Erik melihat ekspresi cemas di wajah laki-laki itu. Pria di hadapannya kini tampak linglung menatap derasnya hujan.
Tanpa sepatah kata pun, Sian menaiki mobilnya. Erik pun bergegas menuju pintu kemudi. Mobil dilajukan menerjang jatuhnya hujan.
“Tuan Muda, apakah kita akan pergi ke perusahaan seperti biasa?”
Sian diam-diam bersandar dan menatap kilatan yang menyambar-nyambar. Alisnya sedikit berkerut sebelum bibirnya berkedut.
“Kembali ke rumah.”
“Baik.”
Suara petir yang muncul tiba-tiba membuat Erik terkejut dan tanpa sengaja membuat jalan kemudinya sedikit oleng.
“Maafkan saya, Tuan Muda.”
Sian tidak memperhatikannya. Kini pusatnya adalah ponsel yang berada di dalam genggamannya. Ia mencoba untuk menelepon Kinara namun nomornya sama sekali tidak aktif.
“Pergi ke vila pinggiran kota.”
“Baik Tuan Muda.”
Angin yang sangat kencang membuat payung yang berada di genggamannya terombang-ambing dan pada akhirnya payung itu raib dari tangannya.
Hujan yang semakin deras membuat bajunya basah kuyup. Kilatan-kilatan di langit membuatnya berkali-kali ter jingkat karena terkejut.
“Aku benar-benar bodoh. Aku sangat bodoh sekali.”
Kinara berkali-kali merutuki dirinya sendiri. Ia terjebak di bawah langit yang mendatangkan hujan karena Jina.
Jina benar-benar menyiapkan kado terindah untuk Kinara. Gadis itu tidak akan melupakan kejadian ini.
Jina menurunkannya di jalan yang sangat jelek penuh dengan genangan dan kerikil-kerikil kecil.
“Ah, ini sangat sakit sekali.”
Berkali-kali telapak kaki Kinara tertusuk oleh kerikil-kerikil itu. Membuat kakinya menjadi lecet. Kinara menggertakkan giginya sepanjang jalan.
Splash.
“Sial.”
Kinara terjatuh dalam genangan. Kini tak hanya kakinya saja yang terluka namun telapak tangannya juga. Baju yang ia kenakan juga tampak kotor akibat lumpur yang menempel.
Sudut bibir Kinara terangkat membentuk tawa depresi.
“Ha ha ha ha.”
Tawa itu diredam oleh suara guntur. Tawa itu kini berubah menjadi tangisan yang diredam oleh tetesan hujan. Kinara menundukkan kepalanya.
“Aku sangat cengeng sekali.”
Kinara menundukkan kepalanya. Ia menarik napasnya sebelum ia bangkit untuk berdiri. Ia menyipitkan matanya saat sorotan lampu menyilaukan matanya.
“Masuk ke dalam mobil!”
“Kenapa kamu ada di sini?”
Lee Hyuk menggeser payungnya dan mengambil langkah lebih dekat dengan Kinara.
“Aku kira aku akan berakhir di sini!” Suara Kinara sedikit bergetar.
Lee Hyuk langsung merangkul bahu Kinara dan menenangkannya.
“Tenang. Sekarang aku sudah ada di sini.”
Tampak mobil lain juga melaju dari arah yang berlawanan. Mobil itu adalah mobil Sian. Erik yang mengemudi di depan tanpa sengaja melihat sosok perempuan dengan perawakan yang sama dengan istri majikannya.
Kakinya tiba-tiba tergelincir menyebabkan mobil menghantam ke samping. Tubuh Sian yang awalnya tenang sedikit oleng.
“Apakah kamu tahu cara mengemudi?” teriak Sian yang kesal hingga alisnya semakin berkerut.
Di bawah kemarahan Sian yang menakutkan. Erik tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Ia juga tidak berani memberitahukan apa yang ia baru saja lihat.
Sementara itu, Kinara sudah berada di dalam mobil Lee Hyuk. Ia menyeka wajahnya sendiri dengan handuk yang diberikan Lee Hyuk.
Setelah mengusap wajahnya. Kinara baru sadar, bahwa make up nya sudah luntur dan kini hanya ada wajah polos seorang Kinara. Wajah dengan riasan Winter sudah tersapu oleh tetesan hujan. Ia memejamkan mata dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Kinara linglung di tempatnya.
“Kinara?”
“Hem.”
Lee Hyuk menatap wajah Kinara yang sedikit linglung. Matanya tanpa sadar berayun turun. Mata Lee Hyuk menangkap ada warna merah pada pergelangan kaki Kinara.
“Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit.”
“Antarkan aku ke rumah.”
“Kakimu terluka.”
“Itu hanya luka kecil.”
“No debat.”
Saat ini, Lee Hyuk sedang duduk di deretan bangku di koridor rumah sakit, menunggu Kinara yang masih berada di ruang pemeriksaan dokter.
Saat perjalanan ke rumah sakit, Lee Hyuk melihat bagaimana perempuan itu memejamkan mata dan mengertakkan gigi menahan sakit.
Tiba-tiba Lee Hyuk melompat berdiri saat mendengar suara rintihan Kinara. Pria itu segera bergegas menghampiri.
“Apa itu sangat sakit?”
“Tidak!”
“Bagaimana itu tidak sakit? Kamu merintih kesakitan.”
Mata Lee Hyuk beralih ke kaki Kinara yang dibebat.
“Apakah kakimu patah?”
“Apa yang kamu pikirkan? Kakiku hanya terluka sedikit dan keseleo. Itu akan sembuh beberapa hari lagi.”
“Tapi tetap saja—“
“Apakah kamu mengkhawatirkan aku?”
“Apakah kamu harus bertanya?”
Kinara tersenyum tipis seraya berkata, “Terima kasih.”
“Simpan ucapan terima kasihmu dan ganti bajumu.”
Kinara memperhatikan penampilannya sendiri. Ia baru saja mengganti pakaiannya dengan pakaian baru.
“Aku sudah mengganti bajuku!”
“Itu tidak cocok untukmu.”
Kinara memperhatikan bajunya sekali lagi. Itu adalah drees selutut berwarna lilac yang cantik.
“Kamu yang memberikannya sendiri padaku.”
“Sudah aku katakan itu tidak cocok untukmu.”
“Hey, apakah ini gaun untuk pacarmu?”
“Apa yang kamu bicarakan? Cepat ganti!”
Kinara mengambil paper bag yang dijulurkan Lee Hyuk dan mengintipnya sebentar. Di sana rupanya terdapat hoodi kebesaran dan juga celana longgar. Itu adalah baju yang nyaman dan sesuai style nya.
“Kamu yang terbaik.”
“Kenapa kamu harus berjalan sejauh itu tanpa menggunakan alas kaki?”
“Aku takut mengotori sepatuku!”
“Apakah sepatumu lebih berharga dari pada kakimu?” Lee Hyuk akhirnya membentak.
Kinara yang mendengar nada tinggi dari Lee Hyuk pun tersentak. Gadis itu menatap Lee Hyuk cukup lama. Lee Hyuk pun menatapnya.
Di tempat lain, Sian menunggu di dalam mobil. Sementara Erik memasuki villa yang berada di depannya. Ketika Erik sudah selesai dengan urusannya. Pria itu pun kembali masuk ke dalam mobil.
“Tidak ada seorang pun di dalam. Semua orang sudah pergi dari tadi.”
“Bagaimana dengan rumah? Apakah ada orang di sana?”
Orang yang dimaksud Sian adalah Kirana.
Erik menggeleng seraya mengucapkan, “Masih tidak ada jawaban. Sepertinya rumah masih kosong.”
Mata hitam yang menatapnya dengan dingin itu membuat Erik sangat yakin bahwa Sian sama sekali tidak senang mendengar penuturannya. Tatapan itu membuat Erik berharap bumi menelannya detik itu juga. Seandainya tatapan bisa membunuh, Erik pasti sudah terkapar tak bernyawa. Kemudian tatapan mematikan itu beralih ke arah luar jendela.
“Dimana wanita itu?” tanya Sian dengan suara rendah dan pelan.
Dengan samar Erik mendengar gumaman Sian. Jika yang dicari adalah Kinara mungkin Erik akan segera memberitahukan ketidaksengajaannya melihat sosok Kinara.
“Tuan Muda, saat kita dalam perjalanan ke sini. Saya melihat sosok yang mirip dengan Nyonya Muda.” Erik melirik Sian sekilas dengan perasaan bercampur aduk. Bingung. Cemas. Takut.
Sian tak berbicara sepatah kata pun.
Hingga akhirnya ujung bibirnya mengucapkan satu kata.
“Jalan.”
.
.
.
Jangan Lupa dukung cerita ini ya...like dan vote juseyo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Neni Setyorini
bagus
2022-05-30
0
Seniwatiw Seniwatiw
pastinya
2022-04-25
0
Mukhtar Salem
keren habis
2022-01-11
0