Tebakan Kinara tepat sasaran. Jina bersama teman prianya ini hanya berkoar-koar memamerkan diri. Jina memakai pria di sampingnya ini, hanya untuk menunjukkan betapa mesranya mereka.
Jina hanya ingin memberitahukan pada Kinara bahwa Sian tidak menyukainya. Jika saat ini yang berada di sana adalah Winter yang asli, mungkin saja dia akan marah dan perang antar wanita akan menjadi tontonan.
“Dia pacarku. Dia sangat perhatian padaku. Apa yang aku inginkan dia selalu akan memberikannya.”
“Wah, betapa beruntungnya dirimu Jina.”
Tiba-tiba Jina memiringkan kepalanya dengan ekspresi yang serius, “Ya aku sangat beruntung. Tidak seperti temanku. Aku mempunyai teman. Dia benar-benar tragis. Suaminya sama sekali tidak memperlakukannya dengan baik.”
Perubahan topik Jina membuat wanita-wanita di sana sungguh menjadi pusat perhatian.
Kinara mendesah, namun senyumnya masih tersungging di bibirnya. Kinara sungguh tahu, orang yang dibicarakan Jina adalah dirinya.
Melihat ekspresi Kinara yang masih saja tenang membuat mata Jina semakin gelap dan ingin segera menumpahkan minyak.
“Itu saat siang hari. Wanita itu mengantarkan makanan pada suaminya. Tapi saat itu ada wanita lain yang berada di kantor suaminya.”
“Apa maksudmu? Jadi laki-laki itu selingkuh?”
“Jika aku jadi dia, aku sudah pasti akan menjambak rambut wanita selingkuhannya itu.”
“Sebenarnya mereka bukan selingkuhan. Pria itu sebenarnya mencintai wanita itu. Tapi istrinya hadir di tengah-tengah mereka. Istrinya memakai berbagai trik untuk menikahinya.”
“Tidak mungkin, jadi istrinya itu menjadi penghalang. Wah, wanita itu benar tidak tahu malu. Merebut kekasih orang untuk menjadi Nyonya Muda.”
Jina tersenyum semringah saat melihat Kinara. Dan Kinara menolehkan kepalanya seakan tidak melihat suka cita dari ekspresi Jina.
“Tidak peduli bahwa wanita itu tidak tahu malu. Dia masih bisa mendapatkan suaminya.”
“Ah, aku juga punya cerita. Ada seorang wanita yang menggoda suami orang. Bukankah itu bisa dikatakan wanita tidak tahu malu.”
“Kamu!”
“Ah, Jina kamu menceritakan cerita dari temanmu yang tragis tapi kenapa sepertinya aku mendengar bahwa kamu mendukung wanita selingkuhannya itu.
Sebagai wanita aku lebih mendukung istri sahnya. Terlepas dia memakai trik apa untuk mendapatkan suaminya. Bukankah mereka sudah menikah.”
Kali ini Kinara menghela napas panjang, “Kalian teruslah bersenang-senang. Aku akan berkeliling sebentar.”
Kinara berhenti melangkah dan menatap pria yang menghalangi jalannya. Pria itu menyapa sambil tersenyum.
“Kamu mengingatku?”
“Kenapa aku harus mengingatmu? Aku saja tidak mengenal dirimu.”
“Kamu!”
Nada pria itu sedikit tinggi sehingga membuat orang di sekitar mereka menoleh.
“Aku tidak tahu tujuan Jina menyuruhmu datang padaku? Tapi jika kamu terus bersikap seakan mengenalku. Pergilah!”
Pria itu terkejut mendengar penuturan Kinara. Ya, pria itu memang disuruh untuk mendekati Kinara. Tujuannya hanya satu, menyebarkan rumor palsu.
Kinara melewati pria itu dan menuju ke taman. Ia duduk di salah satu bangku taman sambil memandangi langit yang sudah menghitam. Tiba-tiba ponsel Kinara bergetar. Itu adalah pesan dari Minji bahwa ia tidak bisa menjemputnya.
Kinara belum sempat menjawab pesan tersebut, tiba-tiba terdengar suara guntur keras. Kinara mendongak. Semuanya terjadi begitu cepat. Hujan-hujan tiba-tiba mengguyur dengan keras. Kinara cepat-cepat pergi dari taman dan kembali.
Satu demi satu orang yang hadir mulai pergi. Mereka khawatir akan terjebak di sana karena tempat itu terletak jauh dari kota.
“Winter, apakah ada orang yang akan menjemputmu?”
“Winter akan pulang bersamaku,” seru Jina. Tangannya mengapit tangan Kinara.
“Kapan aku bilang ingin pulang bersamamu?”
“Ah, aku lupa mengatakannya. Sian tadi memberiku pesan agar kamu pulang bersamaku. Dia tidak bisa menjemputmu.”
Kinara melirik Jina. Ia mengerutkan bibir bawahnya. Kinara sudah menebak bahwa Jina akan berbuat jahat padanya jika ia duduk satu mobil dengannya.
“Sian tidak pernah mengatakan dia tidak bisa menjemputku. Jika dia memang tidak bisa, mengapa dia harus memberi pesan padamu bukan padaku?”
Jina tampak terkejut namun detik berikutnya ia memberikan ekspresi pertemanan palsu.
“Mungkin dia terburu-buru jadi...”
“Winter, Jina sudah baik memberikan tumpangan padamu. Tidak ada salahnya kalian pulang bersama.”
“Itu benar, lagi pula cuaca semakin buruk.”
Jina tersenyum teman-temannya mendukungnya dan kini Kinara merasa terpojok.
Mau tak mau Kinara kini pulang bersama Jina dan teman prianya. Kinara sama sekali tak berbicara di sana. Ia sibuk melihat pemandangan luar yang penuh dengan air hujan.
Kinara sedikit mengerutkan keningnya saat jalan yang mereka lalui tidak sama dengan jalan yang ia lalui sebelumnya.
“Aku rasa ini bukan jalan untuk kembali.”
“Kita memilih jalan pintas jadi jalannya berbeda dengan jalan yang kamu lalui sebelumnya.”
Jina menatap teman prianya itu. Jina juga sedikit menoleh memberikan senyuman pada Kinara.
Hujan kini semakin menggila. Ditambah angin kencang memberikan suasana yang begitu mencekam.
Mobil yang semula berjalan dengan mulus kini perlahan mulai terasa pelan dan pada akhirnya berhenti di tengah jalan yang sepi.
Kinara menatap curiga. “Kenapa berhenti?”
“Aku rasa mobilnya mogok.”
Kinara menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan. Ia sudah mengetahui bahwa akan ada hal buruk terjadi jika ia bersama Jina.
Jadi Jina berencana menurunkan Kinara di tengah jalan dengan hujan badai yang menerjang.
“Mengapa mobil sebagus ini bisa mogok?”
“Apakah mobil bagus tidak boleh mogok? Ini musibah, tidak ada yang tahu kapan datangnya musibah.”
Kinara mengamati gerak-gerik Jina yang mencurigakan.
“Winter, bisakah kamu mendorongnya?”
“Kamu tidak tahu di luar hujan?”
“Lalu akankah kita terjebak di sini dan tidak melakukan apa-apa?”
“Kenapa tidak meminta pria yang ada di sampingmu untuk mendorong mobil?”
“Jika dia yang mendorong mobil lalu siapa yang menyetir?”
“Kamu.”
“Aku tidak bisa menyetir.”
“Baiklah, aku yang mengemudi. Aku...”
“Tidak bisa! Maksudku dia tidak bisa mendorong mobil. Kakinya baru saja terluka karena kecelakaan,” sela Jina tajam sambil mengertakkan gigi.
Di tempat lain, Sian sedang menggiring bola basket ke ring. Ya, saat ini Sian dan teman-temannya sedang bermain basket.
Sian menembak dengan tepat sasaran dan sudah pasti ditebak. Tim Sian lah yang keluar menjadi pemenangnya.
“Sian, mau bermain tiga putaran lagi?”
“Tidak!”
Sian mengambil botol minumnya dan duduk di kursi dengan tenang.
“Di luar masih hujan, apakah kamu ingin kembali sekarang?”
Sian mengalihkan pandangannya ke Junha namun ia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Pria itu menikmati sejuknya air yang mengalirkan pada tenggorokannya.
“Sayang!”
Sian melirik suara yang nyaring itu. Seorang perempuan sedang berlari menuju ke arah mereka. Dia adalah pacar Junha. Sian hanya bertemu beberapa kali bertemu. Nama gadis itu adalah Jesika.
Jesika menyapa Sian namun pria itu hanya mengangguk saja.
“Kamu datang ke sini?”
“Tentu saja, aku langsung datang ke sini setelah menghadiri pesta. Sebentar!”
Jesika tampak mencari sesuatu.
“Apa yang kamu cari?”
“Aku tidak melihat Nyonya Lee?”
“Maksud kamu Winter?”
“Ya. Sian, apakah kamu membawa Winter kembali ke rumah?”
“Apa yang kamu maksud? Dari tadi Sian di sini bermain denganku.”
“Apa? Jadi Sian tidak menjemputnya? Dia benar-benar pergi bersama Jina?”
“Hei apa yang kamu gumamkan?” tanya Junha menjadi sedikit kacau dengan kata-kata Jesika.
“Kami mengadakan pesta di vila pinggiran kota. Dan aku melihat Winter di sana. Dia tidak datang dengan mobilnya sendiri. Saat akan kembali hujan lebat tiba-tiba datang. Hujannya tidak seperti yang ada di sini. Di sana benar-benar lebat. Saat itu, Jina menawari tumpangan tapi Winter menolaknya. Dia berkata Sian akan menjemputnya.
Tapi setelah melihat Sian, aku rasa ia sedang bersama Jina. Ah, aku berdoa hal buruk tidak akan terjadinya.”
“Kenapa kamu tidak memberi tumpangan padanya?”
“Aku belum terlalu akrab dengannya. Itu akan terlihat sangat canggung.”
Sian mendengar setiap percakapan Junha dan Jesika. Namun ekspresinya sama sekali tak ada riak.
Junha langsung menatap Sian yang terlihat tenang. Pria itu menggerakkan bibirnya seolah ingin berbicara.
Namun sebelum mulutnya mengeluarkan kata. Ledakan petir membuatnya terkejut. Sambaran-sambaran dan kilatan-kilatan tampak menghiasi langit gelap.
“Bagaimana kalau kamu meneleponnya? Dia sudah kembali ke rumah dengan selamat atau belum.”
Sian mengangkat kelopak matanya dan menyapu pandangan Junha. Setelah berpikir lama. Akhirnya ia mengangkat ponselnya.
Ia membuka pesannya kembali bersama Kinara. Tak ada pesan di sana.
“Meskipun ia terdampar, kenapa dia tidak meminta tolong padaku?” batin Sian.
Sian melemparkan ponselnya seraya berkata, “Tidak perlu.”
“Hanya meneleponnya saja. Jika terjadi sesuatu bagaimana? Jina tidak akan berbaik hati memberinya tumpangan. Pasti dia punya rencana. Bagaimana jika dia tidak kembali.”
“Lebih baik jika dia tidak kembali.”
Suara Sian penuh dengan kegelapan dan tidak berperasaan. Nadanya tajam dan dingin. Semua orang yang berada di sana merasa terkejut. Sian menjadi pusat perhatian sekarang dan semua orang menjadi jengkel padanya.
Sian mengamati wajah-wajah yang melihatnya. Ia mengambil air botol namun botol tersebut kosong.
Melemparkan botol tersebut lalu mengambil ponselnya.
“Membosankan.”
Pria itu berbalik dan pergi ke ruang ganti.
.
.
.
Jangan bosan2 untuk mendukung cerita ini ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Bara Ayu
sombonggggggg amat....😤😤😤 yg ganteng gk lu doank...yg kaya gk lu sendiri, yg punya rasa marah,sakit,kecewa,sedih kagak cuma eluuuuuu fergusooo.... ngacaaaaa dikit napa🥵
2022-08-21
0
Seniwatiw Seniwatiw
hadeeeeeh oke
2022-04-25
0
Perjuangan cinta Tuan Muda
10 jempol lg dariku kak. semangat, dari asisten pribadi tuan muda
2021-05-24
0