Pengantin Pengganti
Matahari tengah menyapa di waktu yang masih pagi pada jam delapan waktu setempat. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tujuh jam. Kinara dan para penumpang lainnya sampai di Bandar Udara Internasional Incheon, Korea Selatan.
Bukan tanpa alasan Kinara mendaratkan kakinya di negeri Ginseng itu. Kinara mempunyai alasan yang sangat penting. Ia menuju ke tempat pengambilan bagasi untuk mengambil kopernya.
Dibanding koper dengan orang lain. Koper Kinara lebih kecil karena memang ia tak membawa barang terlalu banyak.
Kinara langsung membuka kopernya untuk mengambil sebuah buku kecil. Ia segera membukanya dan langsung terhenti pada halaman yang tertulis sebuah alamat.
“Ibu, doakan aku.”
Kinara langsung menutup kopernya dan bergegas untuk meninggalkan bandara. Ia memilih untuk menggunakan alat transportasi umum, yaitu taksi.
“Permisi, apakah anda mengetahui alamat ini?”
Kinara langsung menyodorkan buku catatannya. Butuh beberapa menit sebelum sopir mengangguk dan mempersilahkan Kinara untuk segera masuk. Kinara langsung tersenyum dan segera membuka pintu mobil.
Di sepanjang perjalanan menuju ke suatu tempat, Kinara hanya terdiam sambil menikmati perjalanannya.
Ada rasa campur aduk yang menggerogoti hatinya. Pikirannya menerawang memikirkan sesuatu. Ada rasa berkecamuk antara rasa sedih, senang, dan takut.
Banyak hal yang terbesit di kepalanya, tentang apa yang terjadi padanya nanti. Semakin Kinara memikirkannya semakin resah hatinya. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya. Mengusir pikiran-pikiran yang terlalu mengecilkan nyalinya.
“Nona...nona...”
Kinara langsung terkesiap pada lamunannya, “Ya?”
“Kita sudah sampai.”
Kinara melihat ke arah jendela dan sebuah rumah yang megah dan juga besar menubruk netra matanya. Kinara langsung keluar dari taksi setelah membayar. Tak lupa memberikan ucapan terima kasih sambil membungkukkan tubuhnya untuk kesopanan.
Setelah taksi pergi, Kinara membalikkan tubuhnya dan matanya menelisik rumah besar itu. Sudah sejak lama ia tak menginjakkan kakinya. Ternyata rumah itu, benar-benar berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.
Kinara mengambil oksigen dengan rakus sebelum menekan bel rumah itu. Beberapa kali Kinara menekan bel rumah namun tak ada jawaban dari seberang. Kinara hampir saja menyerah, saat ia akan berbalik sebuah mobil tengah menuju ke arahnya.
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depannya. Ia mengamatinya dengan diam, hingga sosok perempuan parubaya keluar dari sana. Kinara mengenal sosok itu.
“Siapa kamu?” tanya sosok perempuan parubaya itu. Matanya jelas memberikan tatapan permusuhan.
Kinara beberapa kali mengerjapkan matanya dan tersenyum tipis sebelum menjawab, “Halo tante, apakah tante melupakanku. Aku Kinara”
Dua kalimat di akhir yang Kinara ucapkan sukses membuat perempuan parubaya itu terkejut. Jelas ia terlihat sangat tak percaya. Bagaimana bisa gadis yang beberapa tahun lalu ia usir kini berada di depannya?
“Untuk apa kamu datang ke sini?”
Suaranya yang bermusuhan jelas sekali tak mengharapkan Kinara untuk berkunjung.
“Aku di sini untuk menemui ayah. Ibuku sedang sakit parah dan harapan terakhirnya untuk menemui ayah.”
Ketika perempuan parubaya itu mendengar ucapan Kinara, ia mengerutkan keningnya. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.
“Bermimpi saja! Kamu pasti hanya ingin uang dari suamiku. Menjadikan alasan ibumu yang sakit demi uang. Apakah aku bodoh dan percaya padamu? Kamu dan ibumu sama saja. Menjijikkan!”
“Aku tidak berbohong! Aku tidak akan meminta uang dari ayah, aku hanya ingin menemuinya dan berbicara dengannya.”
Perempuan parubaya itu sungguh ingin menyingkirkan Kinara dari hadapannya. Ia dengan marah mengeluarkan beberapa lembar uang won dan melemparkannya pada tubuh Kinara.
“Pergi dari sini dan jangan kembali.”
Kinara terkejut dengan sikapnya. Beberapa tahun telah berlalu namun sikap dari ibu tirinya masih tak berubah. Ya, perempuan itu adalah ibu tirinya yang bernama Yun Shishi. Sejak dulu, ibu tirinya membencinya.
Yun Shishi langsung pergi meninggalkannya dengan angkuh dan sombong sementara Kinara masih di tempatnya dengan keadaan linglung. Tanpa sadar ia mengeluarkan air matanya menatap uang yang masih berserakan di tanah.
“Kamu harus kuat demi ibu. Abaikan saja dia,” gumamnya menyemangati hatinya yang sudah sakit.
Kinara tak beranjak dari rumah besar itu. Ia malah duduk di sana sambil menunggu sebuah keajaiban. Berharap bahwa ayahnya segera menemuinya.
Setelah beberapa lamanya menunggu, tak ada tanda-tanda sosok orang lain akan keluar dari pagar itu. Kinara menatap langit yang berangsur-angsur gelap karena awan mendung yang tiba-tiba datang tanpa diundang.
Kinara memandang langit itu dengan tatapan kosong sebelum ia tertawa pahit dengan tak berdaya.
“Haruskah aku menyerah saat ini?”
.........
Di dalam rumah, Yun Shishi terus menggerutu. Emosinya seakan terpancing keluar karena keberadaan orang yang paling dibencinya.
Seorang gadis yang terbaring di ranjangnya tak bisa kembali tidur akibat suara yang ditimbulkan oleh ibunya.
“Ibu, apa yang membuatmu jengkel seperti itu?”
Yun Shishi menunduk dan melihat putrinya, “Winter...”
“Apa?”
“Gadis itu kembali lagi.”
Winter mengerutkan keningnya karena bingung, “Gadis siapa? Aku tidak mengerti maksud ibu.”
“Siapa lagi kalau bukan Kinara.”
Begitu suara Yun Shishi terdengar, raut wajah Winter berubah. Kedua tangannya tiba-tiba menjadi kaku. Tangannya yang memegang ujung selimutnya tanpa sadar mengencang kuat.
Yun Shishi yang melihat perubahan emosi putrinya langsung merasakan bahwa ada tekanan emosi dan kesuraman muncul dari punggungnya.
“Winter, apa kamu baik-baik saja?”
“Apa alasan dia datang ke sini?”
“Dia bilang ingin bertemu ayahmu. Ibunya sedang sekarat dan satu-satunya harapannya adalah bertemu dengan ayahmu.”
Tiba-tiba sindiran dan ejekan keluar dari mulut Winter.
“Ibu tidak mengatakan yang sebenarnya?”
“Haruskah kita mengatakannya.”
“Tidak ada keuntungan juga kita menyembunyikannya.”
“Ya, kamu benar.”
.........
Kinara masih duduk terdiam di tempatnya untuk waktu yang lama. Begitu lama sehingga ia merasakan kakinya mati rasa.
Kinara menarik napas dan perlahan bangkit. Sekali lagi ia melihat rumah besar itu dan mendesah.
“Aku akan mencari tempat untuk tinggal sementara dan aku akan kembali nanti,” ucap Kinara dan berbalik.
Baru saja ia melangkah beberapa langkah. Suara pintu gerbang yang terbuka membuatnya kembali membalikkan badan.
Kinara mengerjapkan matanya saat melihat sebuah pelayan rumah tangga di depannya.
“Apakah kamu Kinara Kim?”
“Ya.”
“Kamu ingin bertemu dengan Tuan Kim.”
“Ya, dia ayahku. Apakah dia yang mengizinkanku untuk masuk.”
Pelayan itu terdiam sejenak sebelum memberikan secarik kertas. Kinara mengambilnya dan bingung.
“Apa ini?”
“Jika kamu ingin bertemu dengan Tuan, datang saja ke alamat itu. Aku sudah menyampaikan tugasku. Sebaiknya kamu pergi sekarang.”
“Tapi...”
Sebelum Kinara mampu menyelesaikan kalimatnya. Pelayan itu sudah menutup pagar rumah.
Kinara kembali mendesah dan bergegas untuk pergi dari tempat itu.
Untung saja alamat uang dituju Kinara tak begitu jauh namun yang membuatnya agak bingung adalah. Lahan itu begitu luas dengan banyak gundukan-gundukan yang menonjol.
Jelas saja Kinara tahu tempat apa itu. Itu adalah tempat pemakaman umum, dimana orang biasa mengubur orang yang telah mati.
Lalu untuk apa, mereka memberikan alamat ini. Apakah mereka mengejek nya? Atau kah mereka ingin memberitahukan sesuatu? Tapi kenapa harus ke tempat pemakaman?
Jangan jadi silent readers...habis baca klik ikon jempol...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
like plus favorit di karya keren ini......awal yang top banget. visualnya juga top 👍
2024-06-18
0
Pink Blossom
Iya yah kak, jngn jd pembaca ghoib🙈
2023-01-26
0
Seniwatiw Seniwatiw
oke
2022-04-25
0