Kala sinar mengintip dari balik kelambu. Kinara terusik oleh ulahnya. Perlahan kelopak mata yang terpejam, terbuka.
Hal pertama yang ia rasakan adalah rasa tidak nyaman pada tubuhnya. Rasanya sulit dijelaskan. Rasa sakit yang ia alami pada bibirnya atau bahkan rasa sakit diantara kedua kakinya.
“Nyonya Muda, bolehkan saya masuk?”
“Oh.”
Suara lirih itu menjadi jawaban.
“Nyonya...”
Pelayan rumah tangga itu merasa terkejut melihat majikannya terkulai lemas di atas ranjang.
“Nyonya, maafkan saya. Saya yang memberitahukan Tuan Lee perihal kondisi rumah tangga Nyonya Muda dan Tuan Muda.”
Kinara yang tadinya menunduk seketika mendongak. Ada jeda diantara senyumnya. Seakan ia sudah mengetahui sebelumnya.
“Tidak apa. Apakah sarapan sudah siap?”
“Iya, Nyonya Muda.”
“Bawakan ke sini.”
“Baik Nyonya Muda.”
Setelah kepergian pelayan rumah tangga. Ponsel Kinara berbunyi. Itu adalah pesan dari Minji. Diantaranya adalah jadwal Winter yang harus ia lakukan.
Sejenak ia membacanya dan meletakkan ponselnya kembali tanpa berniat membalas pesan.
Kinara memiringkan kepalanya, dengan tenang menatap sinar matahari pagi. Kinara memikirkan sesuatu. Sepertinya perempuan itu untuk sementara waktu akan menjauhi Sian.
Kinara buru-buru mengambil ponselnya kembali dan membalas pesan dari Minji.
Kinara meminta untuk Minji bahwa jadwalnya akan dimajukan. Kinara yang harusnya terbang ke Jepang lusa, diubah menjadi malam nanti.
Dengan tertatih, Kinara bangkit dari ranjangnya dan menuju ke kamar mandi. Butuh setengah jam untuk Kinara mandi dan juga memoleskan make up agar terlihat seperti Winter.
“Nyonya Muda, anda ingin pergi kemana?”
Kinara langsung memalingkan wajahnya saat mengetahui pengurus rumah tangga berdiri diambang pintu.
“Aku akan pergi ke Jepang malam nanti untuk pekerjaan jadi aku harus berkemas sekarang. Bisakah kamu membantuku?”
“Tentu saja. Saya akan mengepak barang-barang Nyonya Muda. Sementara Nyonya Muda sarapan.”
“Baiklah dan terima kasih.”
Malamnya, Kinara benar-benar meninggalkan rumah besar itu tanpa memberitahukan Sian.
Pijaran lampu jalanan yang meriah membuat suasana perkotaan tampak gemerlap dan bercahaya.
Sian duduk dengan nyaman di kursi penumpang. Tangannya tak henti-hentinya menyentuh beberapa lembaran kertas yang berada di pangkuannya.
Sian mengalihkan perhatiannya sejenak, saat mobilnya berhenti karena lampu merah. Tanpa sengaja matanya melihat sosok yang ia kenal betul.
Ia menatap kosong di depannya. Sosoknya benar-benar membiusnya. Mata Sian setia menatapnya sampai sosok itu pergi saat lampu hijau menyala.
Sian mengerjapkan matanya untuk beberapa kali dan seolah-olah tak melihat apa pun. Ia kembali melanjutkan kegiatannya untuk memeriksa beberapa dokumen.
.........
Sesampainya di bandara, beberapa kali Kinara menelisik keadaan sekitar. Matanya dengan jeli mencari keberadaan telepon umum.
Bukan tanpa alasan mencari telepon umum. Ia ingin mengabari adiknya. Jika ditanya apakah Kinara tidak mempunyai ponsel.
Jawabannya adalah punya. Namun ponsel itu milik Winter, nomor pun milik Winter. Sedangkan ponsel dan sim card asli Kinara disita oleh Minji.
“Minji.”
“Apa?”
“Aku ingin pergi ke toilet,” ucap Kinara.
“Sekarang?”
“Ya.”
“Tidak bisakah kamu menahannya sampai kita memasuki pesawat!” Omel Minji.
Kinara langsung menggeleng cepat, “Tidak bisa. Aku benar-benar harus ke toilet.”
Minji membuang napas jengah.
“Baiklah! Cepatlah! Aku akan menunggumu di dalam pesawat.”
“Terima kasih, Minji.”
Kinara langsung berlari menjauhi Minji sedangkan Minji mengerutkan keningnya melihat tingkah Kinara.
“Apakah dia benar-benar tidak bisa menahannya?”
Sebenarnya Kinara berbohong. Gadis itu tidak benar-benar pergi ke toilet melainkan pergi untuk mencari telepon umum. Sekelebat ekor mata Kinara menangkap apa yang ia cari.
Binar bahagia langsung tercipta dari wajah cantiknya. Kinara langsung mendatangi dan langsung mengambil gagang telepon.
Tangannya dengan lihat menekan beberapa kombinasi angka yang sudah ia hafal di luar kepala.
Beberapa menit menunggu. Seseorang tengah menjawab panggilannya.
“Halo, ini siapa?”
“Nathan, ini aku.”
“Kakak! Kenapa baru menelepon? Aku khawatir dengan keadaan kakak. Kakak memberiku pesan singkat dengan memberitahukan keadaan ayah dan setelah itu menghilang. Aku pikir kakak...”
“Maaf membuatmu khawatir. Bagaimana dengan kondisi ibu?”
“Jauh lebih buruk.”
“Apakah kamu memberitahukannya?”
“Iya.”
“Kenapa kamu memberitahukannya?”
“Karena ibu selalu mempertanyakannya. Aku bingung saat itu. Kakak maafkan aku.”
“Sudahlah, ini bukan salahmu. Cepat atau lambat ibu pasti akan tahu.”
“Kakak! Kapan kakak akan kembali? Ibu pasti senang melihat kakak kembali.”
“Aku tidak bisa kembali sekarang. Ada hal yang harus kuurus di sini.”
“Apakah kakak mendapatkan masalah di sana?”
“Tidak! Tidak! Kakak baik-baik saja di sini.”
“Syukurlah, Kakak...sebenarnya pihak rumah sakit—“
“Tenang saja, kakak akan mentransfer beberapa uang untuk perawatan ibu dan keperluanmu.”
“Kakak maafkan aku selama ini hanya merepotkan kakak.”
“Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Kamu selama ini tidak merepotkan. Kamu jaga saja ibu di sana. Aku tidak bisa berlama-lama, akan kututup teleponnya.”
“Kakak sering-seringlah bertukar kabar. Jaga kesehatan di sana.”
“Ya, baiklah! Kamu juga.”
Kinara menutup sambungan telepon itu. Ada cairan bening yang tiba-tiba keluar tanpa permisi.
Kinara langsung cepat-cepat menyekanya. Rupanya adegan itu dilihat oleh sekelompok orang yang mempunyai penglihatan tajam.
“Ah! Itu Winter! Winter ada di sini!”
Teriakan itu rupanya banyak membuat orang jadi penasaran dan berkumpul. Dalam sekejap kehebohan itu membuat jalan Kinara terblokir.
“Dia lebih cantik daripada yang di televisi!”
Kinara langsung memperbaiki kacamata dan letak topinya. Ia langsung berlari dan menghindar dari gerombolan orang-orang yang mengejarnya.
Tak sedikit dari mereka yang mencoba mengejar Kinara.
“Ah! Mereka benar-benar.”
Kinara mengeluh. Keringat tengah turun dari dahinya.
Kinara membelok dan pada saat itu tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang. Kinara ingin berteriak namun mulutnya dibungkam oleh tangan yang kekar.
Ia mencoba melepaskan tangan itu namun sebelum ia berhasil. Tubuhnya langsung dibalik dan menghadap sosok itu. Tindakan itu membuat tubuh Kinara membeku.
Mata mereka bertemu. Mereka saling melihat dalam jarak dekat. Waktu pun seakan berhenti berputar.
Mata Kinara beberapa kali mengerjap untuk memastikan penglihatannya. Ia seperti gadis yang linglung untuk sementara waktu.
Seketika matanya membulat sempurna dengan irama jantung yang begitu berdegup.
“Kenapa kamu berpenampilan seperti ini?”
“Huh?”
“Kenapa kamu berpenampilan seperti Winter?”
“Huh? Aku?”
“Lihatlah! Orang lain menganggapmu sebagai Winter. Lihatlah! Kekacauan yang kamu buat.”
Kinara mengerjapkan matanya kembali. Terlepas dari identitasnya sebagai Winter. Di matanya ia masih Kinara Kim. Ia masih dikenali sebagai Kinara.
“Hyuk-ah.”
Saat kata itu keluar. Kinara seakan ditarik. Dalam hitungan detik, ia sudah berada dalam rengkuhan Lee Hyuk.
Kinara berdiri di sana dengan kaku. Telinganya mampu mendengar degupan jantung pria yang mendekapnya.
Cukup terdengar jelas sampai telinganya juga mendengar suara teriakan yang meneriaki nama Winter dan disusul suara langkah sepatu bergerombol.
Kinara baru menyadari bahwa penggemar Winter masih mencarinya.
.
.
.
.
.
Dukung selalu ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Anis Swari
Lee Hyuk aja tahu kalau dia bukan winter.
2023-07-09
0
Seniwatiw Seniwatiw
okuuuutrewapasiiiiih udah bagus aku suka
2022-04-25
0
Puan Harahap
lanjut
2021-01-31
1