“Kamu menikah dengannya! Dengan Sian?”
Sela hampir mengeluarkan bola matanya saat mendengar berita mengenai Kinara.
Sela buru-buru menuangkan air ke dalam gelas lalu meminumnya hingga tandas.
“Pelan-pelan minumnya.”
“Kabar ini membuatku gila. Tapi kenapa kamu ingin mati? Bukankah kamu menyukai Sian.”
“Aku merasa bersalah.”
“Kenapa kamu merasa bersalah? Dengan siapa kamu merasa bersalah?”
“Aku merasa bersalah karena aku menikahinya dengan identitas orang lain. Dan lebih parahnya dia menganggapku seperti identitas orang itu.”
Mata Sela mengerjap, “Jangan bilang kamu menjadi pengantin pengganti.”
Kinara tak lantas langsung menjawabnya. Butuh beberapa detik untuk kepalanya mengangguk.
“Bagaimana bisa kamu melakukan itu? Pengantin pengganti? Apakah kamu sudah gila?”
“Entahlah, mungkin saat itu aku sudah gila.”
“Kinara! Lalu siapa yang membuat menjadi pengantin pengganti? Jangan bilang Winter.”
Kinara langsung menatap Sela. Sela juga menatap Kinara. Mereka saling memandang seakan sedang berbicara lewat mata.
“Jangan bilang dia! Oh, Kinara!”
“Kamu ingin marah, karena aku bodoh atau karena aku gila?”
Sela tak jadi meneruskan ucapannya saat melihat raut kesedihan di wajah Kinara.
“Apakah luka itu kamu dapatkan dari dia?”
Kinara langsung menggeleng pelan.
“Baiklah, sekarang lupakan Sian dan Winter. Istirahatlah di kamarku, aku akan membuatkanmu sarapan.”
“Terima kasih,” ucap Kinara sambil tersenyum.
“Hei jangan memasang wajah seperti itu. Hatiku bisa meleleh. Ah benar.”
“Apa?”
“Aku hampir lupa memberitahumu?”
“Apa?”
“Ada seseorang yang aku sukai?”
“Pria yang kamu bicarakan tempo hari?”
“Tidak! Bukan dia.”
“Lalu siapa?”
“Aku ikut acara amal kemarin dan bertemu dengannya. Dia menawarkanku air saat aku kehausan. Ah itu air cinta. Aku rasa telah jatuh cinta?”
“Cinta?”
“Ya, cinta.”
“Kamu yakin itu bukan rasa tertarik biasa.”
“Aku yakin itu cinta.”
“Apakah kamu akan memotong rambutmu lagi untuk cintamu?”
“Tidak! Aku akan mengganti warna rambutku.”
Tepat pukul satu siang kakek Lee menelepon Kinara agar mengunjunginya. Kinara tak punya pilihan selain menyetujuinya. Padahal beberapa hari terakhir Kinara begitu menderita sehingga tidak bisa beristirahat dengan nyenyak.
“Aku harus pergi.”
“Kemana? Apakah kamu akan kembali.”
“Tidak.”
Kinara kini sudah berada di rumah kakek Lee. Beliau saat ini sedang berada di ruang makan.
Kakek Lee sangat senang melihat Kinara dan mempersilahkannya untuk segera bergabung.
“Kakek, saat perjalanan ke sini aku mampir untuk membeli minuman ginseng. Aku tahu kakek sangat menyukainya.”
“Winter, kamu adalah satu-satunya yang memperhatikan kakek. Bahkan Sian tidak memperhatikanku. Dia sudah melupakan kakek.”
“Jangan sedih kakek, Sian hanya banyak pekerjaan di perusahaan.”
Kinara lancar berbohong padahal ia sama sekali tidak tahu menahu dengan urusan bisnis Sian.
“Bibi Jo, sudah menyiapkan bekal makan siang untuk dua orang. Bawalah ke perusahaan. Makanlah di sana dengan Sian. Dia pasti akan senang.”
Senang? Yang ada Sian akan marah karena mengganggunya. Memberi bekal makan siang pada Sian sama saja menyerahkan diri ke kandang Singa.
“Kakek, mungkin saja dia sudah makan.”
“Seperti yang kamu katakan, anak itu sibuk dengan pekerjaannya. Dia pasti melewatkan makan siangnya.” Kakek Lee tersenyum meyakinkan Kinara.
Kinara bingung. Ia terdiam sambil meremas kedua tangannya. Melihat perubahan Kinara, kakek Lee merasa bingung.
“Winter, dulu kamu sering ke sini untuk meminta bibi Jo memasakan makanan untuk Sian dan kamu akan memberinya sendiri pada Sian. Tapi hari ini sepertinya kamu keberatan. Apa ada sesuatu?”
Kinara langsung mendongak. Ia buru-buru memaksakan kata-kata keluar dari bibirnya, meskipun itu terdengar terbata-bata.
“Tidak! Aku sama sekali tidak keberatan. Aku merasa senang. Hanya saja, lain kali bibi Jo tidak usah repot memasak untuk Sian. Biar aku yang memasakannya.”
Mendengar kata-kata Kinara, ekspresi kakek Lee langsung tersenyum semringah.
“Baiklah lain kali kamu yang akan memasakan makanan untuk Sian. Dia pasti jauh lebih senang.”
“Ya.”
Kinara keluar dari kediaman sambil membawa kotak makanan yang dikemas dengan rapi dan mewah.
Kinara menatap kotak makanan itu. Saat berada di kediaman kakek Lee. Kinara tak pernah berpikir bahwa ia ditelepon untuk mengantarkan makanan.
Pikiran mengantarkan makanan pada Sian mengantarkannya pada pemikiran-pemikiran ekstrem. Ia sendiri tak punya cara untuk menghapus pikiran-pikiran itu.
Kinara menekan rasa sakit yang berada di hatinya sebelum menyiapkan rasa sakit mentalnya.
Mobil Kinara berhenti tepat di samping perusahaan Sian. Kinara tak lantas turun dari mobilnya. Ia menoleh pada kotak makanan yang berada di jok depan.
Ia bersandar di kursi kemudi sambil melihat gedung pencakar langit.
“Haruskah aku pergi ke sana dan memberikannya?”
Kinara mengambil kacamata hitam dan mengenakannya. Ia juga mengambil kotak makanan itu dan keluar dari mobil.
Sebelum memasuki gedung itu, Kinara meraup oksigen dengan sangat rakus.
Sebelum Kinara datang, seseorang sudah memasuki ruangan Sian. Itu adalah Jina. Wanita yang menjadi pembicara di perusahaan Sian.
Jina mengenakan pakaian merah yang sangat seksi. Langkahnya ia ayunkan seperti daun yang diterpa oleh angin.
“Sian, terima kasih sudah mempercayakan aku untuk menjadi pembicara di perusahaanmu. Aku pasti tidak akan mengecewakanmu.”
Sian duduk di kursi kebesarannya. Ia mengenakan setelan jas hitam yang menonjolkan ketampanan otot-ototnya dan bahu lebarnya.
Sian sama sekali tak merespons ucapan Jina. Merasa tak ada respons dari Sian. Jina mencoba untuk memprovokasi Sian.
Wanita itu perlahan-lahan mendekati Sian dan tiba-tiba kakinya tergelincir sehingga ia jatuh tepat di pelukan Sian.
“Sian, aku minta maaf. Kakiku sepertinya keseleo.”
Saat Sian ingin menjatuhkan Jina ke lantai. Tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan sosok Kinara.
“Untuk apa kamu ke sini?”
Tubuh Kinara langsung membeku dan seakan guntur telah menyambarnya. Langkah Kinara secara otomatis mundur. Sementara Jina yang berada di pangkuan Sian tersenyum menyeringai.
Bibir Kinara membuka namun tak ada kata yang keluar dari sana. Ditatap dingin oleh Sian dan mendapat tatapan ejekan dari Jina membuat rasa sakit pada diri Kinara berkali-kali lipat. Ia dengan segera berbalik dan berlari keluar.
Pada saat pintu ditutup, Sian langsung melemparkan Jina ke lantai.
“Ah, sakit.”
Ketidaknyamanan muncul pada diri Sian. Ia langsung melemparkan ke jasnya dan pergi keluar ruangan. Melihat perubahan sikap Sian yang begitu drastis membuat Jina kebingungan.
Jina buru-buru keluar sebelum ia mendapatkan masalah. Wanita itu buru-buru pergi dan tak sengaja melihat Kinara yang masih berdiri di sudut gedung.
“Hei.”
Kinara langsung menoleh tanpa repot-repot menjawabnya.
“Aku rasa Nyonya Muda Lee begitu tidak disukai oleh Tuan Muda Lee.”
“Tidak peduli perlakuan Sian padaku, aku masih Nyonya Muda Lee.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Kinara berlalu pergi.
Kinara memasuki mobilnya dan bersandar dari sana. Mencoba menenangkan hatinya. Namun saat melihat Sian dan Jina, hatinya kembali berkecamuk. Kinara buru-buru melajukan mobilnya.
Tepat di persimpangan jalan yang sepi sebelum memasuki kawasan rumah kakek Lee. Kinara berhenti di sana saat mengetahui kotak bekalnya masih bersamanya.
Kinara mengambilnya dan buru-buru memakannya.
“Makan adalah cara ampuh untuk melupakan gejolak batin.”
Kinara melahapnya dengan penuh nafsu. Ia sesekali menekan dadanya yang entah kenapa terasa sesak. Tak jarang juga air matanya tiba-tiba jatuh.
Sian buru-buru keluar untuk mendapatkan setelan jas baru. Ia juga kembali ke kediaman kakek Lee karena ada beberapa dokumen yang tertinggal di sana.
Saat sampai di sana kakek Lee langsung menyambutnya. Ekspresinya jelas sangat terkejut.
“Bukankah Winter berada di perusahaanmu mengantarkan makanan, kenapa kamu di sini?”
Sian tampak berpikir bahwa Kinara menemuinya untuk mengantarkan makan siangnya.
Sian langsung berbalik dan menutup pintu lalu menuju mobilnya.
“Tuan Lee apakah kita akan kembali ke perusahaan?” tanya Erik saat melihat Sian sudah duduk di dalam mobil.
Sian tak menjawabnya karena sibuk dengan pikirannya.
Ia ingin memperhatikan Kinara. Ia ingin melihat, pakah Kinara akan melaporkan tindakannya pada kakek atau tidak.
Tepat setelah ia mendengar kata-kata Kinara menabrak gendang telinganya. Sian mulai bingung.
“Wanita itu, tidak memberitahukannya pada kakek.”
Alis Sian sedikit mengerut saat mendengar ucapan Kinara bersama kakeknya.
“Kakek, aku sudah membersihkan kotak bekalnya. Makanan yang dibuat oleh bibi Jo benar-benar enak hingga kami memakannya tanpa sisa.”
Sian langsung menatap Kinara. Apa yang dikatakan itu hanya kebohongan. Nyatanya saat perjalanan menuju kediaman kakek Lee. Sian melihat mobil Kinara yang terparkir di jalan. Ia juga melihat wanita itu menghabiskan makanannya sendiri.
“Winter di masa lalu tidak seperti ini. Meskipun aku membuatnya kesal sampai mati, dia pasti akan mencari peluang untuk mendekatiku. Bahkan mengemis perhatian padaku. Dia benar-benar melakukan apa yang aku inginkan? Dia benar-benar tidak akan menganggukku lagi?”
.
.
.
Selalu dukung cerita ini dengan cara vote dan like
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Seniwatiw Seniwatiw
good bagus
2022-04-25
0
Puan Harahap
hadir thor, pria idola
2021-03-25
0
KHARDHA LOVE
Kinara yang tegar ya😢 lanjut semangat terus ya salam dari Dokter Cinta Spesialis Hati dan Aku Seorang Penghibur! Bukan Pelacur!
2021-02-23
0