Lamunan Indira masih berlanjut karena hanya itu yang bisa dia lakukan saat kondisi jalan raya macet di sore hari itu.
Indira ingat, saat dia dan teman-temannya tiba di lantai dua, mereka berpapasan dengan Elmo. Nampaknya pria itu sedikit kesal karena lelah menunggu Indira.
" Hei Dir, baru dateng Lo. Lo ga lupa kan kalo Lo janji mau bantuin Gue ngerjain tugas ?" tanya Elmo.
" Bantuin tugas yang mana ya El ?. Seinget Gue, Gue ga pernah janji apa-apa sama Lo. Bukannya justru Lo yang maksa supaya Gue ngajarin Lo ya ...," sahut Indira.
" Waktu kita naik bis tingkat tempo hari Dir. Gue tau Lo lulusan STM Bangunan, pasti bisa lah soal kaya gini mah. Ayo buruan ajarin Gue, keburu dosen Dateng nih," paksa Elmo.
" Tapi di sekolah dulu nilai Mekanika Teknik sama Bangunan Air Gue tuh emang jeblok gara-gara Guenya ga ngerti El ...," kata Indira.
Meski Indira sudah berusaha mengelak untuk membantu Elmo mengerjakan tugas, tapi pria itu tetap memaksa.
Akhirnya dengan enggan Indira mengikuti Elmo yang mulai melangkah ke arah balkon yang merupakan tempat favorit para mahasiswa duduk santai sambil menunggu jam mata kuliah dimulai. Begitu Elmo membuka buku, terlihat rumus dan angka-angka yang membuat Indira pusing.
Bersyukurnya Indira saat melihat Heru melintas di depan mereka. Tanpa basa basi Indira meminta Heru ikut bantu Elmo mengerjakan tugasnya. Heru yang memang cerdas mengiyakan saja permintaan Indira.
"Gitu El caranya ...," kata Heru sesaat kemudian.
"Ntar nentuin jumlah baut sama diameter baut yang dipake gimana Her, ga paham nih Gue," sahut Elmo setengah frustasi.
Heru dengan telaten kembali mengajarkan Elmo berhitung dengan rumus yang sudah ada di catatan. Indira ikut serius memperhatikan penjelasan Heru. Menurut Indira cara Heru lebih mudah dipahami dibanding dosen yang mengajar di depan.
Akhirnya Elmo selesai mengerjakan tugasnya. Setelah mengucap terimakasih pada Heru dan Indira, Elmo pun melangkah masuk ke dalam kelasnya meninggalkan Heru dan Indira yang masih duduk di balkon.
" Gue kok ngerasa aneh sama temen Lo itu Dir ...," kata Heru sambil mengikat tali sepatunya yang terlepas.
" Aneh kenapa Her ...?" tanya Indira.
" Yaa ..., dari segini banyaknya orang kenapa dia minta bantuin Lo ngerjain tugas. Selain Lo Adek kelasnya, Lo juga kan belom sampe ke materi yang tadi dia kasih liat karena emang belom diajarin sama Dosen. Mustahil Lo bisa ngerjain semuanya kecuali Lo jenius. Kan biasanya juga Lo nyontek sama Gue kalo ada tugas Mekanika Teknik," sahut Heru.
" Iya juga sih. Emang aneh tuh orang , kenapa ga minta ajarin sama temen sekelasnya aja ya," kata Indira.
" Jangan-jangan dia naksir sama Lo Dir. Alasan aja nanya tugas biar bisa deket sama Lo. Modus cowok kaya gini mah gampang banget kebacanya," gumam Heru sambil menggelengkan kepalanya.
Ucapan Heru membuat Indira tertawa. Dan karena mendengar hal yang sama berulang kali, mau tak mau Indira mulai 'ngeh' dengan sikap Elmo padanya.
Indira menghela nafas panjang saat mengingat betapa lambatnya Elmo mengungkapkan perasaan sukanya hingga membuat Indira lelah. Karena tak ingin terjebak dengan romansa tanpa wujud, Indira pun memilih mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih penting dan bermanfaat.
Dan lamunan Indira pun buyar saat kernet bus menyebut nama pemberhentian berikutnya dengan lantang. Indira bergegas bangkit karena tempat pemberhentian tersebut adalah tempat tujuannya.
\=\=\=\=\=
Tahun 1998.
Saat itu Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan pada pucuk pimpinan negara.
Demo dan kerusuhan sporadis terjadi hampir di semua tempat. Hal ini menyebabkan ketidak nyamanan hampir disetiap lini kehidupan masyarakat terutama yang ada di kota besar, termasuk Jakarta.
Surat kabar dan media elektronik dipadati berita demo dan kerusuhan setiap harinya, bahkan media elektronik selalu update berita hampir setiap jam. Bayangkan betapa ricuhnya Jakarta saat itu.
Masyarakat resah, ibu-ibu menjerit karena harga sembako yang tak stabil dan mulai merangkak naik. Sulitnya distribusi menjadi salah satu alasan yang menyebabkan harga sembako meroket.
Saat itu hampir semua orangtua harus menyediakan ongkos extra buat anak mereka agar bisa pulang selamat, karena harus beberapa kali ganti alat transportasi untuk menghindari demo yang marak terjadi.
Indira yang saat kejadian masih duduk di semester empat, juga ikut merasakan langsung 'kerusuhan' menjelang peristiwa bersejarah yang disebut Reformasi itu.
Sore itu seperti biasa Indira pulang dari mengajar les private. Saat bus sedang melaju, tiba-tiba bus yang ditumpangi Indira itu dihadang orang-orang tak dikenal. Jumlah mereka cukup banyak. Mereka memaksa semua penumpang turun saat itu juga. Memilih aman akhirnya semua penumpang turun tanpa perlawanan. Semua orang mengira mereka akan dirampok. Tapi mereka salah.
Setelah awak bus dan seluruh penumpang turun, seseorang menyulut api di kolong bus. Tak lama kemudian bus pun terbakar. Semua orang refleks menjauhi bus tersebut. Tak hanya membakar bus, mereka juga memblokir jalan yaitu dengan cara membakar ban mobil di tengah jalan. Asap hitam yang mengepul disertai api yang membesar membuat semua orang panik lalu menyingkir perlahan.
Indira pun segera pergi meninggalkan tempat itu dengan berjalan kaki. Rupanya Indira tak sendiri, karena di saat yang sama dia juga melihat banyak orang dari berbagai arah yang jalan kaki seperti dirinya. Indira sempat bingung melihat banyak orang yang berjalan kaki. Indira mengira hanya jalur yang dia lewati yang mengalami kendala. Tapi ternyata Indira salah. Kejadian serupa juga terjadi di jalan-jalan lainnya yang membelah kota Jakarta. Dan kemudian kejadian tersebut disebut kerusuhan massal karena terjadi dimana-mana di seluruh wilayah Jakarta.
Di sepanjang jalan Indira harus menyaksikan sebuah kejadian langka. Indira melihat penjarahan massal di sebuah mini market. Disebut massal karena penjarahan tak hanya dilakukan oleh satu orang, tapi banyak orang. Security dan karyawan mini market tampak tak berdaya menghadapi puluhan orang yang datang menjarah. Mereka hanya berdiri mematung di depan toko sambil saling menatap cemas.
Di saat yang sama, tepat di sebrang jalan yang Indira lalui, Indira juga melihat beberapa mesin ATM milik Bank-bank Swasta dirusak beberapa orang tak dikenal. Nampaknya penjarahan juga terjadi di mesin penghasil uang otomatis itu.
Indira makin bingung saat melihat toko-toko di sepanjang jalan yang biasanya masih melayani pembeli pun tampak tutup. Indira tak mengerti mengapa hampir di semua rolling door toko tertulis 'MILIK PRIBUMI'. Ada juga tulisan 'MILIK HAJI DULLOH', 'MILIK USTAZAH SAMIRAH' dan sebagainya. Rata-rata tulisan itu menginformasikan bahwa toko adalah milik warga Indonesia asli dan bukan milik warga asing. Di kemudian hari Indira baru tahu bahwa tulisan tersebut dibuat sebagai isyarat agar toko tidak dijarah warga.
Kondisi saat itu sangat kacau. Di semua tempat terlihat rusuh dengan orang-orang yang berteriak, saling memaki dan berlarian kesana kemari. Meski pun begitu perjalanan Indira terbilang lancar dan aman. Karena tak seorang pun dari perusuh itu mengganggunya.
Di sepanjang jalan Indira juga melihat ibu-ibu yang berbaris sambil menangis. Rupanya mereka mencari suami atau anaknya yang belum pulang. Mereka kawatir jika keluarganya jadi korban salah sasaran karena banyaknya warga yang terluka akibat kerusuhan massal saat itu.
Indira dan warga lainnya masih berjalan kaki karena tak ada satupun kendaraan umum yang lewat. Banyak pemilik motor yang tiba-tiba jadi 'ojeg motor' dadakan karena ingin mencari sedikit keuntungan dari kondisi saat itu. Meskipun ongkos yang diminta terbilang fantastis, tapi banyak juga orang yang menggunakan jasa ojeg dadakan tersebut. Indira memilih tetap jalan saja. Selain tak bawa uang lebih, Indira merasa tak sendirian karena hampir semua orang melakukan hal yang sama dengannya.
Hingga tak terasa malam pun tiba. Sepanjang jalan gelap karena pemutusan aliran listrik besar-besaran dari PLN. Meski gelap, namun jalan tetap ramai dan bising karena hampir semua orang turun ke jalan.
Saat melintas di depan deretan perkantoran, Indira melihat banyak orang berseragam yang sembunyi di kegelapan. Mereka juga menggenggam senjata api laras panjang sambil terus mengamati situasi. Indira tahu mereka adalah petugas gabungan TNI, POLRI dan security kantor yang tampak siaga menjaga kemungkinan terburuk dari warga yang sedang 'mengamuk'.
Indira sempat berhenti beberapa kali karena lelah. Indira baru sadar jarak yang dia tempuh selama ini ternyata sangat sangat jauh. Sambil beristirahat Indira berusaha tetap tenang. Untuk mengusir ketakutan Indira pun berbincang ringan dengan orang-orang di sekitarnya. Setelah cukup istirahat, Indira kembali melanjutkan perjalanannya.
Saat melintas di depan SPBU, Indira kembali dihadapkan pada kekacauan yang sama. Merasa bukan hal aneh lagi, Indira memutuskan mengabaikannya. Dalam hati Indira tak putus berdoa. Dia berharap orang tua dan saudaranya dalam keadaan selamat.
Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam, akhirnya Indira tiba di depan pemukiman tempat ia tinggal. Sama seperti tempat lain, pemukiman Indira juga gelap. Rupanya saat itu PLN melakukan pemutusan aliran listrik secara menyeluruh.
Indira tersenyum melihat keluarganya dan para tetangga sedang berkumpul di depan rumah.
Helaan nafas lega dan ucapan syukur terdengar dari mulut semua orang saat Indira mengucap salam. Bahkan Bu Siti langsung menghambur memeluk Indira dengan erat saking bahagianya. Indira pun membalas pelukan ibunya itu dan terharu saat tak sengaja melihat air mata di wajah sang ibu.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
senja
kasian ya, yg punya bis siapa, yg nyupir siapa, kan sesama mereka juga, jd gak bs nafkahi keluarganya
2022-03-31
1
Nila Cherry
kejadian 1998 ... krisis moneter
2022-03-16
0
✳️Nåtåßÿå_ßÿå✳️🐣
LIKE LIKE LIKE👍💜💜
SUKSES TERUS THOR
2021-07-23
2