Saat pertama kali mendarat di Jepang. Hal yang dilakukan Kinara adalah mempelajari naskah yang baru saja ia terima dari Minji. Ingin mengeluh rasanya namun Kinara tak mempunyai pilihan selain menuruti semua perkataan Minji. Nasib dan takdirnya berada di tangannya.
“Sebelum syuting iklan kamu harus menghadiri acara makan siang bersama Tuan Nakamoto.”
“Siapa dia?”
“Kamu tidak tahu siapa dia?”
Kinara menggeleng pelan.
“Dia adalah teman sekelas Winter dulu. Jadi jangan sampai ada kesalahan. Berperilakulah seperti biasa, jangan canggung atau itu akan membuat orang menjadi curiga.”
“Baiklah, aku mengerti.”
“Pelajari naskah itu lalu pergilah tidur. Aku berada di kamar sebelah jika butuh sesuatu panggil saja aku.”
“Ya.”
Setelah kepergian Minji. Kinara buru-buru meletakkan naskahnya. Ia buru-buru mandi, mengganti bajunya dan juga membersihkan semua riasan wajahnya.
“Ah, akhirnya kulitku dapat bernapas. Seharian memakai riasan membuat kulitku terasa mati. Sebaiknya aku tidur sekarang.”
Keesokannya, Kinara kembali melakoni perannya sebagai Winter. Ia menghadiri acara makan siang bersama rekan-rekannya. Saat datang di acara tidak ada yang memperhatikannya karena pada waktu itu seseorang tengah berpidato di depan panggung.
Kinara berdiri di tengah kerumunan. Matanya sibuk menelisik ruangan itu. Di sini tidak ada satu pun yang ia kenal. Pada akhirnya ia hanya menepi dari kerumunan.
Sejak pagi perut Kinara belum diisi sama sekali. Alhasil saat matanya menangkap makanan yang benar-benar menggoda seleranya. Ia langsung menuju acara prasmanan. Piringnya penuh dengan makanan sebelum ia duduk secara acak.
Beberapa gigitan begitu meleleh di dalam mulutnya membuat Kinara susah untuk berhenti.
“Bukankah kamu Winter?”
Kinara langsung berhenti pada gigitan terakhirnya. Kepalanya mendongak dan melihat wanita cantik berdiri di depannya.
“Dia siapa? Apakah dia teman Winter?” batin Kinara.
“Ya, benar.”
“Sepertinya kamu adalah wanita yang begitu terampil dalam memikat.”
“Apa?”
“Kamu sudah membuat pria iblis dingin dan kejam bertekuk lutut di bawah pesonamu. Apa rahasianya? Kamu tidak ingin berbagi denganku?”
Ucapan wanita itu begitu sinis namun Kinara sama sekali tidak terpancing amarah.
“Aku tidak mempunyai kemampuan untuk memikat orang dan suamiku bukanlah pria iblis dingin dan kejam. Kamu pasti mendengar rumor yang tidak benar.”
“Dasar munafik. Aku harap pernikahanmu tetap bertahan. Jangan sampai ada kata perceraian karena yang aku dengar Sian tidak menyukaimu.”
“Apakah kamu berharap aku segera bercerai? Kamu ingin menjadi penggantiku?”
“Aku tidak ingin memilikinya.”
“Benarkah? Tapi jangan khawatir, Sian juga terlalu malas melihat wanita sepertimu.”
“Kamu!”
“Ah, sepertinya aku terlalu makan banyak. Aku harus ke toilet.”
Kinara segera bangkit dari kursinya dan menuju ke toilet tapi sebelum ia berhasil membuka pintu. Gadis itu dikejutkan oleh sosok Minji yang baru saja keluar toilet.
“Astaga, kamu mengagetkanku.”
“Hei, aku bukan hantu!”
“Terserah, jangan halangi jalanku.”
“Tunggu sebentar,” cegah Kinara.
“Ada apa?”
“Kamu tahu wanita ini?”
Kinara memperlihatkan beberapa jepretan foto hasil bidikkannya.
“Kamu bertemu dengan dia?”
“Ya, sepertinya dia tidak menyukai Winter.”
Wajah Minji langsung mendongak dan melihat Kinara. Dari ekspresinya, ia sedang berpikir.
“Apakah dia berusaha memprovokasi mu?”
“Ya.”
“Rubah betina ini. Dia Jina, rival Winter. Saat bertemu dia usahakan kamu tidak boleh kalah darinya. Beberapa kali Winter dihina dengan wanita itu.”
“Benarkah? Apakah wanita ini sangat berbahaya?”
“Ya, dia sangat berbahaya dan ke depannya nanti kamu akan lebih sering bertemu dengannya.”
"Benarkah? Ah benar, dia sudah mengetahui pernikahan Winter dan Sian."
"Benarkah? Ah ini bisa menjadi masalah besar jika mulutnya besar."
Tiga bulan kemudian...
Kinara duduk di sebuah fitting room. Matanya bergerak-gerak seiring tangannya membuka lembaran demi lembaran majalah di pangkuannya.
Wajah Kinara langsung terangkat saat suara pintu terbuka tengah menyapa. Di baliknya ada Minji dengan memegang beberapa naskah.
“Apakah sudah selesai?”
“Ya, syuting ini adalah yang terakhir. Nanti akan ada acara makan malam tapi aku sudah terlanjur memesan tiket pulang jadi kamu hanya akan menghadiri acara makan siang saja.”
“Itu terdengar lebih bagus.”
“Kamu sepertinya tidak menyukai keramaian?”
“Sedikit, hanya sedikit tidak menyukainya.”
“Ingat! Sekarang kamu Winter. Keramaian dan acara sosialita adalah duniamu. Semakin kamu ikut acara-acara penting semakin banyak koneksi yang kamu dapatkan,” omel Minji.
“Baiklah, aku akan mengingatnya. Sekarang bolehkah kita pergi.”
Minji hanya melirik Kinara dan menghembuskan napasnya sebelum ia mengajak Kinara beranjak dari tempatnya.
Saat Kinara kembali ke Korea itu sudah malam karena Minji tak langsung membawanya pulang.
Kinara melihat rumah yang megah dan besar itu tampak redup. Tak ada cahaya yang menerangi. Kakinya dengan ragu melangkah. Saat berada di depan pintu, beberapa kali memencet bel. Berharap seseorang akan membukakan pintu untuknya. Namun beberapa kali itu pula tak ada tanda-tanda dari dalam.
“Dimana mereka semua? Apakah asisten rumah tangga sudah dipecat oleh Sian? Ah rasanya tidak mungkin.”
Kinara mencoba untuk memegang handle pintu dan sekali dorongan pintu itu pun terbuka.
“Aneh, kenapa pintunya tidak dikunci?”
Kinara perlahan masuk. Tangannya sedari tadi mencari-cari sakelar lampu. Dan klik, semua ruangan terang benderang. Ruang tamu itu tampak sepi tak berpenghuni.
“Kenapa aku mencium aroma...”
Kinara langsung berbalik dan alangkah terkejutnya saat melihat seseorang tengah duduk tenang di sofa berwarna putih.
Keterkejutannya membawanya pada keluarnya lolongan halus dari mulutnya. Seketika itu pula Kinara langsung membekap mulutnya dan berusaha bersikap tenang.
Mata Kinara menilik sosok pria yang tengah duduk sambil memejamkan matanya. Tidak yakin apakah ia berhalusinasi. Dia terlihat menjadi sosok pria malaikat dengan perangai yang agung.
“Bisakah kamu tidak melihatku? Itu membuatku ingin muntah.”
Tubuh Kinara bergetar saat gendang telinganya menangkan nada terakhir dari Sian.
“Aku minta maaf.”
Kinara langsung meluruskan punggungnya dan berjalan cepat menuju kamarnya.
Kinara langsung menutup pintu kamarnya. Tak lupa ia juga menguncinya. Satu bulan, ia sudah sembunyi dari Sian. Meskipun ia tidak ingin melihatnya namun pada akhirnya ia juga akan bertemu.
“Kenapa dia datang ke rumah ini? Bukankah dia sudah lama tidak tinggal di sini?”
Kinara mengepalkan tangannya dengan kuat. Mencoba menenangkan jiwanya. Beberapa kali Kinara memukul pelan dadanya.
“Kenapa di sini terasa sakit?”
Kinara langsung ambruk di ranjangnya karena kelelahan.
“Aku belum bicara dengannya selama satu bulan. Aku juga belum mendengar suaranya selama satu bulan. Tapi setelah satu bulan lamanya yang aku dengar hanyalah ucapan sinis dan jijik.”
Kaki Kinara langsung menendang-nendang udara dengan acak, “Ah, aku ingin menendang wajah tampannya.”
Saat Kinara belum puas dengan aksinya. Tiba-tiba suara deringan ponsel terdengar di sana. Kinara langsung menghembuskan napas panjangnya sebelum mengambil ponselnya yang berada di dalam tas.
“Siapa yang meneleponku? Nomor asing,” ucap Kinara saat
mengetahui siapa yang menghubunginya.
Kinara langsung buru-buru menggeser layar hijau dan menempatkan ponselnya di dekat telinganya.
Satu kalimat dari seberang sukses membuat mata Kinara membulat sempurna. Beberapa kali juga ia mengerjap-ngerjapkan matanya.
Rasanya sungguh tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Bibir Kinara membuka namun tak ada suara yang keluar.
.
.
.
.
Jangan lupa dukungannya ya....
Habis baca budayakan tekan tombol jempol untuk menghargai suatu karya.
Terima kasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Anis Swari
Yakkk siapa yang meneleponnya
2023-07-09
0
M Iriansyah
kirana
2022-05-28
0
Seniwatiw Seniwatiw
ok sekali
2022-04-25
0