Mencintai Bodyguard Saleha
"Hari ini kau tidak akan selamat dari ku. Jika kau tiada, aku akan menguburmu." Ujar laki-laki separuh baya itu. Matanya di penuhi kabut amarah. Sementara istrinya tersenyum menyaksikan kekejaman suaminya yang memukuli gadis kecil itu tanpa ampun.
"Maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Tolong, lepaskan aku." Gadis kecil itu memohon dengan derai air mata yang tak dapat ia tahan. Pakaian lusuh yang ia kenakan sejak tiga hari yang lalu meninggalkan noda merah bekas darah di beberapa bagian. Bukannya merasa kasihan, laki-laki paruh baya itu semakin bersemangat memukuli gadis kecil itu, kenapa ia terlahir sebagai manusia? Pria baruh baya itu cocoknya menjadi hewan buas saja.
Apa Tuhan tidak menitipkan belas kasih di hati terdalamnya? Kenapa istrinya merasa bangga menyaksikan kekejaman yang di lakukan suaminya? Tak bisakah ia menghentikan aktivitas makannya hanya untuk mengatakan "Hentikan suamiku. Dia masih kecil. Dia pasti sangat kesakitan."
Eeekkkk!
Suara sendawa perempuan kejam itu memenuhi langit-langit rumah sederhananya, seolah dunia berputar hanya di bawah kakinya.
Lima menit kemudian.
"Hentikan suamiku, dia akan tiada. Apa kau mau pohon uang kita mati bersamanya?" Celoteh perempuan yang tak kalah sadis dari suaminya itu.
"Kali ini aku memaafkanmu. Jika besok kau tidak dapat apa-apa dari hasil meminta-minta, jangan salahkan aku, Malaikat maut akan menjemputmu atas perintahku." Ucap lelaki paruh baya itu sembari melempar cambuknya kelantai.
Pasangan sadis itu meninggalkan gadis kecil itu di ruang kecil yang tak layak di tempati manusia. Untuk menangis, gadis kecil itu sudah tidak sanggup lagi. Tubuhnya masih di penuhi memar-memar yang belum sembuh, tapi hari ini pria kejam itu kembali memukulinya secara membabi buta.
"Allah... apa aku akan tiada?" Ucap anak manis itu sambil menghapus sudut mata dengan punggung tangannya.
"Tolong, selamatkan aku!" Rintih gadis kecil itu sambil mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Ia duduk sambil menyandarkan tubuh kecilnya pada dinding yang terbuat dari papan yang sudah lapuk di makan usia. Mata sayunya memandang langit yang mulai menggelap.
Di luar terlihat mendung.
"ALLAH... BANTU AKU PERGI DARI NERAKA INI!" Pinta gadis kecil itu, ia berusaha menahan sakit yang menjalar di sekujur tubuh lemahnya.
Duar!
Suara guntur menggelegar, seakan mewakili kesedihan gadis kecil itu. Hujan pun mulai turun, sangat deras.
"Langit, apa kau sedang menangis bersamaku? Aku sakit! Sangat sakit, tapi aku tidak akan menangis lagi." Celoteh gadis kecil itu mencoba menguatkan diri, ia menghapus sudut mata dengan punggung tangannya.
Hujan tak kunjung reda. Gadis kecil itu memberanikan diri melangkahkan kaki meninggalkan karpet lusuh tak layak pakai itu. Ia memandang kekanan dan kekiri berharap orang tua adopsinya tidak tahu ia akan meninggalkan rumah penuh derita itu. Perlahan gadis itu mengendap-endap seperti pencuri kecil yang takut tertangkap sang empunya rumah. Dan benar saja, ketika gadis itu akan keluar dari gerbang besi, tiba-tiba wanita separuh baya itu berteriak.
"Siapa di sana?"
Tubuh gadis kecil itu menggigil. Perasaan takut apa bila wanita kejam itu melihatnya meninggalkan rumah memenuhi lubuk hati terdalamnya. Hampir saja ia pingsan karena ketakutan.
Merasa tak ada siapapun, wanita itu beranjak dari tempat berdirinya sambil membawa jamu kuat khas Jawa Timur yang ia pesan secara Online minggu lalu, khusus untuk suami kejamnya.
"Allah... selamatkan aku." Lirih gadis kecil itu berkali-kali, ia mulai berjalan menembus dinginnya terpaan hujan.
Sementara itu di tempat berbeda, tepatnya di kediaman Dinata. Tampak keluarga harmonis itu sedang makan dengan lahapnya. Tidak ada percakapan apapun di meja makan kecuali suara sendok dan garpu yang saling bersahutan.
Setelah makan malam, keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri, seorang putra dan seorang putri itu beranjak menuju ruang keluarga. Berbincang sambil menonton Televisi di sana.
"Shawn kita juara kelas lagi, Ma. Papa benar-benar bangga padanya." Senyum merekah keluar dari bibir Bu Hanum setelah mendengar ucapan penuh semangat dari suaminya.
"Tentu saja, Pa. Dia putra kebanggaan kita. Lihat saja nanti, namanya akan di kenal di seluruh seantaro Kota." Ucap Bu Hanum dengan senyuman lebarnya. Shawn yang sedang di bicarakan hanya terdiam, sesekali ia menoleh kearah Mama dan Papanya yang masih tertawa cekikikan.
"Ma. Pa. Shawn pamit kekamar." Bocah pintar itu meminta izin sambil memandang kedua orang tuanya.
Dan dari jarak puluhan kilo meter kediaman Dinata, nampak seorang gadis kecil berjalan dengan langkah tertatih-tatih. Tubuhnya masih menggigil. Sepersekian detik kemudian tubuh kecil itu tumbang di bawah gerbang besi berwarna hijau, napasnya terdengar berat.
"Allah... jika ini akhir hidupku, aku mohon satukan aku dengan Ayah dan Ibu. Di Surga yang sama tempat kekasih mu berada, Muhammad." Lirih gadis kecil itu sebelum ia benar-benar menutup mata.
Hiks.Hiks.Hiks.
"Jangan pukul aku. Sakit. Sakit."
Suara tangis di sertai rintihan menahan langkah Bu Rahayu. Ia segera berjalan menuju kamar di samping Musalla kecil tempat anak-anak biasa belajar Al-Quran.
"Ndok, bangun." Bu Rahayu menepuk pelan tubuh putri kesayangannya. Perlahan, mata gadis itu mulai terbuka lebar. Bu Rahayu menghapus air mata gadis itu dengan tangan lembutnya. Sungguh, wanita paruh baya itu terlihat menahan kesedihan di balik senyuman yang coba ia paksakan.
"Ibu. Hiks.Hiks." Gadis itu memeluk tubuh Bu Rahayu, biasanya ia tidak pernah menangis di depan siapa pun.
"Apa mimpi buruk itu kembali mengganggumu?" Tanya Bu Rahayu pelan. Gadis itu mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa.
"Itu hanya mimpi. Bangunkan adik-adik mu, ambil Wudhu lalu kita Shalat Subuh berjama'ah." Pinta Bu Rahayu, beliau kembali mengusap mata putri kesayangannya yang masih berair.
Setelah shalat subuh dan sarapan. Waktunya anak-anak berangkat sekolah. Di ruang tengah, tiga anak SMP dan lima anak usia sekolah dasar berkumpul. Ada yang sedang memakai sepatu, ada juga yang sedang merapikan seragam dan tas sekolahnya.
"Kak, cepat." Ucap salah satu dari mereka.
"Tunggu sebentar. Kakak sedang merapikan jilbab." Ucap seseorang dari dalam kamar. Satu menit kemudian, seorang gadis berwajah ayu keluar dari balik daun pintu. Ia terlihat bahagia. Padahal pagi tadi ia masih menangis dalam tidurnya.
"Bu, doakan Raina agar Raina segera dapat pekerjaan." Ucap gadis itu sambil mencium punggung tangan Bu Rahayu. Bu Rahayu mengangguk sambil membelai wajah Raina dengan penuh kasih sayang. Tidak terasa air mata mulai menetes dari sudut matanya. Melihat ibunya sedih, Raina hanya bisa memberikan pelukan hangat.
Tak ingin larut dalam kesedihan panjang, Raina meminta adik-adiknya segera bersalaman. Berangkat sekolah, meninggalkan Panti tempat mereka di besarkan dengan penuh kasih sayang.
"Mbak Yu kenapa?" Tanya seseorang dari belakang punggung Bu Rahayu.
"Apa ini tentang Raina? Apa mimpi buruk itu masih mengganggunya?"
Bu Rahayu menghela nafas kasar sambil duduk di kursi rotan, pertanyaan adik perempuannya kembali mengingatkannya pada kejadian pagi tadi.
"Saya tidak menyalahkan Raina, wajar anak itu masih trauma. Peristiwa buruk yang terjadi di masa kecilnya benar-benar menakutkan. Entah Iblis seperti apa yang menyakiti tubuhnya separah itu. Jika Tuhan mempertemukan saya dengan makhluk jahat itu, tak jitak kepalanya sampai puas." Gerutu Bu Romlah kesal.
Bu Rahayu pun belum bisa melupakan kejadian dua puluh tahun silam, kejadian ketika ia pertama kali menemukan Raina dengan luka yang hampir merenggut nyawanya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒚𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒓𝒊𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒑𝒂𝒓𝒕" 𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒖𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖
2024-07-19
0
Neulis Saja
rsina orang tuamu kemana sampai kamu hrs menjadi peminta2 dan uangnya hrs setor ke orang lain
2023-10-06
1
Elyana*03
Dia bukan hanya perempuan kejam. Dia sudah mirip iblis yang menjelma jadi manusia. 😠. Baru baca aja, aku sudah baper, Thor...! Semangat terus berkarya.
2023-01-09
2