas dan terkena puing bangunan yang berterbangan.
Dia kemudian tak bergerak, belum diketahui Arunika hanya pingsan atau hal yang lebih buruk.
Sementara itu di Korea Utara, tepatnya di penjara tempat 10 orang misterius itu ditahan terdengar tawa yang sangat keras dari sel tempat mereka berada.
“Waktunya sudah tiba bukan?”
4 Januari 2320, pukul 16.39 WIB.
Beberapa jam setelah ledakan gelombang kejut dari spiral ungu yang muncul di Selat Karimata, sebanyak 10 juta jiwa yang tinggal di pulau Sumatera, Kalimatan dan Jawa tewas. Jumlah tersebut termasuk prajurit TNI yang tersebar di ketiga pulau tersebut.
Bukan berarti prajurit yang dimiliki negara ini sudah habis. Masih ada 267 juta jiwa warga negara Indonesia yang masih hidup. Mereka akan berjuang bertahan dari penjajah yang berasal dari dunia di balik spiral ungu yang muncul.
Itu juga yang dilakukan seluruh jiwa di setiap negara di bumi.
**
“Nio, tenanglah!,” perintah Rio yang menenangkan Nio.
Nio yang sepertinya tidak sadar dirinya masih terluka dan belum mampu berdiri melawan Rio yang memaksanya untuk duduk kembali.
Pikirannya hanya tertuju pada kakaknya yang belum diketahui keadaannya sekarang.
“Kakak ku, dimana dia sekarang !?” kata Nio dengan mata berkaca-kaca.
Nio semakin memberontak dan berusaha melepaskan diri dari Rio yang menahannya.
Rio memandang Nio seperti orang yang kehilangan akal.
Rio sudah menyerah untuk menenangkan Nio, dia hanya melihat temannya yang berusaha keras untuk berdiri dengan darah yang semakin banyak keluar.
Sedangkan Nio, pandangannya hanya tertuju pada kakaknya. Dia masih sadar, dia juga sadar jika tidak bisa berdiri untuk saat ini.
Sedangkan yang lain hanya melihat Nio tanpa berusaha menghentikan Nio yang semakin terluka di bagian kakinya akibat ulahnya sendiri.
“Nio!” teriak Nike yang membuat semua orang di tempat ini terkejut.
Gadis yang tidak terlalu mencolok juga dapat kehabisan kesabaran.
Sambil dibantu Rika untuk berdiri, Nike bersama Rika mendekat Nio yang sudah menyerah untuk berdiri.
Sekarang Nio menangis sambil menunduk kearah lantai kelas yang penuh dengan debu puing.
“Aku yakin Bu Arunika masih hidup,” ucap Nike sambil menepuk pundak Nio.
Dia berusaha untuk menenangkan adik guru favoritnya tersebut.
Nio semakin terisak sambil berkata, “Aku harus menemukan dia.”
“Bukan kau, tapi aku juga akan mencari dia,” kata Nike lirih dan sedikit meremas pundak Nio.
Jo tidak ikut mendekat ke arah Nio yang dikerumuni seluruh anggota kelas ini yang masih tersisa, dia menjaga Lisa yang belum sepenuhnya sadarkan diri.
Semua merasa ingin menemukan guru matematika tergalak tersebut. Kecuali Lisa yang masih belum tersadar sepenuhnya.
“Tapi, apa yang yang terjadi tadi itu gempa?” tanya Rio yang penasaran tentang kejadian yang menghancurkan seluruh sekolah beserta tempat disekitarnya.
Semua hanya saling pandang kemudian menggeleng.
Gelombang kejut akan melemah saat mendekati jangkauan maksimalnya. Itu sebabnya kerusakan yang diterima wilayah kota Karanganyar tidak terlalu parah dari pada daerah pesisir bagian utara Pulau Jawa.
Di kota ini. dampak seriusnya berupa menghempaskan manusia sejauh 3 meter dan menyebabkan kerusakan sedang pada bangunan. Namun kemungkinan untuk membuat orang tewas juga tidak kecil.
**
Rio melilitkan kain ke kaki Nio yang tidak berhenti mengeluarkan darah. Kain ini berasal dari seragam Nio yang ia suruh Rio sobek sebagian sebagai penutup lukanya.
Nio untuk sekarang sudah semakin tenang, namun pikirannya tentang Arunika tidak menghilang.
Karena Nio ingin yakin kakaknya masih bisa menemaninya setelah kejadian ini.
“Oh, bagaimana dengan bu Lisa?” tanya Nio pada Rika yang menggantikan Jo menjaga Lisa.
Nike tersenyum karena merasa dirinya berhasil menenangkan Nio. Rika yang melihat Nike tersenyum merasa heran, cukup jarang baginya melihat Nike tersenyum. mengingat Nike merupakan siswa yang cukup tertutup tak heran melihat Nike tersenyum merupakan pemandangan yang langka.
Tapi Nike kali ini tersenyum kearah Nio, pikiran Rika semakin kemana-mana.
“Dia belum sadar, jadi biarkan saja dia dulu,” jawab Rika sambil membenarkan alas kepala Lisa yang berasal dari tas milik siswa lain.
Ke-5 orang ini yang masih hidup cukup tenang walau berada di puluhan teman mereka yang entah bagaimana keadaannya.
“Lebih baik kita keluar, aku nggak mau lama-lama di antara orang mati,” ucap Jo dengan badan yang mulai gemetar.
“Apa nggak ada kata yang lebih halus?” batin ke-4 orang ini yang melihat Jo dengan ekspresi dingin yang membuat Jo semakin gemetar meski tidak mendengar apa yang dikatakan mereka.
“Baiklah,” balas Rio yang disambung anggukan Rika dan Nike.
Rio melingkarkan tangan Nio di bahunya mencoba membantu Nio berdiri. Dengan satu kakinya Nio dapat berdiri.
Nike masih dapat berdiri sendiri meski masih dibantu oleh Rika untuk berjalan. Nike dapat mencoba berjalan dengan menyeret kakinya. Sedangkan Nio, untuk menginjakkan kakinya yang terluka ia dapat berteriak.
“Bagaimana dengan bu Lisa?” tanya Jo. Semua melirik kearah Lisa yang masih belum sadar.
**
Nio menunggu di bawah pohon yang masih berdiri di lingkungan sekolah bersama Nike dan Rika. Sedangkan Jo dan Rio mereka berdua sedang berjuang membawa Lisa dari tempat mereka semula berada.
“Hah, benar-benar nggak guna ya?” gumam Nio sambil menghembuskan nafas berat.
“Maksudmu?” timpal Nike yang duduk didekat Nio. Nio menjawab, “Nggak, Cuma bicara sendiri.”
Nike tahu dari pernyataan Nio sebelumnya, hanya saja Nio tidak ingin menjelaskan perasaannya saat ini.
Rika melihat Nike dapat berbicara dengan orang lain dengan biasa, justru dia menganggap kejadian ini tidak biasa.
Mari lupakan tingkah Rika yang seperti pengganggu diantara Nio dan Nike.
Kerusakan SMA ini cukup parah, hampir seluruh ruangan roboh. Hanya beberapa pohon yang masih berdiri dan tiang listrik yang sudah miring.
Sedangkan untuk kerusakan yang diterima lingkungan sekitar sekolah juga tak kalah parahnya. Hampir seluruh rumah warga hancur dan korban jiwa yang tak terhitung belum dievakuasi.
“Itu mereka,” kata Rika menunjuk kearah Rio dan Jo yang berjalan dan masing-masing memegang tangan dan kaki Lisa. Mereka berdua cukup kesusahan mengangkat Lisa yang terlihat memiliki badan ideal.
Rio dan Jo kemudian meletakkan Lisa disamping Rika tanpa alas kepala.
“Tinggal cari bu Arunika,” kata Rio sambil mengusap keringat di dahinya yang keluar sedikit.
“Aku ikut,” balas Nio dengan wajah sungguh-sungguh.
Badan Jo dan Rio sudah tidak kuat mengangkat seseorang lagi, itulah yang mereka berdua rasakan.
“Tunggu sebentar,” ucap Jo yang kemudian meninggalkan mereka berlima.
Entah apa tujuan Jo, namun dia berlari kecil kearah ruang UKS yang sudah tak berbentuk.
Beberapa menit kemudian Jo kembali dengan membawa tongkat. Itu sudah jelas siapa yang akan memakai benda itu.
Jo memberikan tongkat yang ia bawa kepada Nio.
Nio menerima tongkat itu dan mencoba berdiri sendiri. Yang lain hanya melihat Nio yang sepertinya baru pertama kali menggunakan tongkat, meski itulah faktanya.
Dengan sekali coba Nio berhasil berdiri dengan tongkat meski sedikit gemetar.
“Ok, aku akan mencari sendiri,” kata Nio yakin.
“Tapi aku masih khawatir dengan mu,” balas Rio dengan nada tidak serius.
“Apa kau ibuku?” kata Nio dengan wajah jijik terhadap Rio.
“Itu benar, apa kau sudah terbiasa menggunakan tongkat?” tanya Nike.
Nio mencoba sedikit melangkah, dan itu berhasil. Hal itu membuat Nio merasa yakin dapat mencari kakaknya sendiri meski dengan keadaan yang menyulitkan seperti sekarang.
“Yap, ini cukup mudah,” kata Nio.
Semua senang melihat itu. Namun ada satu hal yang mereka lupakan.
“Terus, yang jaga bu Lisa siapa?” tanya Rika.
Dengan bersamaan semua melirik kearah Nike.
“Baiklah...,” kata Nike seakan tahu apa arti lirikan mereka.
Dengan perlahan Nike kembali duduk di samping Lisa.
Setelah itu semua menyebar mencari Arunika keseluruh penjuru lingkungan sekolah.
Nio berjalan perlahan menuju gerbang sekolah yang sudah tak berbentuk.
Sebelum itu, ada maksud lain dia ingin mencari kakaknya sendirian. Hanya satu alasan yang dimiliki Nio, yaitu tidak ingin merepotkan teman-temannya.
Karena Arunika merupakan satu-satunya keluarga yang dia miliki, Nio merasa bertanggung jawab juga untuk menjaga kakaknya. Meski sebelumnya dia sering merepotkan Arunika dalam beberapa hal.
Sesekali Nio menyingkirkan puing yang menumpuk.
Di area dekat gerbang sekolah ia tak menemukan Arunika. Nio berjalan ke kantor guru yang terletak terpisah dengan gedung ruang kelas.
Di dekat kantor guru terdapat parkiran kendaraan milik guru dan karyawan sekolah.
Kedua tempat itu sama-sama dalam keadaan yang hancur.
“Padahal itu mahal banget,” gumam Nio saat melihat sepeda motor milik guru tertimbun puing bangunan parkiran. Itu merupakan sepeda motor dengan model supermoto yang sangat diimpikan Nio.
Nio tidak melupakan tujuannya, dia terus berjalan dengan hati-hati agar tidak terjatuh.
Seharusnya didepan kantor guru ada sebuah pohon mangga yang cukup besar.
Pohon itu masih berdiri meski dengan dahan yang patah dan buah mangga yang masih muda berjatuhan.
Didekat pohon mangga ada seseorang dengan seragam guru tertutup debu tergeletak.
Itu adalah guru perempuan dengan rambut hitam panjang yang lurus, mirip ciri-ciri Arunika.
Nio segera mendekati tubuh itu berharap itu memang kakaknya.
Sebelum Nio mendekat, orang itu terlihat sedikit bergerak.
Nio menghentikan langkahnya dan melihat lebih lanjut apa memang orang itu benar-benar masih bergerak.
Dengan sedikit kesusahan orang itu berusaha duduk.
Nio masih menunggu orang itu terduduk dan menoleh kearahnya.
Beberapa menit kemudian orang itu berhasil terduduk sambil memegangi kepalanya yang sedikit terluka.
**
“Apa maksudmu dengan ada kapal yang keluar dari benda itu?” kata prajurit yang memiliki pangkat paling tinggi diruangan ini.
Ini merupakan ruang kecil untuk mengendalikan pesawat tanpa awak yang dikirim untuk memeriksa spiral ungu raksasa yang berada di selat Karimata.
Tempat ini merupakan tempat yang sedikit mengalami kerusakan setelah terjadi ledakan gelumbang kejut.
“Saya tidak tahu ini benar atau tidak, tapi ada banyak kapal yang terus keluar dari spiral itu,” balas seorang prajurit yang mengendalikan pesawat tanpa awak tersebut.
Enam orang yang berada diruangan ini merasa tidak percaya dengan apa yang dilihat meski itu nyata dan tanpa rekayasa pihak manapun.
Prajurit yang berpangkat paling tinggi mengeluarkan keringat dingin dari dahinya.
“Bagaimana caraku melapor nanti?” batinnya.
**
Disebuah kapal milik pasukan dunia lain, seseorang menaiki tiang layar di kapal yang paling besar yang keluar dari spiral di selat Karimata.
Belum pasti Jumlah dari kapal yang keluar adari spiral itu, namun terlihat jumlahnya ada sekitar ratusan kapal.
Dari senjata meriam yang ada di kapal itu, dapat dipastikan jika kapal-kapal ini adalah kapal perang.
“Mari kita kuasai dunia baru ini dan beri kerajaan kita kumuliaan!” teriak orang yang terlihat berpangkat paling tinggi.
Suaranya terdengar sangat keras meski tanpa alat pengeras suara.
Semua prajurit di atas kapal bersorak dan meneriakkan kata-kata yang bernada seperti nyanyian dengan bahasa yang sangat asing.
Di tempat laint spiral ungu ini muncul diseluruh dunia mulai muncul ribuan orang dan senjata khas zaman kerajaan seperti; meriam, ketapel raksasa dan lainnya.
Orang-orang itu merupakan prajurti dunia lain dengan jumlah sangat banyak. lebih banyak dari gabungan jumlah prajurti yang dimiliki negara-negara benua Asia.
Mereka keluar seperti semut yang berbaris dengan jumlah yang sangat sulit diperkirakan.
Prajurti dunia lain yang muncul diseluruh dunia mengenakan seragam yang sama dengan membawa bendera kerajaan mereka.
Setelah dirasa jumlah mereka sudah sesuai, para prajurit ini berbaris didekat sipral ungu tempat mereka muncul.
Dari cara berbaris hingga peralatan yang digunakan mereka benar-benar seperti manusia zaman kerajaan.
Seluruh orang di dunia merasa cemas dengan kemunculan mereka. Namun tidak sedikit juga menganggapnya seperti pertunjukan film.
Tentu saja semua militer dunia bersiaga dengan kemunculan mereka.
Di masing masing pasukan yang muncul dari spiral ungu terdapat satu orang yang mulai menempelkan ujung terompet tanduk di bibir mereka.
Entah bagaimana bisa mereka membunyikan terompet dengan bersamaan walau zona waktu di dunia berbeda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!