Kami Harus Lari
Nama gadis manis itu Indira. Lahir di sebuah keluarga sederhana yang sarat aturan militer. Karena ayah Indira, pak Surya adalah seorang bintara di TNI AD. Ibunya, bu Siti seorang ibu rumah tangga biasa, yang sangat patuh pada suami.
Pak Surya dan Bu Siti memiliki empat orang anak. Anak tertua pak Surya bernama Amar yang merupakan karyawan di sebuah perusahaan swasta. Anak kedua bernama Indira, seorang mahasiswi. Anak ketiga dan keempat bernama Adi dan Ali, masing-masing duduk di kelas 2 SMK dan 3 SMP.
Keluarga Indira tinggal di pemukiman umum di daerah Jakarta. Meskipun ayah Indira bisa saja membawa keluarga kecilnya tinggal di rumah dinas yang disediakan kesatuannya, tapi ayah Indira lebih memilih pemukiman umum. Alasannya karena dia ingin mendidik keluarganya agar lebih membaur dengan lingkungan.
Indira remaja terbiasa mandiri hampir di segala hal. Bahkan untuk biaya kuliahnya Indira juga mengusahakan sendiri dengan bekerja. Sebelumnya Indira adalah karyawati di perusahaan kontraktor bangunan. Namun setelah diPHK, dia memilih bekerja sebagai guru les privat anak-anak SD.
Indira sedikit tomboy, tapi bisa jadi sosok yang lembut sesuai keadaan. Wajahnya cukup manis. Dengan kulit sawo matang dan postur tubuh yang 155 cm sesuai dengan berat badannya, Indira terlihat menarik. Karakternya ramah walau agak sedikit introvert. Dengan sifat dan karakternya itu membuat Indira agak sulit untuk 'cepat akrab' dengan orang lain khususnya orang dewasa. Tapi sikap Indira akan berbalik 180° jika itu berkaitan dengan anak-anak.
Indira memang suka anak-anak dan mudah menyelami jiwa anak. Indira juga bisa membuat anak yang anti sosial berubah menjadi anak yang terbuka dan mau menerima kehadiran orang lain terutama dirinya. Dengan kemampuan tersebut Indira bisa dengan mudah berinteraksi dengan anak-anak dan materi pelajaran yang dia sampaikan pun bisa dengan mudah dicerna oleh mereka.
Kemampuan Indira berinteraksi dengan anak juga menorehkan pengalaman menarik. Saat itu Indira dan rekannya yang bernama Tini mengajar les private di sebuah keluarga 'tajir' yang memiliki dua anak perempuan. Sang adik yang saat itu kelas 3 SD diajar oleh Indira, sedangkan sang kakak yang duduk di kelas 5 SD diajar oleh Tini.
Rupanya sang kakak iri melihat cara belajar mengajar Indira yang menurutnya sangat menyenangkan. Akibatnya sang kakak pun mulai 'mengacau' dan mengganggu proses belajar sang adik hingga mereka bertengkar hebat.
Indira dan Tini bingung bagaimana cara melerai kedua anak itu. Para asisten rumah tangga yang berjumlah empat orang pun tak sanggup menghadapi amukan kedua anak majikannya itu.
Kemudian sang pengasuh menelpon ibu kedua anak tersebut. Bu Sasya berjanji akan pulang cepat dan meminta agar kedua anaknya dipisahkan sementara dengan diajak ke dua tempat berbeda.
Setelah kedua anak tersebut berhasil ditenangkan, Indira dan Tini pun pamit.
Esoknya Indira tetap datang seperti biasa. Tapi rupanya kedatangan Indira sudah ditunggu oleh ibu kedua anak itu. Bu Sasya meminta Indira mengajar anak sulungnya juga. Semula Indira menolak dengan halus karena kawatir menyinggung perasaan Tini.
Bu Sasya menjelaskan anak sulungnya menderita sindrome pengendalian diri atau kita kenal dengan 'autisme'.
" Emosinya naik turun. Ga boleh terlalu senang, terlalu sedih atau terlalu marah. Jika keinginannya tak terpenuhi dia bakal ngamuk dan menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Terkadang Saya terpaksa mengunci si Kakak di kamar supaya ga membahayakan dirinya, Adiknya juga semua orang yang ada di rumah. Sekarang si Kakak masih menjalani terapi di dokter kepercayaan keluarga. Dan setelah berkonsultasi dengan dokter, beliau menyarankan agar Saya membicarakan ini dengan Bu Indira," kata Bu Saysa.
Mendengar penuturan bu Sasya akhirnya Indira menyetujui permintaannya walau merasa tak enak hati dengan Tini. Saat itu Indira tak mau kehilangan mata pencariannya karena dia ingin membantu kedua orangtuanya. Apalagi bu Sasya berjanji urusan dengan Tini akan diambil alih olehnya.
Setelah hari itu kedua anak Bu Sasya menjadi murid Indira. Karena semangat mengikuti les, hal itu berimbas pada nilai pelajaran mereka di sekolah. Nilai mereka mengalami peningkatan yang lumayan pesat hingga membuat bu Sasya bangga dan bahagia.
Sebagai ungkapan terimakasih Bu Sasya pun memberi bonus kepada Indira diakhir semester sebelum libur akhir tahun. Tentu saja Indira senang menerimanya.
Di dalam bus tak hentinya Indira tersenyum membayangkan respon kedua orangtuanya saat mengetahui dia mendapatkan bonus. Setelahnya Indira kembali merenungi perjalanan hidupnya.
Sebelumnya Indira selalu optimis mengejar impiannya. Indira makin semangat karena pekerjaan yang dia tekuni juga sesuai dengan bidang yang dia minati. Saat ini Indira masih tercatat sebagai mahasiswi semester empat jurusan Teknik Arsitektur di sebuah universitas swasta di Jakarta. Indira kuliah sore hari karena bekerja. Dan sekarang Indira terpaksa cuti kuliah karena ketiadaan biaya.
Indira ingat, di kampus dulu dia bisa berinteraksi dengan banyak orang yang memiliki karakter berbeda. Meski tak banyak teman, tapi Indira lumayan disukai dalam kesehariannya.
Teman Indira kebanyakan pria dewasa yang merupakan pekerja kantoran dan telah menikah. Dengan status mereka sebagai suami sekaligus ayah, berteman dengan Indira adalah hal yang menyenangkan. Selain Indira bukan sosok yang 'genit', Indira juga pandai membawa diri hingga teman-temannya tak perlu khawatir dicemburui istri masing-masing.
Indira pun tersenyum saat mengingat interaksinya dengan para pria dewasa yang sebagian juga ada yang jomblo seperti dirinya.
" Gimana absen Gue kemaren Dir ...?" tanya Jamal saat bertemu dengan Indira di kantin kampus.
" Tenang aja, Gue kan orang nya amanah. Udah Gue absenin kok kemaren," sahut Indira sambil mengunyah makanannya.
Jamal pun tersenyum lalu ikut duduk di samping Indira sambil menikmati segelas teh panas.
Tiba-tiba beberapa teman sekelas mereka ikut bergabung hingga membuat kantin menjadi ramai seketika.
"Wahhh ... makan berduaan aja nih, kok ga ngajakin Gue sih. Jangan-jangan ada something nih Lo berdua ya !" kata Heru lantang disambut tawa teman-teman mereka.
"Ga lah Her, Indira mah bukan type Gue banget. Lo tau dong gimana selera Gue," sahut Jamal sambil menaik turunkan alisnya.
" Ga boleh ngomong gitu Mal, pamali. Kan ada tuh pepatah Jawa yang bilang 'jalaran soko kulino', lama-lama cinta gara-gara sering nongkrong bareng ...," kata Adang mengingatkan.
" Oh iya. Betul tuh yang Adang bilang. Jangan sampe Lo ketulah omongan sendiri Mal. Sekarang nolak, eh ke depannya justru Lo yang ga bisa jauh dari Indira !" sela Khairul sambil tertawa.
" Udah deh, nih pada ngebahas apaan sih?. Lagian kalo Gue masuk type Lo sekalipun, Gue juga ga bakal mau sama Lo Mal," kata Indira ketus.
Ucapan Indira tentu saja disambut tawa semua orang. Bahkan pelayan kantin ikut tertawa karena melihat ekspresi wajah Jamal yang terkejut sekaligus malu.
" Pait ... pait. Kasian banget Lo Mal. Belom berjuang aja udah ditolak duluan sama Indira. Gimana nihh ...?" goda Heru sambil tertawa.
Jamal nampak memonyongkan bibirnya sambil garuk kepalanya yang tak gatal mendengar ucapan teman-temannya.
" Oh iya lupa. Dira dicariin senior tuh tadi," kata Adang setelah tawanya mereda.
" Senior yang mana Dang ...?" tanya Indira.
" Yang sering bareng Lo itu lho. Duh siapa ya namanya, Gue lupa. Pokoknya sering pake topi ungu gitu deh. Katanya Lo ada janji sama dia dan sekarang ditungguin di ruang senat," kata Adang lagi mencoba mengingat.
" Ooo ... itu si Elmo. Tapi perasaan Gue ga pernah janjian sama dia," sahut Indira sambil berusaha mengingat.
" Masa sih. Tapi dia keukeuh nunggu Lo di sana Dir," kata Adang.
" Ciee ciee ..., Indira maennya sama senior sekarang. Kayanya cowok itu suka sama Lo dan lagi berusaha modusin Lo Dir. Udah sikat aja Dir, oke juga kok orangnya," sela Boni.
" Apaan sih, jangan kumat deh ...," kata Indira sambil bangkit dari duduknya.
Setelah membayar makanannya, Indira beranjak masuk ke kelas diikuti teman-temannya itu.
Tawa masih terus menggema diantara mereka. Sesekali rayuan gombal dialamatkan Boni pada Indira, yang membuat suasana makin gaduh. Apalagi respon Indira yang tenang makin membuat mereka senang. Sungguh pemandangan ini sudah menjadi santapan rutin Indira di kampus setiap hari dan itu membuatnya rindu.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
🥀princes_novel❤️🥀
next yg ke10thor🤭🤭🤭
ga bisa move on pasti baca novel author ummiQu🤗🤗🤗
2023-08-03
1
Yeni Mariyati
hadir
2022-04-01
0
Yeni Mariyati
mantap
2022-04-01
0