Matahari tengah menyapa di waktu yang masih pagi pada jam delapan waktu setempat. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tujuh jam. Kinara dan para penumpang lainnya sampai di Bandar Udara Internasional Incheon, Korea Selatan.
Bukan tanpa alasan Kinara mendaratkan kakinya di negeri Ginseng itu. Kinara mempunyai alasan yang sangat penting. Ia menuju ke tempat pengambilan bagasi untuk mengambil kopernya.
Dibanding koper dengan orang lain. Koper Kinara lebih kecil karena memang ia tak membawa barang terlalu banyak.
Kinara langsung membuka kopernya untuk mengambil sebuah buku kecil. Ia segera membukanya dan langsung terhenti pada halaman yang tertulis sebuah alamat.
“Ibu, doakan aku.”
Kinara langsung menutup kopernya dan bergegas untuk meninggalkan bandara. Ia memilih untuk menggunakan alat transportasi umum, yaitu taksi.
“Permisi, apakah anda mengetahui alamat ini?”
Kinara langsung menyodorkan buku catatannya. Butuh beberapa menit sebelum sopir mengangguk dan mempersilahkan Kinara untuk segera masuk. Kinara langsung tersenyum dan segera membuka pintu mobil.
Di sepanjang perjalanan menuju ke suatu tempat, Kinara hanya terdiam sambil menikmati perjalanannya.
Ada rasa campur aduk yang menggerogoti hatinya. Pikirannya menerawang memikirkan sesuatu. Ada rasa berkecamuk antara rasa sedih, senang, dan takut.
Banyak hal yang terbesit di kepalanya, tentang apa yang terjadi padanya nanti. Semakin Kinara memikirkannya semakin resah hatinya. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya. Mengusir pikiran-pikiran yang terlalu mengecilkan nyalinya.
“Nona...nona...”
Kinara langsung terkesiap pada lamunannya, “Ya?”
“Kita sudah sampai.”
Kinara melihat ke arah jendela dan sebuah rumah yang megah dan juga besar menubruk netra matanya. Kinara langsung keluar dari taksi setelah membayar. Tak lupa memberikan ucapan terima kasih sambil membungkukkan tubuhnya untuk kesopanan.
Setelah taksi pergi, Kinara membalikkan tubuhnya dan matanya menelisik rumah besar itu. Sudah sejak lama ia tak menginjakkan kakinya. Ternyata rumah itu, benar-benar berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.
Kinara mengambil oksigen dengan rakus sebelum menekan bel rumah itu. Beberapa kali Kinara menekan bel rumah namun tak ada jawaban dari seberang. Kinara hampir saja menyerah, saat ia akan berbalik sebuah mobil tengah menuju ke arahnya.
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depannya. Ia mengamatinya dengan diam, hingga sosok perempuan parubaya keluar dari sana. Kinara mengenal sosok itu.
“Siapa kamu?” tanya sosok perempuan parubaya itu. Matanya jelas memberikan tatapan permusuhan.
Kinara beberapa kali mengerjapkan matanya dan tersenyum tipis sebelum menjawab, “Halo tante, apakah tante melupakanku. Aku Kinara”
Dua kalimat di akhir yang Kinara ucapkan sukses membuat perempuan parubaya itu terkejut. Jelas ia terlihat sangat tak percaya. Bagaimana bisa gadis yang beberapa tahun lalu ia usir kini berada di depannya?
“Untuk apa kamu datang ke sini?”
Suaranya yang bermusuhan jelas sekali tak mengharapkan Kinara untuk berkunjung.
“Aku di sini untuk menemui ayah. Ibuku sedang sakit parah dan harapan terakhirnya untuk menemui ayah.”
Ketika perempuan parubaya itu mendengar ucapan Kinara, ia mengerutkan keningnya. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.
“Bermimpi saja! Kamu pasti hanya ingin uang dari suamiku. Menjadikan alasan ibumu yang sakit demi uang. Apakah aku bodoh dan percaya padamu? Kamu dan ibumu sama saja. Menjijikkan!”
“Aku tidak berbohong! Aku tidak akan meminta uang dari ayah, aku hanya ingin menemuinya dan berbicara dengannya.”
Perempuan parubaya itu sungguh ingin menyingkirkan Kinara dari hadapannya. Ia dengan marah mengeluarkan beberapa lembar uang won dan melemparkannya pada tubuh Kinara.
“Pergi dari sini dan jangan kembali.”
Kinara terkejut dengan sikapnya. Beberapa tahun telah berlalu namun sikap dari ibu tirinya masih tak berubah. Ya, perempuan itu adalah ibu tirinya yang bernama Yun Shishi. Sejak dulu, ibu tirinya membencinya.
Yun Shishi langsung pergi meninggalkannya dengan angkuh dan sombong sementara Kinara masih di tempatnya dengan keadaan linglung. Tanpa sadar ia mengeluarkan air matanya menatap uang yang masih berserakan di tanah.
“Kamu harus kuat demi ibu. Abaikan saja dia,” gumamnya menyemangati hatinya yang sudah sakit.
Kinara tak beranjak dari rumah besar itu. Ia malah duduk di sana sambil menunggu sebuah keajaiban. Berharap bahwa ayahnya segera menemuinya.
Setelah beberapa lamanya menunggu, tak ada tanda-tanda sosok orang lain akan keluar dari pagar itu. Kinara menatap langit yang berangsur-angsur gelap karena awan mendung yang tiba-tiba datang tanpa diundang.
Kinara memandang langit itu dengan tatapan kosong sebelum ia tertawa pahit dengan tak berdaya.
“Haruskah aku menyerah saat ini?”
.........
Di dalam rumah, Yun Shishi terus menggerutu. Emosinya seakan terpancing keluar karena keberadaan orang yang paling dibencinya.
Seorang gadis yang terbaring di ranjangnya tak bisa kembali tidur akibat suara yang ditimbulkan oleh ibunya.
“Ibu, apa yang membuatmu jengkel seperti itu?”
Yun Shishi menunduk dan melihat putrinya, “Winter...”
“Apa?”
“Gadis itu kembali lagi.”
Winter mengerutkan keningnya karena bingung, “Gadis siapa? Aku tidak mengerti maksud ibu.”
“Siapa lagi kalau bukan Kinara.”
Begitu suara Yun Shishi terdengar, raut wajah Winter berubah. Kedua tangannya tiba-tiba menjadi kaku. Tangannya yang memegang ujung selimutnya tanpa sadar mengencang kuat.
Yun Shishi yang melihat perubahan emosi putrinya langsung merasakan bahwa ada tekanan emosi dan kesuraman muncul dari punggungnya.
“Winter, apa kamu baik-baik saja?”
“Apa alasan dia datang ke sini?”
“Dia bilang ingin bertemu ayahmu. Ibunya sedang sekarat dan satu-satunya harapannya adalah bertemu dengan ayahmu.”
Tiba-tiba sindiran dan ejekan keluar dari mulut Winter.
“Ibu tidak mengatakan yang sebenarnya?”
“Haruskah kita mengatakannya.”
“Tidak ada keuntungan juga kita menyembunyikannya.”
“Ya, kamu benar.”
.........
Kinara masih duduk terdiam di tempatnya untuk waktu yang lama. Begitu lama sehingga ia merasakan kakinya mati rasa.
Kinara menarik napas dan perlahan bangkit. Sekali lagi ia melihat rumah besar itu dan mendesah.
“Aku akan mencari tempat untuk tinggal sementara dan aku akan kembali nanti,” ucap Kinara dan berbalik.
Baru saja ia melangkah beberapa langkah. Suara pintu gerbang yang terbuka membuatnya kembali membalikkan badan.
Kinara mengerjapkan matanya saat melihat sebuah pelayan rumah tangga di depannya.
“Apakah kamu Kinara Kim?”
“Ya.”
“Kamu ingin bertemu dengan Tuan Kim.”
“Ya, dia ayahku. Apakah dia yang mengizinkanku untuk masuk.”
Pelayan itu terdiam sejenak sebelum memberikan secarik kertas. Kinara mengambilnya dan bingung.
“Apa ini?”
“Jika kamu ingin bertemu dengan Tuan, datang saja ke alamat itu. Aku sudah menyampaikan tugasku. Sebaiknya kamu pergi sekarang.”
“Tapi...”
Sebelum Kinara mampu menyelesaikan kalimatnya. Pelayan itu sudah menutup pagar rumah.
Kinara kembali mendesah dan bergegas untuk pergi dari tempat itu.
Untung saja alamat uang dituju Kinara tak begitu jauh namun yang membuatnya agak bingung adalah. Lahan itu begitu luas dengan banyak gundukan-gundukan yang menonjol.
Jelas saja Kinara tahu tempat apa itu. Itu adalah tempat pemakaman umum, dimana orang biasa mengubur orang yang telah mati.
Lalu untuk apa, mereka memberikan alamat ini. Apakah mereka mengejek nya? Atau kah mereka ingin memberitahukan sesuatu? Tapi kenapa harus ke tempat pemakaman?
Jangan jadi silent readers...habis baca klik ikon jempol...
Kinara hanya terdiam di tempatnya, hanya matanya saja yang berkeliaran. Kepalanya juga tak jarang menoleh ke kanan dan ke kiri.
Embusan angin yang menyapanya membuat ujung bajunya bergoyang.
“Nona, apa yang kamu lakukan di sini?”
Kinara langsung menoleh ke arah suara. Ia secara otomatis tersenyum saat melihat kakek tua menyapanya.
“Halo kakek, sepertinya aku salah tempat.” Kinara mengucapkannya dengan sedikit canggung.
“Apakah kamu sedang mencari seseorang?”
“Ya, seseorang telah memberiku alamat ini tapi aku tak menyangka bahwa alamat yang dituju adalah tempat pemakaman.”
Kakek itu mengernyitkan keningnya sambil melihat secarik kertas, “Ya. Ini tidak salah. Alamatnya memang ada di sini.”
“Apa?” Kinara jelas saja merasa terkejut.
“Siapa yang kamu cari?”
“Kim Junhui.”
“Kim Junhui? Apakah kamu Kinara?”
“Bagaimana kakek tahu?”
Saat ini Kinara berada di depan sebuah gundukan. Matanya jelas melihat nama yang tertera di batu nisan. Tak hanya nama fotonya juga berada di sana.
Kinara tak banyak berucap. Bibirnya kelu. Hanya kabut di dalam matanya yang tampak menyedihkan.
Niat untuk datang ke Korea untuk melihat ayahnya namun ia tak menyangka bahwa ia akan melihat batu nisannya.
“Sebelum ayahmu meninggal. Dia sudah memesan tempat ini. Sepertinya dia sudah mengetahui bahwa umurnya tak panjang lagi.”
Kinara masih terdiam dengan mata menunduk melihat nama ayahnya.
“Keinginannya waktu itu adalah ingin melihatmu. Dia merasa bersalah atasmu. Meskipun aku tak banyak mengetahui kenapa? Dan apa yang dia perbuat dulu? Tapi dia tulus mengatakannya.”
Kakinya otomatis seperti jeli. Mendung yang sedari tadi di matanya pada akhirnya turun menjadi hujan yang sangat menyakitkan.
“Dia memberikan ini padaku untuk menyerahkannya padamu.”
Kakek itu menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna cokelat. Dengan gemetaran, ia menerimanya.
Perlahan tangan Kinara membuka kotak itu dan melihat benda di dalamnya. Kilasan-kilasan masa lalunya berputar secara otomatis di benaknya.
Seperti film yang berputar, masa lalunya bersama ayah dan ibunya ditampilkan dengan sangat apik.
Seperti keluarga yang harmonis, layaknya film yang akan tamat dengan cerita membahagiakan tapi siapa sangka. Keberadaan seseorang membuat ayahnya berpaling dari ibunya.
Saat itu ayahnya diketahui berselingkuh dengan teman baik ibunya, Yun Shishi. Tentu saja Kinara marah karena ayahnya menghianati ibunya.
Ibunya memberikan surat gugatan perceraian pada saat itu dan kembali ke Indonesia. Namun Kinara tak ingin kembali ke Indonesia, ia ingin hidup dengan ayahnya dengan berharap bahwa ayahnya akan kembali ke pangkuan ibunya.
Tapi sepertinya tak semudah yang ia bayangkan trik yang dimainkan oleh Yun Shishi dan putrinya menyudutkannya hingga membuat ayahnya murka padanya.
Kinara yang waktu itu marah langsung melepas kalung pemberian ayahnya dan membuangnya. Ia lalu pergi menuju ke tempat ibunya tinggal.
Siapa sangka beberapa tahun lamanya. Kalung yang ia buang kembali ke tangannya. Bukankah berarti ayahnya masih mencintainya?
Melihat emosi yang ditekan Kinara membuat kakek itu ikut merasakan kepedihan yang dia rasakan. Kakek itu pergi meninggalkan Kinara untuk memberikan ruang agar emosinya dapat di salurkan.
Matanya memerah. Ia menggigit bibirnya mencoba untuk menahan air matanya. Namun pada akhirnya Kinara luruh bersama air matanya. Tangannya mengepal erat.
“Ayah, bagaimana bisa kamu meninggalkan aku dan ibu? Kamu belum sempat menghapus luka yang dulu kamu torehkan. Kamu tidak diizinkan untuk pergi!”
Kinara meraung di sana. Emosi yang ia tekan selama ini langsung ditumpahkan.
“Bagaimana aku memberitahukan pada ibu? Ibu sangat ingin melihatmu.”
Di tempat lain seseorang juga tengah menangis meraung karena melihat riwayat kesehatannya sendiri. Manajernya kembali dan menyerahkan hasil dari pemeriksaan kemarin yang dia lakukan.
Hasilnya, penyakit yang tak pernah ada di bayangannya kini hinggap di tubuhnya.
“Winter, jangan menangis. Ibu ada di sini. Peralatan rumah sakit sekarang sudah canggih kamu pasti akan sembuh.”
“Ibu, lalu bagaimana dengan karirku? Bagaimana dengan pernikahanku dengannya? Aku sudah menghabiskan waktuku agar dia melihatku tapi bagaimana jika ia mengetahui tentang penyakitku? Dia akan meninggalkanku.”
“Winter kita akan mencari solusinya,” ucap Minji, manajernya.
“Ya, pertama-tama kita akan menyembuhkan penyakitmu dulu. Kita akan ke Amerika untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik.”
Winter terdiam sejenak. Pikirannya menerawang. Kemungkinan-kemungkinan terburuk muncul di benaknya.
Jika dia berada di Amerika, bagaimana dengan karirnya yang ia bangun dengan susah payah? Jika ia pergi ke Amerika, bagaimana dengan pernikahannya? Pernikahannya terhitung beberapa hari lagi.
Jika ia membatalkan pernikahannya, dia akan semakin membencinya. Ia sudah berjalan sejauh ini, bagaimana bisa ia melepaskannya begitu saja.
“Ibu, aku tidak mau!”
“Bagaimana bisa kamu menjadi keras kepala seperti ini?”
“Aku tidak mau meninggalkannya ibu! Aku ingin menikahinya!”
“Lalu dengan kondisimu yang seperti ini, apa kamu bisa berjalan? Kesehatanmu saat ini lebih penting.”
“Aku punya ide,” ucap Minji tiba-tiba.
“Apa?”
“Bagaimana jika kamu mencari pengganti dirimu? Saat aku menuju ke sini tadi. Aku melihat gadis yang sangat mirip denganmu, hanya saja gadis itu lebih pendek darimu tapi figur wajah kalian hampir sama.”
“Apa yang kamu bicarakan? Apakah kamu gila? Tidak ada yang akan menggantikan Winter.”
“Ibu ini adalah ide yang bagus. Sementara aku berada di Amerika untuk berobat. Penggantiku di sini akan melakukan kegiatan karirku dan juga memperbaiki hubunganku dengannya.”
“Winter...”
“Aku mohon ibu.”
Yun Shishi melihat putrinya yang memelas dan hanya bisa merasa pasrah dengan keputusan yang diambil putrinya. Ia hanya akan mendukungnya apa pun keputusannya.
“Minji, aku setuju dengan idemu.”
“Tapi masalahnya gadis itu sudah pergi. Aku tidak tahu dia berasal dari mana?” ucap Minji sambil menunduk canggung.
“Tidak apa-apa, aku tahu orangnya. Ibu suruh orang untuk ke tempat pemakaman. Aku yakin dia masih di sana.”
.........
Langit mulai menjadi gelap. Kerlip lampu indah kini menyala digelapnya malam. Kinara menghembuskan napasnya beberapa kali.
Kini dirinya duduk di ruang tunggu bandara. Perasannya bingung, ia masih linglung. Haruskah ia pulang sekarang juga atau kah besok.
Jika pulang sekarang, dia belum menyiapkan jawaban untuk ibunya. Jika ia pulang besok, ia tidak mempunyai uang lebih untuk menyewa sebuah penginapan.
Di atas kebingungannya, ia iseng menyentuh layar ponselnya. Secara acak ia mulai menyentuh-nyentuh aplikasi di sana dan tanpa sengaja Kinara membuka kontak.
Karina secara acak juga menggeser-gesernya dan entah kenapa tangannya terhenti pada satu nama, yaitu Lee Hyuk.
Kinara ragu untuk mengetikkan pesan padanya. Sudah lama sekali semenjak ia meninggalkan Korea. Kinara sudah tak bertukar kabar dengan Hyuk.
“Apakah nomornya masih aktif?” gumamnya.
Entah keberanian seperti apa yang hinggap pada diri Kinara. Namun gadis itu memberikan pesan singkat dan segera ia kirimkan padanya.
Setelah beberapa menit menunggu. Tidak ada balasan dari seberang membuat Kinara melihat keramaian bandara.
Ponsel Kinara langsung berdering membuatnya langsung terkejut karena pria yang sudah lama tak bertegur sapa sekarang meneleponnya.
“Halo.”
“Kamu masih di bandara kan? Tunggu di sana. Jangan pergi!”
“Aku...”
Sambungan terputus secara sepihak membuat Kinara tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Kinara menatap layar yang sudah gelap itu. Kebingungannya tiba-tiba semakin menggunung.
Silent Readers dilarang mampir....habis baca tekan like...
Terima kasih
Sebuah mobil melesat dengan cepat membelah jalan. Langit sudah malam, namun jalanan masih saja ramai. Beberapa kali si pengemudi melihat jam yang bertengger di pergelangan tangannya.
Ia memacu pedal gas kembali untuk mempercepat laju kendaraannya.
Dalam kepanikan, Lee Hyuk mencari-cari sosok perempuan yang ingin ia temui.
“Ah!”
Lee Hyuk tersenyum semringah saat matanya menangkap sosok yang sangat ia rindukan. Tanpa ragu ia membidik objek yang sangat menarik perhatiannya itu.
“Kamu masih sama,” ucap Lee Hyuk.
Ia buru-buru berlari saat perempuan itu hendak berdiri dan akan meninggalkan tempatnya duduk.
Hap. Sekali tarikan dan kekuatan yang lumayan kuat. Ia menarik tangan perempuan itu membuatnya sedikit berputar dan tubuhnya yang kecil menabrak dadanya.
Melihat keterkejutan perempuan itu. Lee Hyuk mengedipkan matanya.
“Lama tidak bertemu.”
“Hyuk-ah.” Kinara seakan terlihat tak percaya bahwa ia bisa bertemu dengannya lagi.
Mata Kinara seakan membulat. Teman lelakinya kini lebih tampan dari sebelumnya. Penampilannya kini berubah. Dia terlihat lebih rapi.
“Kenapa? Kamu terpesona dengan ketampananku?”
Kinara menggelengkan kepalanya, “Penyakit narsismu semakin parah.”
Tak.
“Ah.”
Kinara mengeluh saat tangan Lee Hyuk mendarat untuk menjitak kepalanya. Sedangkan si pelaku hanya tersenyum sambil memandangi wajah perempuan yang akhirnya ia bisa temui setelah sekian lamanya menanti.
“Ayo.”
Lee Hyuk tak ingin membiarkan kesempatan ini berlalu saja. Ia menarik tangan Kinara dan juga menyeret kopernya.
“Kamu akan membawaku ke mana?” tanya Kinara dengan bingung.
“Aku tak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”
Lee Hyuk membawanya ke mobilnya. Ia membukakan pintu untuknya. Tentu saja Kinara langsung masuk dengan senang hati.
Saat mereka sudah berada di perjalanan. Lee Hyuk membuka percakapan untuk memulai.
“Kapan kamu tiba di Korea?”
“Tadi pagi.”
“Apa? Dan kamu ingin kembali pada malam harinya. Apa kamu hanya ingin menghirup oksigen dari Korea?”
“Hey apa yang kamu katakan! Aku hanya ada urusan di sini dan urusanku sudah selesai jadi tidak ada alasan untukku untuk berlama-lama.”
Lee Hyuk menoleh dan menangkap ada sesuatu yang salah dengan ekspresinya serta nadanya bicaranya. Lee Hyuk tak tahu pastinya.
“Baiklah karena kamu sekarang bersamaku. Kamu tidak diizinkan kembali sekarang.”
“Baiklah,” ucap Kinara sembari tersenyum dan itu sukses membuat jantung Lee Hyuk berdetak abnormal.
Kinara tak tahu apa yang bisa ia timbulkan dengan senyumannya itu. Gadis itu lalu menoleh ke arah jendela mobil untuk menikmati pemandangan kerlipnya lampu jalanan dan gedung-gedung pencakar langit. Itu sungguh indah dan menakjubkan.
“Apakah aku boleh membuka jendela mobil?”
“Angin malam tidak baik untukmu.”
“Kamu masih sama selalu membatasiku,” ucap Kinara. Ekspresinya cemberut.
“Dasar, pemarah!”
Lee Hyuk menyentuh kepala Kinara dan mengacak-ngacak rambutnya. Membuat gadis itu semakin kesal karena tingkah yang menurutnya kekanakan.
Kinara menjulurkan lidahnya dan menoleh kembali menatap jendela. Tangannya membuka jendela itu dan embusan angin langsung mengenai epidermisnya. Sejenak ia ingin melupakan semua masalahnya mengenai keluarganya.
Kinara menatap tower yang indah karena kilauan lampu warna yang menyorot.
“Hyuk-ah.”
“Ehm.”
“Aku ingin ke sana,” ucap Kinara sambil menunjuk sebuah tower yang menjadi salah satu ikon di Seoul. Apalagi jika bukan N-Seoul Tower atau Namsan Tower.
“Kita akan ke sana.”
Mobil itu langsung menambah kecepatan. Kinara tersenyum dan masih menikmati angin yang menerpa kulitnya.
Di tempat lain, Winter beberapa kali menatap Minji yang terlihat cemas. Minji berulang kali memainkan ponselnya namun apa yang ia cari tak ditemukannya.
“Bagaimana?”
“Tidak ada penumpang yang bernama Kinara Kim,” ucap Minji.
“Apa kamu yakin?” tanya Yun Shishi.
“Ya.”
“Bagaimana bisa? Seharusnya dia sudah kembali ke negaranya hari ini atau jangan-jangan dia menginap di suatu tempat?” gumam Winter.
Winter mengingat tempat-tempat yang selalu dikunjungi Kinara dulu. Jangan heran jika Winter mengetahui tempat favorit Kinara, bukan berarti mereka akrab. Hanya saja Winter benar-benar tidak menyukai Kinara, alhasil ia akan selalu mengganggu Kinara dan juga ia akan penasaran dengan apa yang gadis itu lakukan.
.........
Matanya penuh binar melihat lampu kerlip yang disuguhkan di depan matanya. Sejenak ia mampu melupakan masalahnya. Embusan angin yang cukup dingin rupanya benar-benar membuat hati Kinara merasa sejuk.
“Indah sekali,” ucap Kinara.
Matanya masih menatap pemandangan yang disuguhkan di depannya. Ia lalu merasa ada orang yang mengawasinya dari samping. Kinara lalu menoleh dan mendapatkan Lee Hyuk sedang memperhatikannya.
“Ada apa?”
“Cantik.” Lolongan itu muncul tiba-tiba tanpa dikomando Lee Hyuk.
“Apa?”
Lee Hyuk segera tersadar lalu menggelengkan kepalanya, “Tidak. Ah, pemandangannya cantik.”
Kinara mengangguk.
“Kamu pasti sering datang ke sini.”
“Tidak! Aku jarang datang ke sini. Hanya dua kali aku datang ke sini.”
“Benarkah? Dengan siapa?”
“Kamu.”
Untuk sesaat mereka saling memandang dan untuk sesaat juga waktu seakan berhenti berputar. Hingga suara deringan ponsel dari Kinara menyadarkan mereka.
Kinara buru-buru melihat ponselnya dan mendapatkan nomor baru. Ia mengerutkan keningnya, bertanya siapakah yang meneleponnya. Ia segera menggeser layarnya.
“Halo.”
Kinara ragu untuk menjawabnya lalu suara di seberang terlalu mendominasinya. Kinara tahu pemilik suara itu. Siapa lagi jika bukan Winter.
Kinara tak terlalu menjawab suara dari seberang. Gadis itu hanya mendengarkannya saja tanpa berniat untuk menimpali. Secara sepihak sambungan terputus dan ekspresi Kinara menjadi berubah.
Melihat perubahan Kinara yang signifikan membuat Lee Hyuk bertanya, “Ada apa?”
“Aku akan pergi.”
“Sekarang?”
“Hem. Tenang saja aku masih berada di Korea. Aku hanya ingin berkunjung di tempat lain. Ada urusan yang harus kutangani.”
“Haruskah aku menemanimu.”
“Tidak, aku bisa sendiri.”
Lee Hyuk memandangi Kinara dengan curiga sebelum ia mengangguk, “Telepon aku begitu kamu sampai.”
“Pasti. Aku pergi sekarang.”
Kinara melambaikan tangannya dan bergegas berlari. Lee Hyuk hanya bisa memandanginya hingga perlahan gadis itu sudah tak ada lagi di depan retinanya.
Kinara berhenti di jalannya saat sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Detik berikutnya pintu mobil itu terbuka.
“Masuklah!”
Tanpa ragu Kinara masuk ke dalamnya dan menemukan satu perempuan dan satu laki-laki di sana. Laki-laki itu bertugas untuk mengemudi dan sang perempuan duduk di samping Kinara.
“Kamu yang bernama Kinara Kim?”
“Ya.”
“Wajahmu benar-benar hampir mirip dengan Winter. Tidak! Kamu lebih cantik darinya. Dia pasti tak akan mengetahuinya.”
Kinara tidak tahu apa yang dimaksud dengan perempuan di sampingnya. Ia baru mengetahui saat berada di rumah besar yang pernah ia tinggali dulu. Dengan sangat angkuh Yoon Shishi dan Winter melemparkan sebuah kontrak di depannya.
Kontrak itu berisikan sebuah kerja sama dimana Kinara akan memakai identitas sebagai Winter dan hal yang tak pernah terlintas di benaknya adalah menjadi pengantin pengganti.
Kinara mencengkeram erat lembaran itu. Ia menatap tajam ke arah Yoon Shihi dan juga Winter.
“Aku tidak mau!”
Seringai dan ejekan muncul di wajah Yoon Shishi, “Bukankah ibumu saat ini sedang sakit dan membutuhkan perawatan. Kamu pikir perawatan tidaklah membutuhkan banyak uang? Pikirkan baik-baik.”
“Sejak kapan bibi mengkhawatirkan kesehatan ibuku?”
“Kamu!”
Winter langsung mencengkeram tangan ibunya dan menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu, kamu ingin melihat ibumu segera sembuh. Inilah satu-satunya kesempatanmu. Sekarang kamu tidak dalam posisi yang bisa menolak. Pikirkan demi ibumu.”
Lee Hyuk
Kinara Kim bertransformasi menjadi Winter
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!