'Huhhh hanya di sini.. aku bisa bebas. Aku heran, dengan ayah! Mengapa sekarang aku lebih sulit bergerak sebisaku. Bagaimana bisa ibu bertahan dengan suami seperti itu!? Sangat keras kepala, egois, dan suka semaunya sendiri. Semua sifat yang jelek ada padanya. Aku benar-benar lelah harus berpura-pura manis di depan Pak Tua itu. Tetapi aku juga tidak bisa menyalahkan dirinya.. hanya aku keluarga satu-satunya yang ia punya. Dan ini juga demi janjiku, pada Ravella, dan Ibu.' batinnya
"Ada apa nak Dewi..!? mengapa wajah cantikmu menjadi manyun begitu..!!" ujar Roya, memperhatikan Ravella, yang sedang asyik dengan pikirannya sendiri.
"Euh.., Kakek Roya! Haah.. aku rasa, biarpun aku tidak cerita, Kakek juga pasti sudah tahu, kenapa aku tampak sangat kesal bukan!?" keluhnya sambil bersedekap tangan. Roya hanya tersenyum melihat sikap Masternya itu.
"Yah, aku tahu. Jangan terlalu kau ambil hati, dengan sifat ayahmu itu, Nak. Dia memang keras kepala, dan terlihat kejam. Akan tetapi.. hanya dialah satu-satunya keluargamu. Begitupun dirimu baginya. Sebenarnya.. dia mempunyai hati yang sangat lembut. Namun trauma di masa lalu.., dan pengalaman pahit yang telah merubahnya. Hingga jadi seperti sekarang.
Dia terlalu menyayangimu, seperti mana dia menyesal telah mengabaikanmu. Dan setiap kali dia mengingat hal itu..! Dia akan merasa tersiksa akan penyesalannya sendiri. Dan hal itu juga yang semakin membuatnya ingin melindungimu. Dan tanpa dia sadari, dirinya telah menjadi semakin posesif juga protektif dalam waktu yang bersamaan." jelasnya.
"Trauma!? apa maksud Kakek..? memang apa yang Ayah alami, hingga membuatnya menjadi dingin dan ganas seperti itu? Lalu bagaimana Kakek bisa tahu tentang trauma, masa kecil Ayah..! bukannya, Kakek belum pernah melihatnya ketika masih kecil..?" gumamnya penuh tanya.
"Pertanyaan yang bagus, Nak. Hem... Aku harus memulainya darimana, ya..? Eum... aku bisa melihat masa lalu seseorang, hanya dengan melihatnya saja." seru Roya.
"Dan itu sangat mudah bagi kami, Nak. " sambung yang lainnya tiba-tiba serentak.
"Astaga,, Kakek...! Sejak kapan kalian di sini..??" tanya Ravella terkejut, dengan kehadiran Para Spirit.
"Tentu saja bisa nak, karna kami bagian dari dirimu. Dan apapun yang kau lakukan, dan kau pikirkan. Kami tahu dan juga bisa merasakannya, Nak." jawab Saga.
"Apa....!!" ujarnya yang baru tahu hal tersebut. "Oh tidak, satu lagi masalah baru. Jika begini, sama saja aku tidak mempunyai privasi untuk diriku sendiri. Itu sama saja dengan bohong." ravella menghela nafas panjang sambil menangkup wajahnya, dengan kedua tangan mungilnya.
"Hahaha.. tenanglah Nak Dewi, kami tidak akan bisa membaca pikiranmu, ketika kekuatanmu telah mencapai tingkat yang sempurna. Sebagai seorang Dewi." ujar Tama, membuat Ravella sedikit lega.
"Ya sayang.. kau akan menjadi Dewi sejati, ketika waktunya telah tiba. Dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama Nak, mungkin..!" ujar Zaku, sedikit ambigu. "Dan kau harus bersiap dari sekarang sayang, karena perjalananmu yang sesungguhnya, baru akan dimulai." sambungnya lagi.
"Hmm.. baiklah, aku mengerti. Eum, tetapi.. apa yang salah pada wujud kalian Kek..!? Mengapa tiba-tiba kalian berubah jadi tampan dan gagah? mengapa tidak memakai wujud asli saja..?? Jika di duniaku dulu, kalian bisa menjadi Idol para gadis." jelasnya mengingat kehidupan yang sebelumnya.
"Karena lebih nyaman berbicara denganmu dalam wujud seperti ini, Nak Dewi. Tapi.. jika kau tidak menginginkannya.. kami bisa merubah bentuk kami, kembali seperti semula." jelas Gira.
"Tidak usah Kek, kalian bebas melakukan apapun yang kalian mau. Oh.. ya, lanjut lagi.. Kek! Ceritamu tadi, mengenai Ayah. Aku jadi semakin tertarik dan penasaran dengan masa kecil, si Pak Tua, yang menyebalkan itu." celotehnya lagi.
"Kita lanjutkan kapan-kapan saja Nak. Sekarang anda sudah sampai di rumah. Lihatlah.. Ayahmu, lebih membutuhkanmu, pergilah Nak." ujar Roya, tersenyum.
"Ah, iya aku lupa tentang itu! Aku kan masih dalam kereta. Baiklah, aku akan pergi dulu. Oh iya Kek, kapan waktu Monster itu akan tiba..? Aku benar-benar khawatir dengan keadaan para penduduk sekitar. Haruskah kita mengevakuasi dulu para penduduk, agar mereka bisa aman dari bahaya yang sedang mengancam!" ujarnya.
"Kau tidak perlu khawatir, Nak Dewi. Biarkan itu menjadi urusan kami. Kau hanya perlu istirahat yang cukup, dan berlatihlah bersama Mana dan Auramu. Karena sebenarnya mereka itu hidup dan berwujud, akan tetapi keduanya masih menyembunyikan bentuknya darimu." jelas Tama.
"Haaah... jadi mereka juga mempunyai wujud..!!?" tanyanya yang baru tahu.
"Benar Nak, mereka hanya merajuk, karena kau tidak pernah mengajak mereka berkomunikasi secara langsung. Dan kau juga harus memberi mereka nama. Agar mereka benar-benar menyatu denganmu."
"Bagaimana bisa Mana dan Aura, juga bisa hidup dan berbentuk! bukankah mereka hanyalah sebuah jurus yang dikembangkan untuk menjadi sebuah senjata yang bisa digunakan..?" tanyanya heran.
"Kau benar Nak, tapi itu pengecualian untukmu." tegas Zaku.
"Maksud Kakek apa..!" tanyanya masih belum mengerti.
"Karena kau spesial, Nak. Kau berbeda dengan manusia biasa." sambung Zaku.
"Emh begitu rupanya!" tiba-tiba terdengar suara memanggil, bergema dari luar
"Ravellaa... Ravel.. bangun sayang." panggilnya khawatir.
'I-itukan suara Ayah, aku harus kembali. Gawat, kalau aku tidak kembali sekarang. Bisa-bisa Ayah akan menganggap aku pingsan lagi. Dan itu akan fatal, kalau sampai ketahuan olehnya. Bisa-bisa aku tidak akan dapat bergerak bebas di bawah alam sadarku.'
"Eh.. Ayah, apakah kita sudah sampai?" tanyanya sambil mengucek mata.
"Ya.. sayang, dan sekarang kau sudah ada di kamar. Ayah telah mengejutmu dari tadi, tapi kau tetap tidak mau bangun. Dan itu membuat Ayah sangat khawatir, Nak." jelas Duke.
'Ah! gawat, aku benar-benar kelelahan gara-gara pergi ke Zona Mana.' batinnya. "Jangan khawatir Ayah, mungkin aku hanya kelehan saja." ujarnya menenangkan Ayahnya.
"Inilah mengapa, Ayah tidak ingin kau berlama-lama berada di sana, Nak" gerutunya mulai kesal.
"Tidak apa-apa Ayah. Aku sangat senang melihat ke Kaisaran, dan diundang langsung ke Istana. Dan itu adalah yang pertama kalinya, bagiku!"
Lannox melihat Ravella dengan tatapan nanar, tampak raut penyesalan muncul, di kedua bola matanya yang indah. "Ini semua kesalahanku, Nak.. karena ke egoisanku, kau jadi tidak bisa mengenal dunia luar." ujarnya getir.
Ravella membelai tangan Lannox. Ia lalu mengambil tangan Ayahnya, dengan kedua tangannya yang mungil. Lalu ia meraih membawa tangan besar itu ke pipi kanannya. "Cukup Ayah..! Jangan dibahas lagi. semuanya sudah berlalu, mari kita memulai lembaran yang baru. Ayah tidak perlu mengungkit lagi mengungkit Kenangan yang sudah lama tertidur. Karena itu hanya akan menyakiti diri Ayah sendiri. Ravel sudah memaafkan Ayah. dan tetaplah menjadi Ayah yang seperti ini. Yang selalu mencurahkan kasih sayangnya kepadaku." ujarnya sambil tersenyum.
Ravella menatap Lannox dengan wajah malaikatnya, hingga membuat Lannox sangat bahagia dan terharu, melihat pertumbuhan putrinya. Tanpa terasa, bulir bening kehangatan jatuh membasahi pipinya.
'Sayang ku.. mengapa Aku baru menyadari sekarang, bahwa aku telah menyia-nyiakan permata yang sangat indah dalam hidupku.' batinnya, tampak ada raut penyesalan singgah di paras tampannya. Lannox lantas memeluk Ravella, dengan erat. Dan penuh kasih sayang. Meski tak bisa diungkapkan dengan lisan. Hanya Air mata yang terus mengucur tanpa suara. Ada penyesalan yang membuat dadanya menjadi sesak.
"Putriku.. kau adalah karunia terindah dalam hidupku.. karena kau adalah hadiah dari Ibumu untukku. Jadi jangan pernah berpikir untuk meninggalkan Ayah, sendiri. Karena Ayah, akan merasa sangat kehilangan dirimu. Cukup bagiku kehilangan sekali, dan aku tidak mau hal itu terulang lagi untuk kedua kalinya. Karena Ayah akan terus menjadi bayanganmu, kemanapun kau pergi, Nak." ujarnya kini tampak serius, dan tampak sorot matanya di penuhi ambisi.
Ravella hanya bisa terdiam dan menepuk pelan, punggung besar Ayahnya. 'Baru kali ini, aku melihatnya kondisinya yang begitu rapuh. Ternyata selama ini dia sangat kesepian, tanpa ada Ibu di sisinya. Dia memang pria yang sangat setia. Haah Ibu, ternyata aku salah menilai suamimu.
Kau sangat beruntung memilikinya di sisimu. Dia bahkan tidak ingin menikah lagi, setelah kepergianmu. Haah.. Aku jadi ingin memiliki suami sepertimu, Ibu.. Yang selalu setia dan saling mencitai sampai maut memisahkan.
Akankah aku bisa menemukan pria seperti itu dalam hidupku!? Hadehh.. apa yang aku pikirkan? Oh Ravella... Kenapa pikiranmu berkelana tidak jelas begini, sadarlah Ravella.' batinnya.
Ravella lantas menangkup wajah ayahnya, dengan kedua tangan kecilnya. Lalu mengusap Air mata Lannox yang tak berhenti menetes sejak tadi.
"Jangan menangis lagi, Ayah. aku akan selalu bersama Ayah, menemani Ayah. Jadi jangan bersedih lagi.. karena itu hanya akan membuatku semakin pilu melihatnya." ujarnya lirih.
"Terima kasih Putriku, akhirnya kau melihat kelemahan Ayahmu ini. Itu sangat memalukan bagiku, menangis di depan Putriku, sendiri." gumamnya lirih.
"Hmm.. Terkadang kita memang butuh menangis, agar menjadi lega. Karena tekanan dalam hidup, akan sangat berat jika tidak dikeluarkan dengan air mata. Memendam bukanlah solusi yang tepat. Namun tidak masalah jika untuk menjadi perlindungan diri, agar kelemahan kita tidak diketahui oleh orang lain, bukankah begitu Ayah..!" tanyanya sambi tersenyum.
"Putriku.. mengapa pikiranmu sangat tua sekali, di usiamu yang masih sangat kecil..!" ujarnya sambil menatap heran.
'Cih, tentu saja kau berpikir seperti itu..! Mentalku kan memang lebih tua dari tubuhku. Apalagi usiaku juga sama denganmu. Hanya saja.., Aku bertransmigrasi ke dalam tubuh Putrimu. Apa kau pikir, aku ingin seperti ini...?' gerutunya dalam hati kesal.
'Apakah ini yang dia lakukan, saat aku memperlakukannya dengan sangat buruk dulu? Pantas saja dia dewasa sebelum waktunya. karena dia mempunyai kenangan yang sangat buruk denganku.' pikir Lannox, dengan wajah lemas.
"Gedebug...!" Tiba-tiba saja Ravella, jatuh pingsan di Pangkuan Ayahnya. Karena fisiknya mengalami kelelahan. Setelah memasuki Zona Mana.
"Vel.. Ravel.. bangun sayang, Putriku..! Kenapa dia jadi pingsan lagi!? Bukankah dia sudah tidak latihan..! Lantas apa yang membuatnya jadi pingsan seperti ini..? Dokter....., panggilkan dokter sekarang, cepaaat." teriaknya dengan panik.
"Baik Yang Mulia" Ranov pun segera bergegas berlari keluar, untuk memanggil Dokter.
.
.
.
.
"Bagaimana keadaan Putriku..!" desaknya.
"Beliau tidak Kenapa-kenapa, Yang Mulia. Tuan Putri hanya kelehan biasa." jelas si Dokter.
"Jangan berbohong Dokter, apa kau yakin Putriku tidak Kenapa-kenapa..?" Lannox langsung meraih kerah baju sang Dokter, karena tidak mempercayainya.
"A-am..punnn.. Yang Mulia, m-mana mungkin saya berani berbohong. Tuan Putri memang benar, hanya kelelahan biasa.. Yang Mulia. Saya berani menjaminnya dengan taruhan nyawa saya sendiri." ujarnya setelah mendiagnosa keadaan, Tuan Putri.
"Ciih... baiklah. Kali ini kulepaskan kau. Namun.. jika kenyataan tidak sesuai harapan, bersiaplah mayatmu berada di tiang gantungan." gumamnya memperingatkan.
Siapa yang tidak tahu dengan keseriusan Duke! dalam pengucapannya. Jika ia sudah berucap.. Maka pasti akan ia lakukan.
"A-a...ampuni.. Saya Yang Mulia." Dokter Armand dibuat gemetar ketakutan. Setelah mendengar ucapan Lannox. Lututnya menjadi lemas tak berdaya dan jatuh terduduk Di lantai.
***
Keesokan harinya...
"Tok.. tok.. tok.. Tuan Putri, Yang Mulia Pangeran, datang berkunjung." ujar si Palyan dari luar pintu.
"Katakan saja, aku sedang tidak di tempat" sahutnya malas.
"Tapi.. Putri..., beliau sudah ada d-di sini." ujar Pelayan terdengar takut.
"Apa..! Oh tidak, aku ketahuan bohong. Gawat ehem.. ehem.. ya sudah. Kalau begitu, suruh saja masuk." ujarnya sambil berpura-pura batuk.
"Baik Putri, silahkan Yang Mulia Pangeran." ujar si Pelayan mempersilahkan.
"klik, tap.. tap.. tap.." Devinxall berhenti, di depan ranjang Ravella.
"Hormat hamba, Pangeran." Ravella segera bangkit dan menyapa sopan.
"Apa kau tidak menyukai kedatanganku, Vella..! Padahal aku sangat rindu ingin bertemu denganmu. Mengapa kau menghindariku..? Untung saja aku segera ke kamarmu. Jika tidak, aku pasti sudah pulang dengan perasaan hampa." sindirnya.
'Uueeekkkk... Cih, kata-katamu membuat aku geli, bocah.' batinnya "Maaf Pangeran, saya tidak bermaksud begitu. Hanya saja.. saya sedang ingin sendirian." kilahnya.
Pangeran memperhatikan Ravella, tanpa berkedip sedikitpun. Ia tahu, Ravella tampak tidak suka dengan kehadirannya.
"Benarkah begitu..! Ya, aku paham. Kau pasti kelelahan setelah pulang dari pesta kemarin. Aku sudah mendengar kondisimu, Makanya aku bergegas kemari." ujarnya khawatir.
'Ah.. bagaimana dia bisa tahu kalau aku kelelahan? Apa mungkin dia menaruh mata-mata di sekitarku..? Hmm.. itu tidak mungkin! di Novel, dia tidak pernah mematai, Ravella. Karena dia selalu percaya pada Ravella. Hanya saja.. Dia sangat naif, mudah percaya begitu saja, dengan kata-kata manis Grasial. Eh, maksudku Grasia. Ah, bodo'ah.. pusing.' batinnya.
"Terima kasih, atas kepedulian Yang Mulia Pangeran. Saya jadi merasa tidak enak hati.. karena telah membuat anda khawatir." ujarnya datar.
"Jangan begitu Vella.. Bukankah kita sudah berteman sejak kecil. dan sangat wajar jika aku mengkhawatirkan kondisimu, bukan?"
"Sekali lagi Terima kasih, karena sudah mengkhawatirkan saya." 'Hah, malas sekali mendengar ocehanmu, bikin mual saja.' batinnya kesal.
"Baiklah kalau begitu.. karena aku sudah melihatmu, aku akan pulang sekarang. Ketika aku ada waktu luang.. Aku akan datang lagi berkunjung." ucapnya sembari tersenyum.
'Aku tidak menjawab dan hanya membalas dengan makmasakan diri untuk tersenyum. Mulut ku terlalu malas untuk digerakan.' batinnya.
.
.
.
"Sudah seminggu berlalu.. Namun aku masih belum mendapat kabar tentang Monster yang akan menyerang. Apakah para Monster tahu kami sedang bersiap menghadapi mereka..!? Hingga penyerangan mereka ditunda..?" Lannox sedang asik dengan pikirannya, sembari memegang dagunya, pandangannya terfokus keluar jendela. Seolah sedang melihat pemandangan.
"Hmm.. Pergerakan mereka sangat aneh! Seolah semua telah terencana dengan sangat matang. Atau mungkin isu itu hanyalah umpan, untuk mengalihkan perhatian ke Kaisaran...!? Hmmm.. aku harus tetap siaga. Untuk sementara aku akan memasang sihir penghalang, agar para Monster tidak bisa menyentuh ke Kaisaran."monolognya.
.
.
.
.
Haripun sudah mulai gelap, sang fajar telah terlelap di keharibaan malam.. dan semua penghuni Mansion, yang berjaga telah dibuat tertidur secara paksa. Bahkan Lannoxpun ikut tertidur nyenyak.
Tiba-tiba.. keluar cahaya yang entah datang darimana? Muncullah sosok pria tampan, berambut hitam panjang menjuntai.. dengan jubah panjang setengah lengan. Mengenakan atasan dada sedikit terbuka melebar, hingga menampilkan otot dada yang sedang mengintai, dibalik jubah indahnya.
Pria itu kemudian menghampiri ranjang yang ditempati Lannox, dan Ravella. Ia menatap Ravella, yang sedang terlelap dalam pelukan, Lannox. Lalu ia menjentikkan jarinya.. Dan perlahan tubuh mungil itu, mulai melayang perlahan lalu berhenti tepat dalam dekapan pria tampan tersebut.
"Apa kabarmu Permaisuriku...?" Ujarnya dengan tatapan penuh kerinduan. Pria itu mengecup lembut kening Ravella. "Kau begitu kelelahan dalam tubuh kecilmu ini, Permaisuriku. Aku sungguh tidak tega melihatmu seperti ini. Namun, kau harus tetap melewatinya, karena ini adalah takdirmu sebagai seorang Dewi. aku akan terus mengawasimu..! Untuk itu, aku akan memberi sedikit perlindungan padamu, dan bocah kesayanganmu ini." gumamnya sambil melihat ke arah, Lannox.
Tubuh Ravella kembali melayang terbang perlahan, menuju ranjang tempat ia tertidur tadi. Setelah menaruh kembali Ravella kedalam pelukan sang Ayah, yang juga sedang terlelap.
"Tik.." Jentikan jari berbunyi kembali. Keluarlah pendar cahaya dari kalung permata darah, yang mereka kenakan. Cahaya semerah darah menyelubungi dua anak manusia, yang sedang terlelap dalam pelukan sang malam. Dan beberapa saat kemudian.. Cahaya tersebut menghilang terserap dalam tubuh mereka berdua.
"Dengan ini, kau akan aman permaisuriku. Begitupun dengan bocah nakal ini." gumamnya sambil mengalihkan pandangannya. Lalu ia menjentikkan jarinya kembali.
Keluarlah hewan besar berbulu putih, hewan itu melayang tinggi, terangkat keluar dari bayangan, yang ada di samping ranjang mereka tiduri. Tubuh Zion melayang, dan berhenti tepat di hadapan pria misterius itu.
"Hmmm.. untukmu Zion, bocah yang sangat lucu, karena kau telah bersungguh-sungguh malayani Permaisuriku, Dengan taruhan nyawamu. Maka kau akan ku hadiahi kalung permata Petir. ini akan menjadi pelindung bagimu.. sekaligus menjadi senjata saat kau sedang dalam keadaan terdesak."gumamnya.
"Garda." serunya.
"Ya .. Paduka Mulia." sahutnya penuh hormat.
"Lindungi bocah bulu ini, untukku. Jangan sampai ia terluka sedikitpun. Karena aku sangat menyukai tekad bocah bulu ini. Bantulah ia saat ia sedang berada dalam kesulitan melawan musuh yang kuat." perintahnya.
Pria itu tampak terheran, dengan perintah Sang Paduka.
"Maafkan jika pertanyaan Hamba lancang. Paduka, bukankah dia hanyalah spirit kelas rendahan, yang belum mencapai tahap elit?!" tuturnya heran, tapi juga penasaran.
"Kau tidak perlu tahu, atas apa yang aku lakukan." gumamnya datar, namun dengan intonasi yang membuat Garda, seketika bergidik ngeri setelah mendengar ucapan Pria misterius itu.
"A-a-ampunkan H-hamba Paduka. Titahmu adalah perintah bagi Hamba." gumamnya namun dengan tubuh yang masih gemetar. Pria misterius itupun hanya mengangguk. Kini Garda, kembali merubah wujudnya menjadi kalung hitam, stone bermata ungu kelam. dan kalung itupun terikat menggantung dileher sang singa.
"Tik.." Ia kembali menjentikkan Jarinya. Kemudian Zion, kembali melayang perlahan dan tenggelam kedalam bayangan. "Sampai ketemu lagi, Permaisuri kecilku." ujarnya sedikit menoleh kearah Ravella, sambil tersenyum. Dan cahaya terang itupun, kembali muncul menelan pria misterius itu.
Setelah kepergiannya, kini.. Para Prajurit yang ikut tertidur, kembali tersadar tanpa ada yang tahu, kenapa mereka tiba-tiba bisa tertidur pulas. Tidak hanya Para Prajurit, Para pelayanpun juga ikut merasa heran, dan kebingungan. Mereka juga tidak tahu kenapa mata mereka, tiba-tiba mengantuk. Bahkan Lannox sendiripun, tidak habis pikir dengan kejadian tersebut.
"Apa karena aku terlalu lelah akhir-akhir ini!? Haah.. mungkin juga aku memang kurang tidur." monolognya sambil mengurut pelipisnya.
"Lannox.. apa yang kau lakukan pada leherku..!?" ujar seseorang yang baru saja muncul. "Mengapa saat terbangun, tiba-tiba kalung ini sudah ada di leherku...?" ujarnya merungut kesal.
Lannox memperhatikan Singa besar itu dengan teliti.
"Hmmm baguslah.. kau sangat cocok mengenakannya, jadi tampak lucu.. Darimana kau mendapatkannya...!?" tanyanya yang juga penasaran.
"Hei Nak, aku sedang tidak bercanda.. Justru aku datang meminta penjelasanmu, kenapa kalung ini, bisa ada pada leherku.. Apa ini ulahmu hah..? ini sangat tidak nyaman, kau tahu!!." gerutunya kesal.
"Maaf Pak Tua... Untuk apa aku membuang waktuku, hanya untuk memberimu kalung jelek itu. Jika kau datang kemari hanya untuk membicarakan masalah spele seperti itu! Sebaiknya enyahlah, Pak Tua." ujarnya malas.
"Ciiih.. Dasar bocah tengik! tenyata aku salah, telah menemuimu." Bwuuussss... Zion pun langsung menghilang, ditelan bayangan.
Di dunia bayangan, Zion tampak gelisah dan tidak nyaman.
'Kalung apa ini sebenarnya..?? Kenapa tiba-tiba saja, kalung ini sudah berada di leherku..! Kalau bukan bocah itu yang memberikannya, lantas siapa?? Darimana kalung ini berasal..!? Benar-benar aneh! Ah, sudahlah. biarkan saja, kupikirkan masalah ini nanti saja." monolognya mulai lelah, dengan apa yang terjadi.
"Hai kek Zion, apa yang sedang kau lakukan disini..!" ujar Ravella, yang baru saja muncul.
"Ah, Nak Dewi.. Apa kau juga sudah ada di sini?" tanyanya yang baru sadar dari lamunan.
"Tidak juga.. Aku memang sedang ingin ke Danau, kebetulan aku melihat Kakek, ada di sini. Jadi, sekalian aku mampir.
Tapi Kek... mengapa wajahmu kelihatan sangat kesal? Memangnya apa yang telah Ayah ku lakukan, padamu Kek...?" tanya Ravella heran.
"Hah.. Entahlah! Aku juga tidak mengerti. Saat terbangun, tiba-tiba saja kalung ini sudah ada di leherku. Dan aku sungguh tidak nyaman, dengan kalung ini, Dewi." keluhnya.
"Hmmm..." Ravella, memperhatikan kalung yang ada dileher Singa besar itu dengan teliti.
"Pantas saja, kulihat seperti ada yang berubah darimu Kek! ternyata kalung ini penyebabnya. Tapi menurutku, kau sangat cocok mengenakannya. Aku suka melihat Kakek memakainya. jadi jangan dilepaskan ya, Kek. Karena Kakek tampak lucu saat mengenakan kalung itu." ujarnya dengan wajah polos. Setelah itu, Ravella membelai bulu putih indahnya. Zion tersipu malu dengan pujian yang diberikan Ravella untuknya.
Meskipun ia menjadi kesal, saat teringat ucapan yang sangat mirip keluar dari kedua Ayah, Anak itu. Jika ucapan itu keluar dari Lannox, mungkin ia akan membalasnya. Tapi karena ucapan tersebut keluar dari mulut Putri kecilnya, entah kenapa di telinga Zion, perkataan tersebut terdengar seperti pujian.
"Hmm.. kalau memang Dewi benar menyukainya.. aku akan terus memakainya untukmu, Dewi." ujarnya dengan bangga.
"Ya, itu sangat cocok untukmu, Kek." jawabnya serius. Kemudian Ravella, memeluk tubuh Singa besar itu. " huuh.. bulumu sangat lembut dan membuat nyaman, Kek. Aku jadi mengantuk." ujarnya dengan mata tetutup.
Zion, senang bulunya membuat nyaman, Sang Putri. Moodnya yang sejak tadi tidak karuan, kini mulai tenang. "Jika Dewi mengantuk, tidurlah Dewi. Aku akan menjagamu di sini." ujarnya sambil bertopang dagu pada punggung lengannya.
"Hmm baiklah, kebetulan aku memang merasa sangat le--lah." suaranya mulai terdengar sayup-sayup. Karena ia pun langsung tertidur.
Zion, merebahkan dirinya di rerumputan nun hijau, dan Ravella berbaring sambil memeluk tubuh singa besar itu, seolah ia sedang berada di kasur miliknya. Angin berhembus lembut membelai danau.. pepohonan rimbun mengibaskan daunnya yang rindang. Zion melihat pemandangan tenang, sambil menjaga sang Dewi.. yang sedang tertidur pulas.
"Hmmm.. aku sangat beruntung didekati sang Dewi... hmmm apa aku tukar kontrak saja dengan Beliau, ya? Daripada mempunyai Master yang egois, dan juga sangat berisik, apalagi ia sering membuat keributan." batinnya.
"Ciiih.. jangan mimpi cucuku.. kau tidak pantas berada di sisinya." tiba-tiba muncul suara yang menyadarkan lamunannya.
"Kakek, kapan kau datang..?" Zion menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Kau terlalu fokus melamun, sampai tidak sadar aku datang.. huh! bagaimana mungkin bocah sepertimu, akan menjaga Dewi..!" timpalnya dengan nada sedikit mengejek.
...***...
Jangan lupa like, vote, n komen. serta saran kalian ya...!
Karna itu sangat membantuku, untuk lebih bersemagat lagi dalam menulis. Terima kasih.
Bagaimanakah, kelanjutan Zion, dan kakek zaku....! Nantikan di bab selanjutnya. 😉😉😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments