23 Januari 2321, pukul 12.25 WIB.
**
Seluruh orang di kota bawah tanah Kota Karanganyar tidak ada yang tidak panik. Lapisan pelindung tambahan didalam kota bawah tanah mulai terpasang setelah seluruh prajurit keluar dari kota bawah tanah.
Hanya 2 kompi saja yang akan menghadapi pasukan penunggang naga, yakni Kompi 32 dan Kompi 406.
Nio sudah berada di Regu 2 dan mengambil alih pimpinan dari Herlina.
“Sial. Apa aku akan mati sekarang?” batin Nio sambil membenarkan posisi helm yang ia kenakan.
Ini adalah pertempuran pertama Nio dan seluruh Tentara Pelajar di kota bawah tanah Kota Karanganyar.
Tidak ada yang baik-baik saja dengan perasaan masing-masing prajurit karena akan menghadapi makhluk ‘mitologi’.
Yang ada di bayangan adalah cara mati dan hal yang terjadi kedepannya.
**
Setelah gerbang masuk ke kota bawah tanah terkunci, sebuah kendaraan pengangkut senjata dan lima kendaraan lapis baja dikerahkan.
Kendaraan lapis baja dibekali senjata peluru kendali anti-tank. Namun di kendaraan pengangkut senjata masih ada senjata anti tank lainnya.
Masing masing Kapten memimpin kompi masing-masing, Herlina memimpin Kompi 406 dan Surya memimpin Kompi 32.
Meski Surya sudah mengalahkan pasukan yang sulit ditembus pakaian tempurnya, namun yang ia hadapi kali ini bukanlah manusia.
“Mereka jelek sekali,” gumam Nio yang melihat naga mulai mendarat di 3 km didepan barisan.
Naga yang paling besar berada di paling depan dari naga-naga lainnya. Satu naga itu cukup membuat hati seluruh prajurit bergetar.
Ditambah mereka harus bertempur didekat tempat tinggal penduduk. Bisa saja serangan kedua pasukan malah menghancurkan rumah warga beserta penghuninya.
**
Di Pusat Penelitian Militer, seluruh siswa pelatihan mendengarkan penjelasan seseorang yang terlihat sangat ahli di bidang ini. salah satu orang itu adalah Nio.
“Sisik naga yang saya pegang tebal nya setebal kulit tank dan sangat sulit ditembus peluru biasa,” jelas orang itu sambil menunjukkan sebuah benda berwarna ungu mengkilap.
Itu adalah sisik naga yang berhasil dibunuh dengan susah payahnya oleh AU. Namun satu ekor naga memuat banyak informasi yang sangat diperlukan untuk mengembangkan senjata.
Satu sisik naga panjangnya sekitar 5 cm dan setebal 1 cm. Sisik-sisik tersebut menutupi hampir seluruh tubuh luar naga.
Bisa dikatakan naga-naga dari dunia lain ini adalah ‘tank terbang’. Dan itu cukup membuat seluruh prajurit yang menghadapinya lebih memilih kabur.
Orang itu melanjutkan penjelasannya, “Selain itu naga-naga itu juga dapat menyemburkan api dengan temperatur tinggi. Kami belum mengetahui suhu terpanas yang dapat dikeluarkan naga-naga itu, tapi yang pasti api yang dikeluarkan dapat menghancurkan tank.”
Seluruh orang di ruangan ini merasa tak percaya dengan yang dimiliki naga-naga itu. Terutama Nio yang mengeluarkan banyak keringat dari dahinya karena panasnya ruangan ini dan penjelasan yang singkat namun mampu membuat hati kacau meski belum pernah berhadapan dengan naga.
“Baiklah, apa ada yang ingin bertanya?” tanya orang itu.
Seluruh orang hanya saling tatap dan sebagian lagi memikirkan pertanyaan yang ingin ditanyakan.
Seseorang mengangkat tangannya dan bertanya, “Bagaimana cara naga itu mengeluarkan api?”
Orang itu membuka buku catatannya dan berhenti pada satu halaman.
Dia berkata, “Kami menemukan satu organ di leher naga. Organ tersebut dilapisi dengan sesuatu yang sangat keras sehingga kami belum bisa mengetahui ada apa didalamnya. Namun kami mengira jika organ itu penyebab naga bisa menyemburkan api.”
Prajurit yang bertanya terlihat puas dengan jawaban yang ia terima.
Sesaat kemudian tidak ada orang yang bertanya lagi karena pertanyaan seluruh orang yang belum sempat bertanya sudah terjawab.
“Apa peluru kaliber 7,62 x 51 mm bisa menembus sisik naga yang katanya setebal kulit tank itu?” tanya seseorang.
Seluruh orang melihat pada satu orang, yaitu Nio. Rio dan Jo yang berada di ruangan ini terkejut dengan Nio yang menggunakan hak bertanya nya. Mereka masih berpikir jika Nio adalah orang yang malas bertanya dan bersikap masa bodoh.
“Saya pikir itu belum cukup. Apa lagi jenis peluru itu hanya membuat penyok kulit tank,” jawab orang itu.
**
“Jumlah mereka diperkirakan sekitar 30 ekor naga dan 2 prajurit menunggang masing-masing naga,” kata seorang prajurit yang mengendalikan sebuah pesawat tanpa awak diatas kendaraan pengangkut senjata.
Kamera yang terpasang pada pesawat tanpa awak mengirim rekaman di sebuah monitor yang memperlihatkan kadal terbang yang masing-masing dikendalikan satu orang prajurit dan satu pelindung.
Pasukan naga itu berbaris dengan berantakan. Namun bukan itu hal pentingnya.
“Bagaimana mengalahkan naga-naga itu?” gumam Surya sambil menggigit ujung kuku jempolnya.
Tidak ada strategi yang terpikirkan pada masing-masing komandan Kompi dan Regu. Karena tidak ada yang terpikirkan tentang serangan balasan ini. Bahkan pasukan pengintai sekalipun.
Nio memasangkan bayonet pada ujung senapannya dan setelah itu dia menatap datar kearah pasukan penunggang naga yang ada di hadapannya.
“Para Kapten itu, mereka santai sekali,” gumam Nio sambil melihat 6 kendaraan lapis baja yang terparkir di belakang barisan sebagai ‘serangan pendukung’.
Dia melihat ke arah barisan Regu nya yang seluruh prajuritnya terlihat sangat gelisah.
“Sial!” umpat Surya.
Surya mencoba menghubungi Pangkalan Udara terdekat untuk meminta bantuan. Namun mereka bahkan tidak bisa mengirimkan satu helikopter tempur saja karena seluruh skuadron dikirimkan ke selat Bali untuk melawan Angkatan Laut pasukan dunia lain yang hampir mendekat ke Pulau Jawa.
“Kenapa?” tanya Herlina yang melihat Surya berkali-kali mengumpat. Surya menjawab, “Kita tidak akan mendapatkan bantuan udara.”
Tentu saja Herlina juga terkejut tapi sesaat kemudian dia kembali terlihat tenang.
Terlihat Rio meninggalkan Regu nya dan mendekati Nio, begitu juga dengan Jo.
“Hei Nio, apa kau ingat dengan pertanyaan mu dulu?” tanya Rio.
“Tentu saja,” jawab Nio dengan ekspresi datarnya.
Mereka berdua merasa pernah melihat Nio dengan ekspresi seperti itu.
“Bakalan ada kejutan nih,” batin Jo.
“Hey, Komandan Regu 4. Kembalilah ke tempat mu!” perintah seseorang dari kompi 32.
Rio terkejut dan segera berlari kembali memimpin regunya. Jo juga kembali ke barisannya seperti semula.
Jumlah gabungan kedua Kompi sebanyak 346 pasukan. Kompi 406 berjumlah 156 prajurit dan Kompi 32 berjumlah 190 prajurit.
Jumlah prajurit TNI memang lebih banyak dari musuh, namun musuh memiliki 30 ekor naga.
Nio mengingat-ingat pertanyaan yang pernah dulu ia lontarkan.
Kemudian dia meninggalkan Regunya tanpa menghiraukan anggotanya yang memanggil namanya untuk terus berada di barisannya.
Nio menuju ke Kaptennya berada, yaitu Herlina. Disitu juga ada Surya yang terlihat semakin gelisah sambil menggigit kuku jempolnya.
Herlina dan Surya tentu saja terkejut melihat Nio yang tiba-tiba muncul.
“Herlina, aku punya usulan,” ucap Nio.
“Kenapa kau tidak di barisan mu, cepat kembali !” perintah Surya. Nio dengan tenangnya menjawab. “Memangnya kau Komandanku apa?”
Herlina terkejut dengan perkataan Nio yang membuat Surya terlihat kesal.
“Me-memangnya kau punya usulan apa?” tanya Herlina dengan gugup setelah mendengar jawaban Nio terhadap perintah Surya.
Nio menatap Surya terlebih dulu sebelum membisikkan sesuatu pada Herlina.
“Apa sih?” gumam Surya yang semakin kesal terhadap Nio.
**
Karena peluru kendali anti-tank sangat terbatas dan langsung habis setelah mengenai naga. Tapi itu jika serangan peluru kendali dapat mengenai naga yang dapat terbang dan membakar besi dengan mudah.
Meski kemungkinan menang jika menggunakan senjata ini sangat besar, namun bukan berarti peluru kendali yang ditembakkan akan mengenai sasaran yang dapat terbang.
Bisa saja peluru kendali hampir mengenai naga, namun naga itu segera menyemburkan apinya yang dapat membakar besi dengan mudah.
Mungkin saja prajurit yang ada disini tidak mengikuti ‘seminar’ itu, jadi mereka tidak tahu apa-apa mengenai naga itu kecuali tampang seramnya.
“Jadi kau sampai memikirkan kemungkinan terburuknya di waktu sesingkat ini ya?” tanya Herlina pada Nio dengan nada kagum setelah Nio menyampaikan usulan beserta penjelasan diatasnya itu.
“Tentu saja, jadi menggunakan senapan runduk berkaliber 12,7 x 99 mm jika memilikinya,” jelas lagi Nio.
“Tentu saja kita punya, tapi hanya beberapa orang saja yang bisa menggunakannya lho?” kata Herlina.
“Setidaknya ada 5 orang yang bisa menggunakan senapan runduk, paling tidak yang bertipe SPR-2,” ucap Nio dengan nada tidak sabar karena musuh hampir siap untuk melakukan serangan.
Naga-naga mulai membakar yang ada dihadapannya. Mulai dari pohon gedung dan mobil-mobil yang terparkir berubah menjadi kobaran api.
Para penduduk yang masih sayang nyawa berlari menjauhi kota yang hampir menjadi medan tempur ini. Sebaliknya, beberapa warga laki-laki melawan naga dengan senapan angin yang mereka miliki.
Tentu saja akibatnya sudah terlihat, mereka berubah menjadi abu karena terbakar semburan api naga. Abu tersebut berterbangan akibat naga yang mengepakkan sayapnya sedikit. Beberapa penduduk laki-laki lain yang melihat kejadian itu langsung berlari berusaha menyelamatkan diri.
Namun nasib mereka tak jauh berbeda dengan penduduk yang mati menjadi abu tadi. Setidaknya mereka tidak mati menjadi abu, tapi tewas ditangan prajurit lain yang mengejar mereka.
Jasad mereka tergeletak begitu saja di jalanan dan terinjak-injak kaki naga yang besar dan tentunya berat.
Pasukan Penunggang Naga ini hampir tiba di tempat para prajurit ini berbaris. Getaran karena langkah kaki naga mulai terasa dan menggetarkan hati setiap prajurit yang belum siap mati itu.
Nio sudah mendapatkan 5 orang yang bisa menjadi penembak jitu.
“Kenapa kau tidak ikut mereka?” tanya Herlina yang mempertanyakan Nio tidak ikut menjadi penembak jitu.
“Ya, gimana ya?. Memangnya atasan memperhatikan potensi setiap prajurit?. Bukannya mereka hanya memperhatikan beberapa prajurit yang mereka rasa mempunyai potensi tertentu?” jawab Nio dengan tersenyum miring.
Herlina juga tersenyum miring seakan sependapat dengan Nio. Surya yang masih berdiri di dekat mereka setelah memerintahkan anggotanya yang menjadi penembak jitu berkumpul terkejut dengan perkataan Nio.
“Entah apa jadinya kau kalau atasan mendengar perkataan mu itu Nio,” batin Surya.
Dia kemudian memimpin Kompinya yang berkurang 2 orang karena berada di Regu Penembak Jitu yang diinginkan Nio.
Tania juga termasuk kedalam Regu berjumlah 5 orang ini.
Nio tersenyum heran karena adanya perempuan pendek itu. Tania terlihat memeriksa kesiapan senapan runduknya.
“Aku sudah siap kau perintahkan Nio,” ucap Tania yang membuat Nio terkejut.
“Tidak-tidak. Tania, bukannya kau mempunyai pangkat yang lebih tinggi dariku?” tanya Nio.
“Apa itu penting?” tanya balik Tania dengan wajah datarnya.
Nio menjawabnya dengan senyuman dan mengajak 5 orang tersebut ke truk pengangkut senjata.
Disana ada 5 senapan runduk bertipe SPR-2. Meski itu senapan yang sudah tua, namun kemampuannya masih sehebat senapan runduk saat ini.
Nio membuka kotak khusus yang didalamnya berisi beberapa magasin untuk senapan runduk. Dimana masing-masing magasin berisi 5 butir peluru dengan kaliber 12,7 x 99 mm.
“Masing-masing dari kalian bawa satu senapan dan 3 magasin!” perintah Nio.
Semua menjawab dengan anggukan dan dengan sigap mengambil senapan runduk dan magasin nya.
**
Ini benar-benar pertempuran di tengah kota yang merupakan pusat Kota Karanganyar.
Pasukan berbaris di jalan raya yang sudah mengelupas. Dihadapannya ada naga yang berjalan dan terbang.
Nio memerintahkan penembak jitu untuk menempati posisi masing-masing.
Pasukan berbaris di belakang Regu Penembak Jitu.
Pasukan penunggang kuda memasuki jarak efektif untuk menembak bagi penembak jitu.
“Tania, kau bisa melakukan tembakan percobaan?” tanya Nio.
“Baiklah,” jawab Tania sambil menyiapkan satu peluru yang siap ditembakkan.
Tania membidik ke salah satu naga yang berjalan. Dia menembakkan satu peluru, suara dari tembakkan itu mengejutkan Nio dan Regu Penembak Jitu lainnya.
“Bagaimana?” tanya Nio yang penasaran dengan efek tembakkan yang dilepaskan Tania.
“Boleh juga, naga itu terlihat kesakitan,” jawab Tania sambil mengacungkan jempolnya.
Semua prajurit terlihat kagum dengan efek yang ditimbulkan dari peluru kaliber 12,7 x 99 mm. Peluru itu menembus sisik naga yang tebal dan melukainya.
Tembakkan yang Tania bidik adalah bagian dada Naga. Namun naga itu terlihat masih bisa berjalan meski terlihat memberontak. Pengendali naga tersebut berusaha menenangkan kembali naganya.
Namun ada masalah lain yang dikhawatirkan Nio.
“Apa kau bisa menembak yang terbang itu?“ tanya Nio.
“Oke, akan kucoba,” jawab Tania sambil menyiapkan tembakkan selanjutnya.
Nio menutup telinganya saat Tania akan menembakkan satu peluru lagi yang menyasar salah satu dari 5 naga yang terbang.
“Ah, aku meleset,” ucap Tania dengan tenangnya.
“Sudah kuduga,” kata Nio.
Nio memerintahkan Regu Penembak jitu yang lain untuk menyerang dengan berkata, “Lakukan serangan lanjutan dengan membidik matanya!”
Seluruh Penembak Jitu menyiapkan peluru yang akan ditembakkan dan membidik mata naga yang berjalan semakin mendekat.
Lima tembakkan dilepaskan dengan bersamaan meski tanpa aba-aba.
“Menakjubkan,” kata salah satu Penembak Jitu.
“Bagaimana?” tanya Nio yang ingin mengetahui hasilnya jika menembak bagian mata naga.
Nio melihat dari teropong senapan runduk efek yang ditimbulkan jika menembak bagian mata naga.
Lima naga yang terkena serangan di bagian matanya tersungkur di jalan aspal dan terlihat memberontak. Beberapa saat kemudian naga-naga itu tidak bergerak lain.
Hal itu cukup membuat komandan musuh kesal dan memerintahkan seluruh naga untuk terbang.
“Sial, kukira mereka tidak bisa membunuh naga-naga ini,” ucapnya dengan geram.
Seluruh prajurit terlihat terkejut saat seluruh naga yang tersisa terbang dan mendekat dengan cepat.
Mereka semua terlihat ingin melarikan diri, namun sanksi jika benar-benar melakukan hal itu menanti.
Nio segera memerintahkan Regu Penembak Jitu untuk mundur. Senapan runduk yang mereka bawa memang cukup berat, itu sebabnya mereka berlari sedikit lambat.
Nio dan Regu Penembak Jitu kembali ke Pasukan Utama yang menanti hasilnya.
Surya yang melihat Nio bersama Regu Penembak Jitu bergerak mundur, dia memerintahkan untuk melakukan serangan dengan peluru kendali anti-tank.
Terlihat prajurit musuh yang berada di pengendali naga melompat dan berlari ke arah Pasukan Utama.
Mereka berjumlah 30 orang, namun kekuatan mereka tidak ada yang mengetahuinya.
Nio melihat Tania yang tertinggal cukup jauh karena berlari membawa senapan runduk yang berat. Dia kembali berlari ke arah Tania dan membantunya membawa senapan runduknya.
Namun prajurit musuh sudah sangat dekat dengan mereka. Nio melemparkan senapan runduk dan berkata, “Lari Tania!.”
Tania merasa bersalah meninggalkan Nio yang menahan serangan salah satu prajurit musuh. Namun dia tidak ada pilihan lain.
Tania berlari mengambil lagi senapan runduknya dan memasuki sebuah ruko.
sementara itu Nio masih menahan pedang prajurit musuh dengan senapannya. Dia tidak sempat menyiapkan pedangnya.
Hal itu membuat senapan Nio hampir terbelah. Tapi tidak ada pilihan lain.
“Pasti kena marah nih,” batin Nio di tengah-tengah pertarungannya.
Namun 2 prajurit musuh mendekat ke Nio dengan tujuan membantu rekannya untuk ‘menghabisi’ Nio.
Nio segera menyingkir dengan mendorong sekuat tenaga prajurit yang memakai baju perang berat tersebut.
“Berat banget sih?” keluh Nio.
Dia segera berlari ke arah jalan lain yang bukan Pasukan Utama berada.
“Nio kemana? Kenapa dia belum kembali?” gumam Herlina dengan cemas.
Dia melihat Regu Penembak Jitu yang kembali tanpa Nio dan Tania.
Nio terlihat berlari dari kejaran 4 prajurit musuh yang masih tidak menyerah mengejarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
mungkin di sisi lain dunia sudah tahu cara si Nio itu. tapi karena itu zaman perang, sehingga berkomunikasi dengan bangsa lain sangatlah susah
2022-01-02
1
Aii
ini ceritanya beda demensi atau beda planet apa gimana?
2021-09-14
1
Fahrizal
mampir untuk nerusin baca novel ini
2021-02-10
4