Kinara sesekali menguap saat menuruni anak tangga yang ada di depannya. Matanya tak lupa berkeliaran mencari-cari sesuatu yang begitu menarik perhatiannya.
“Nyonya Muda.”
Kinara langsung menoleh pada asisten rumah tangganya.
“Ada apa?”
“Tadi, Tuan Besar berpesan untuk datang di rumah utama. Karena akan ada perjamuan makan malam keluarga.”
“Tuan Besar?”
Otak Kinara langsung berkeliaran. Tuan Besar jelas sekali kakek Sian. Winter telah memberitahukan bahwa Kakek adalah satu-satunya orang yang mendukung penuh hubungan mereka. Winter memakai beliau untuk menjodohkannya pada Sian.
Kinara mengangguk, “Baiklah nanti aku akan memberitahukan pada Sian juga.”
Kinara langsung meluncur ke kursi dan meraih gagang telepon. Sambil melirik asisten rumah tangganya Kinara berpikir. Ia sama sekali tidak mengetahui nomor Sian.
“Bibi, apakah bibi tahu nomor Sian?”
“Nomor Tuan Muda ada di buku kecil di laci.”
Dengan semangat Kinara langsung membuka laci dan meraih buku kecil berwarna merah muda. Tak perlu menunggu waktu lama. Matanya langsung menangkap nama dan nomor yang begitu indah.
Kinara dengan gugup menahan napasnya sambil mendengar suara sambungan. Panggilan pertama diabaikan. Panggilan kedua masih sama saja dan panggilan ketiga ditolak.
Kinara mengerutkan bibirnya kesal. Mata Kinara semakin berapi-api. Ia berusaha untuk menelepon Sian.
“Jangan ganggu aku!” suara meledak dari Sian menyambut gendang telinga Kinara.
“Kakek menelepon. Beliau ingin kita ke sana untuk makan malam.”
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Orang di seberang tiba-tiba diam membuat Kinara beberapa kali melihat teleponnya.
“Apakah kamu tidak merasa menjadi wanita picik yang untuk terus menganggukku menggunakan alasan kakek?”
Kinara membeku di tempatnya. Sebelum ia mampu menjawab panggilan itu terputus sepihak. Mulut Kinara menganga tidak percaya dengan apa yang barusan ia terima. Sumpah serapah ia layangkan untuk pria yang berhati dingin layaknya es balok.
“Sian sialan!”
Waktu terasa begitu cepat. Baru saja Kinara merasa bersantai, hari mulai gelap. Kinara menatap jam di dinding dan langsung berlari menuju kamarnya untuk bersiap-siap.
Saat membuka lemarinya hal pertama yang ia sadari bahwa banyak baju yang bergantungan indah di sana. Itu adalah baju pemberian Winter dan tentu saja sesuai seleranya.
Baju dengan kekurangan bahan dan warna yang begitu mencolok mata membuat Kinara menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kinara menghembuskan napasnya sebelum ia menutup lemarinya dan mencari koper yang ia bawa sendiri.
Tepat pukul setengah tujuh, Kinara sudah cantik dengan riasan tipis-tipis dan baju yang begitu sederhana. Sesekali ia melirik jam kembali berharap akan ada suara mobil Sian yang baru saja pulang dari kantor.
“Kemana dia? Apakah dia lupa?”
Kinara langsung meraih gagang telepon dan menelepon orang yang membuatnya menunggu.
“Ada apa?”
“Kamu dimana?”
“Di jalan.”
“Aku sudah siap dan menunggumu lama di rumah. Kita berangkat bersama kan?”
“Tidak! Aku menunggumu di tempat biasa.”
“Tempat biasa dimana itu?”
Tut tut tut. Suara deringan terputus. Kinara langsung menendang-nendang udara karena frustrasi.
.........
Kinara duduk di mobil taksi dengan perasaan jengkel. Ia melirik ke arah jendela hanya untuk meluapkan kekesalannya. Pemandangan yang indah bisa mentransferkan energi positif.
“Hah? Berhenti!”
Mobil langsung berhenti karena teriakan Kinara.
“Saya berhenti di sini. Terima kasih.”
Kinara buru-buru keluar dari taksi dan menghampiri mobil yang sangat ia kenali. Mobil itu adalah mobil milik Sian.
Kinara langsung mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil dan dengan beringas. Sian mengancam dengan tatapan mematikannya.
Kinara mengetahui wajah rupawan Sian sedikit ternoda oleh ketidakbahagiaan.
“Masuk!”
Kinara buru-buru masuk dan duduk anteng di kursi penumpang. Kinara mengintip wajah Sian dan merasa aura gelap dengan suasana mencekam muncul dari balik punggungnya.
Keheningan mematikan juga menambah daftar rentetan kata horor.
Sepertinya suasana hati Sian benar-benar buruk. Jelas sekali pria itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sontak saja Kinara langsung panik dan wajah syoknya ia tampilkan di sana.
“Apakah kamu berniat untuk membunuhku?”
Sian tak merespons. Ia malah menambah laju kendaraannya.
“Sian!”
Kinara bolak-balik menatap ke arah Sian dan jalan di depannya. Itu benar-benar cepat hingga ia tak bisa membaca papan di bahu jalan.
“Berhenti!”
Secara mendadak, Sian mematikan mesinnya. Membuat kepala Kinara langsung jatuh ke depan dan membentur sesuatu.
“Ah!”
Tanpa kata dan tanpa melihat Kinara. Sian langsung membuka pintu mobil dan turun dari mobilnya. Kinara yang melihatnya langsung buru-buru membuka sabuk pengamannya dan membuntuti Sian.
Duk.
Kepala Kinara membentur punggung Sian karena pria itu tiba-tiba berhenti di depannya.
“Ada apa?”
Sian tanpa peringatan langsung menarik tangan Kinara. Kini Kinara berjalan di samping Sian dengan bertautan tangan. Kinara mampu merasakan telapak tangan Sian yang hangat namun kontras dengan sifatnya yang sangat dingin.
Bel berbunyi dan orang yang membukakan pintu adalah Kepala Pelayan Jo. Sian langsung masuk sehingga membuat Kinara langsung memosisikan tubuhnya. Dengan liar Kinara memandangi dekorasi bangunan yang terlewat mewah ini.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Apa?”
Kinara langsung menoleh. Sian memiringkan badannya dan menunduk untuk menyejajarkan badannya. Terpaan nafas hangat tiba-tiba muncul saat bibir itu berada di leher Kinara.
Pria itu membisikkan sesuatu dan yang mengetahui hanyalah Kinara.
“Tuan Besar. Tuan Muda dan Nyonya Muda sudah ada di sini.”
Kakek Lee menuruni tangga dengan senyuman yang melebar.
“Kalian pasti lelah. Kalian istirahat dulu di kamar.”
“Aku sama sekali...”
Kinara tidak meneruskan perkataannya karena tangannya merasa sakit akibat cengkeraman kuat Sian.
“Aku akan istirahat.”
Sian tiba-tiba menarik tangan Kinara dan menuju ke dalam sebuah ruangan. Pria itu segera menutup pintu dan melepaskan tautan tangannya. Tak lupa Sian juga mengelap tangannya dengan menggunakan tisu. Kinara yang melihatnya langsung menatap tangannya sendiri dengan sedih.
“Apa? Jangan bilang kamu tidak tahu kalau aku sedang berakting di depan kakek.”
“Aku tahu!”
Kinara langsung berjalan menuju ranjang yang menarik perhatiannya.
“Mau apa kamu?”
“Duduk.”
“Pergi dari sana!”
“Kenapa? Tidak bisakah kamu melihat aku bersih. Aku tidak akan mengotori tempat tidurmu.”
“Tidakkah kamu pernah berkaca.”
Kinara langsung mencebiknya. Gadis itu beralih duduk di sofa.
“Jangan di sana!”
“Haruskah aku duduk di lantai!”
“Ya.”
Mulut Kinara langsung membuka mendengar penuturan dari Sian.
“Pria ini benar-benar.”
Kinara menghembuskan napas panjang sebelum duduk di lantai telat di depan Sian.
“Apa kamu puas sekarang?”
“Tidak.”
Empat mata saling memandang.
“Jangan menyentuh barang apa pun di sini.”
“Apakah kamu membenci wanita?” tanya Kinara dengan luar biasa.
“Tidak! Aku hanya membencimu.”
Kinara merenung, terdiam sesaat. Gadis itu langsung berdiri tapi entah mengapa tubuhnya terjatuh karena seseorang tengah mendorongnya ke ranjang. Kinara terpana karena posisinya yang begitu intim dengan Sian.
Jantung Kinara berdegup kencang. Ia dengan susah payah menelan salivanya.
“Sepertinya kamu lupa dengan fakta bahwa kamu membenciku.”
“Lihat ke sana!”
Sian menggunakan matanya untuk menunjuk sesuatu. Pintu terbuka sedikit hingga terbentuk celah. Ada sekelebat bayangan di sana.
.........
Jangan Lupa dukung cerita ini...agar author makin rajin update....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Anis Swari
Segitu jijiknya lu bang
2023-07-09
0
M Iriansyah
mantap broo
2022-05-28
0
Seniwatiw Seniwatiw
yaa...sudah tentu yg penting ceritanya bagus hehr
2022-04-25
0