Jalan Pulang
Deritan rel beradu dengan roda besi begitu menyayat hati. Deritannya seakan menceritakan kelelahannya menempuh perjalan jauh menuju ke kota pelajar. Seolah membutuhkan sebuah pijatan keurat-urat yang mulai berkarat atau hanya sekedar membutuhkan teman untuk curhat. Namun hanya tumbuhan perdu liar disamping rel yang mampu memahami ini, ia akan melambai-lambai ketika kereta datang dengan cepatnya. Sementara krikil-krikil tajam hanya diam membisu memperhatikan kelakuan antara perdu dan kereta ini. bukan bermaksud cuek, ia hanya sedang menahan panasnya sengatan matahari siang ini. sungguh terik nian jogja akhir-akhir ini, panasnya menyengat menembus pori-pori...
Di dalam sebuah rumah kontrakan, tidak jauh dari rel kereta api, beberapa mahasiswa baru pulang dari kampusnya, atau lebih tepatnya merehatkan badan untuk menunggu mata kuliah selanjutnya. Hazri duduk di depan pintu, kedua kakinya diselonjorkan di samping sepatu yang lain. Tas tergeletak disampingnya yang nampak ringan, ya memang tas itu hanya berisi satu buku dan satu pena, tak sesuai dengan volume tas yang besar. Dari sela asap rokok, dia mengamati Sodik yang sedang semangatnya bercerita dengan nada kesal tentang anggota baru organisasinya.
“Goblok! benar mereka, otaknya pada dungu macam keledai.!” Cerocos Sodik menggelegar. “Kalau generasi penerus kayak mereka semua, bubarlah ini organisasi !”
Buk!kaki kanan Sodik menendang helm yang berada disampingnya. Menggelinding dan copotlah kaca helm itu, dasar helm KW yang kualitasnya memang dipertanyakan. Helm itu kebetulan milik anggota yang baru. Yang punya hanya diam, walau diam si punya helm kelihatan kesal kepada Sodik. Tapi apa boleh buat nyali yang berbicara.
“Kampret! Kalau nanti mereka masih tidak becus, lihat saja nanti!” bentakan Sodik makin tinggi, marah betul kayaknya dia. Kini kaki kirinya siap menendang helm yang tadi menggelinding. Namun dengan cekatan yang punya langsung mengambil dan menggelindingkan helmnya kesalah satu ruangan kamar. Sodik menatap tajam yang punya helm. “Kasihan helmnya, Bang,..Hehehe”. Sodik hanya mendengus kesal. Sebatang rokok disulut, lalu diisap dalam-dalam untuk menurunkan emosinya.
Hazri masih diam, tenang sekali dia. Asap rokoknya pun ikutan tenang keluar dari mulut dan hidungnya. Berbeda dengan Sodik yang sudah menyulut rokok keduanya, seperti orang lapar saja dia, asap rokoknya sambung menyambung macam kereta api tempo dulu.
“Anak baru perlu ditraning lagi bang, biar nggak pada goblok.” Pentolan organisasi itu berujar sambil mengeluarkan rokok yang ketiga dari bungkusnya.
“Diikk...Sodik...., kapan berubahnya kau ini? Dari zaman Junaeidi sampai sekarang sama saja. Menggerutu, ngedumel, ngomel...” Hazri geleng-geleng.
Sodik terpaksa nyengir. “Mau gimana lagi bang, anak-anak baru itu aneh semua. Nyombongin organisasi, giliran suruh tampil pada melempem semua.”
“Ah, biangnya lebih aneh lagi..” timpal Hazri. “Tapi kalau kau mau istirahat nggak mikirin mereka besok bisa aku ganti dengan yang lain, mau?”
“Janganlah, Bang. Masih sanggup nih pikiran dan batin untuk menghadapi mereka, Hehehe....”
Mereka pun tertawa ringan, termasuk yang punya helm korban tendangan Sodik.
“Panas bener nih Jogja...” kata Sambil mengibas-ngibaskan kemejanya.
“Enaknya ngapain ya?” pancing Hazri kemudian.
“Mabuk, hehehe..,” Sodik cengengesan.
“Siang-siang gini?”
Sodik mengangguk cepat sambil terus cengengesan.
“Nanti kuliah bau alkohol loh.”
“Halah, mau bau alkohol, bau parfum nggak ngaruh sama dosennya. Mana berani mereka sama kita, Bang.”
Hazri tersenyum.
“Ya sudah..., Sono mabuk, ambil nih uang. Ajak anak baru. Kasihan mereka yang cari modal. Anggap saja sebagai ucapan selamat datang!”
Wajah Sodik terlihat sumringah. “Sekarang, Bang?” dia bertanya sambil mengambil uang yang diberikan Ha’zri.
“Tahun depan...
“Laksanakan, Bang... Hehehe”
Sodik segera mengarahkan pandangannya mencari Najib si pemilik helm.
Soal mabuk, Sodik dan anak buahnya memang paling semangat diantara anak buah Hazri lainnya dalam organisasi Kopen. Dimana pun, dan kapan pun, asal ada kesempatan....bakalan jadi. Kalau bisa, maunya mabuk terus mereka.
“Jib...Najib sini cepet.” Panggil Sodik dengan nada tinggi
Hazri hanya geleng-geleng kepala. Itulah Sodik, salah satu ketua wilayah Kopen yang tidak punya bakat sunyi. Urat lehernya ngegas terus.
“Kemana tuh anak, Jib...Najib” panggil Sodik sekali lagi.
Najib bergegas menghampiri Sodik yang hendak berdiri mencarinya . Sambil memasang jaketnya, dia berlari lari kecil. “Sebentar bang,....sebentar,” serunya tersendat-sendat.
“Sorry bang, tadi siap-siap mau ke kampus...” jawab Najib sambil menarik resleting jaketnya. Sreet!... berhasil.
“Jam berapa ini kau mau ke kampus, lawong mata kuliahnya masih setengah jam lagi..?” bentak Sodik. “Cari ayam kampus nih anak”
Najib meringis menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. “Ada apa sih, Bang ?”
“Apa...apaan lagi.., Cari minum...!.” Sodik menyodorkan uang ke Najib.
Mendengar kata minum, wajah Najib langsung sumringah. Lalu cekikikan sendiri tanpa sebab yang jelas. Melihat ini, Sodik terpaksa ikut terkekeh. Bagaimana tidak? Diamnya saja wajah nih anak saja sudah buat ketawa, apalagi saat terkekeh seperti ini.
“Vodka buat, Bang Hazri, lainnya biasa, yang penting dingin dan menyegarkan.”
Setelah menerima uang dan penjelasan dari Sodik, Najib belum beranjak.
“Hee...nunggu apa lagi!.” Bentak Sodik.
“Sekarang bang?” Nampak Najib masih bingung.
“Tahun depan...Ya sekarang lah,,,” Sodik pura-pura marah.
Dengan cekatan Najib berlari mengambil sandal menuju salah satu warung dipojok jalan. Sangking paniknya dia tidak sadar kalau sandal yang dia pakek tidak sama. Hazri tersenyum lebar melihat kedau anggotanya ini, sementara Sodik terus terpingkal-pingkal.
Pada akhirnya, acara mabuk itu pun terlaksana. Dari tempat ia duduk, Hazri mengamati Sodik dan anak buah lainnya yang sedang teler siang bolong. Anak baru pun ada disana setelah mendapat SMS dari ketua wilayahnya itu. Sebenarnya ada 8 orang lagi yang tinggal dikontrakan ini, namun kayaknya mereka masih ada urusan di kampus sehingga mengurungkan niat untuk rehat di kontrakan yang mereka sewa ini.
Hazri tersenyum melihat keakraban Sodik dan anak buahnya. Meskipun jabatan mereka berbeda, namun saat acara mabuk seperti ini, hilang strata sosial itu. Ditatapnya lekat beberapa pemuda anggota baru itu, kira-kira seperti itulah dia dulu waktu pertama datang ke Jogja untuk belajar. Empat tahun yang lalu.
Lamat-lamat pikirannya menerawang ke masa-masa itu...
Sekedar info
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
like
favorit
👍❤
2024-03-13
0
Rara Dapoer Snacks
penggemar setiamu... aq baca lagi karena sangat sukaaa... 😍😍 dari kota kediri
2021-11-02
1
eka aini
keren bahasana, semangat kak
2021-07-31
1