Suara bel pintu membangunkan tidur Prilly, ia sangat kesal karna ini masih jam enam pagi. Waktu tidurnya masih kurang satu jam lagi.
Tetapi ketika melihat siapa yang berdiri di pintu apartemennya, dia segera melompat karena bahagia.
"Mariaaa...." Prilly melompat ke dalam pelukan wanita itu. "Maria, aku merindukanmu, sangaaat merindukanmu," rengek Prilly pada wanita yang datang pagi hari itu.
"Nona Prilly, aku juga merindukanmu," ujar wanita setengah baya itu sopan.
"Baiklah, ayo kita masuk dan sejak hari ini tolong rawat aku lagi dengan baik."
"Baiklah, Nona, aku pasti merawatmu seperti dulu ketika kau bayi." Maria terkekeh dengan tingkah manja wanita yang sejak bayi tumbuh di dalam asuhannya. "Lihat dirimu sekarang. Kau sangat kurus." wanita itu memandang Prilly dengan tatapan iba.
"Maria, jangan bersikap seolah-olah aku teraniaya karena bercerai," sungut Prilly.
"Maafkan aku, Nona, tapi sungguh kau tampak kehilangan banyak berat badan. Apa kau kelelahan bekerja? Apa kau tidak makan bergizi karena tinggal sendiri? Kau pasti tidak makan dengan benar." Maria lebih cerewet daripada Sandra Smith ibunya.
"Hahahaha. Kau benar, Maria," jawab Prilly. "Maka dari itu sekarang buatkan aku sarapan yang enak," ucap Prilly dengan manja sambil mendorong koper Maria dan mengantarkan wanita itu ke dalam kamarnya.
Hari ini suasana hati Prilly benar-benar baik. Mungkin karena dia sarapan yang nikmat dan tidak perlu memikirkan lagi nanti malam makan apa dan di mana.
Setelah menyerahkan kode akses apartemen dan menyerahkan sebuah kartu bank kepada Maria untuk belanja keperluan hidup mereka, dia segera melesat untuk berangkat bekerja. Ya, bekerja. Ini sangat lucu, mantan istri miliarder Alexander Johanson bekerja di perusahaan menengah dan menjadi staf biasa di departemen perencanaan keuangan. Banyak yang merasa heran dan mungkin banyak juga yang mencemooh di belakang punggungnya. Tetapi Prilly menanggapi dengan santai, bahkan gajinya mungkin hanya cukup untuk membayar gaji Maria. Namun, ia telah bertekad hanya ingin hidup santai. Hidup dengan bebas serta menikmatinya seperti gadis lain meskipun dia bukan lagi seorang gadis. Meskipun secara fisik dia terlihat lebih imut dari gadis yang berusia tujuh belas tahun.
Sebulan telah berlalu sejak perkenalan Prilly dengan pria bermata biru itu, pria itu juga tidak menghubungi Prilly. Dia mengatakan mereka tinggal di lantai yang sama, namun dia sama sekali belum melihat pria itu lagi.
Terkadang, Prilly memikirkan pria itu dan berharap bisa bertemu dengannya. Namun kemudian ia menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia bahkan tidak tahu nomer ponsel pria itu. Karena Prilly tidak sengaja menghapus log panggilannya sebelum dia menyimpan kontak pria yang mengaku bernama Mike tersebut.
Pagi itu, seperti biasanya, Prilly bersiap hendak pergi bekerja. Baru saja Prilly melangkah keluar dari pintu apartemennya, dia sangat terkejut menemukan seorang pria menjulang tinggi dengan setelan jas yang rapi dan tas kerja di tangannya, berdiri tepat di depan pintu apartemennya.
"Ya Tuhan, kau mengejutkanku," keluh Prilly. "Apa kau perlu bantuanku?" tanya Prilly ragu-ragu.
"Hey, Nona manis, apa kau tidak merindukanku?" goda Mike.
"Maaf, Tuan Mike, saya akan segera pergi bekerja. Mungkin kita bisa berbincang lagi lain kali," jawab Prilly sopan.
"Bisakah kau memberikan tumpangan? Mobilku kebetulan sedang rusak dan bisakah kau panggil aku Mike saja?" Mike tiba-tiba memohon padanya.
Prilly memandang serius wajah pria itu. Bohong, batin Prilly. Jelas itu hanya akal-akalan seorang pria mata keranjang, batinnya lagi.
"Maaf, Tuan Mike, saya sedang terburu-buru," jawab Prilly dan dengan cepat berjalan pergi meninggalkan Mike. Tetapi dengan setia, Mike merendengi langkah kaki kecil Prilly.
"Apa seperti itu caramu berterima kasih pada orang yang mengangkatkan barang-barang belanjaanmu yang berat itu?" rengek Mike.
"Ya Tuhan, saat itu bahkan aku tidak meminta bantuanmu, Tuan," elak Prilly sambil berjalan melewati Mike dan menekan tombol lift.
"Berikan aku tumpangan hari ini saja, tolonglah," rengek Mike. "Kumohon," rengeknya lagi.
"Tuan Mike Bryan, aku akan terlambat jika harus mengantarkanmu. Gajiku akan di potong," tolak Prilly jujur. Ia hanya seorang karyawan baru dan tidak baik jika terlambat masuk kerja.
"Kalau begitu, tidak usah bekerja saja," jawab Mike dengan enteng.
"Apa kau bilang? Ijazahku akan sia-sia bila aku menjadi pengangguran," jawab Prilly.
"Kau bisa bekerja di perusahaanku. Katakan saja, posisi apa yang kau inginkan," ujar Mike.
"Kau bisa naik taxi online, Tuan," lanjut Prilly tak menghiraukan kata-kata yang keluar dari bibir pria tampan itu. Dan bergegas keluar dari lift. Prilly ingin segera mengatasi detak jantungnya yang berdentum dengan sangat kencang seakan debarannya bisa terdengar keluar.
Prilly segera masuk ke mobilnya dan memasang seat belt. Dengan cekatan, Prilly menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya pergi menuju kantornya.
Sesampai di kantor, dia menyalakan komputernya berkutat dengan dokumen-dokumen dan sesekali menguping pembicaraan para gadis yang ada di sebelahnya.
Mereka benar-benar punya banyak waktu untuk bergosip di pagi hari, batin Prilly.
"Hai, Prilly," sapa salah seorang gadis itu. "Apa kau ada waktu akhir pekan ini?"
"Aku?" Prilly menjawab pertanyaan gadis itu dengan pertanyaan balik karena gugup. Dia tidak pernah banyak berbicara di kantor selain urusan pekerjaan.
"Iya, kau. Astaga, di ruangan ini cuma kamu yang bernama Prilly," lanjut gadis itu.
Prilly menyeringai untuk menutupi kegugupannya.
"Kami, para gadis akan pergi menonton film terbaru. Apa kau mau ikut?" tanya Anne sambil tersenyum.
"A-aku," jawab Prilly sedikit tampak berpikir.
"Hai, kau tidak perlu menjawab sekarang. Acaranya masih dua hari lagi, oke." potong gadis itu.
"Prilly, apa kau ingat namaku Xi Lin? Kau bisa panggil aku Linlin," ujar salah satu gadis bermata sipit diantara mereka bertiga yang sedang mengobrol.
"Kalau namaku Anne," kata gadis yang sedari tadi mengajaknya berbicara, berusaha mengingatkan Prilly kalau namanya Anne.
"Dan aku, Adelia. Kau sangat manis Prilly, tapi kau terlalu pendiam," kata salah satu gadis lagi. Satu-satunya gadis berambut pendek di situ.
Prilly tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tentu ada rasa hangat dalam hatinya, dia sudah bekerja di perusahaan ini selama satu bulan, tapi mereka hanya berkenalan di hari pertamanya masuk kerja. Perkenalan yang seadanya dan tidak pernah mengobrol banyak. Mungkin mereka mengira Prilly adalah orang yang sombong, sehingga mereka merasa segan mendekatinya.
"Baiklah, aku akan ikut bersama kalian," jawab Prilly lembut.
Ketika jam makan siang, para gadis itu bersiap-siap untuk keluar. Kemudian Lin Lin menghampiri Prilly yang masih santai mengotak-atik ponselnya dan memainkan game solitairenya.
"Prilly, apa kau mau makan siang bersama kami?" tanyanya perlahan.
"Kalian mengajakku?" tanya Prilly senang.
"Ayo, kita ke kantin." Belum sempat Prilly menjawab, Linlin sudah menarik pergelangan tangannya dan menyeretnya ke kantin perusahaan.
Banyak pria yang menatap kagum pada Prilly tapi mereka tidak akan berani meski itu hanya menyapa. Hampir semua orang di perusahaan itu tahu jika ada mantan istri miliarder Alexander Johanson yang menjadi karyawan biasa di antara mereka. Dan saat ini, mereka melihatnya di kantin perusahaan tempat mereka bekerja.
Empat gadis itu makan dengan anggun sambil sesekali berbicara di sela-sela makan siang mereka dengan obrolan ringan seputar pekerjaan mereka.
"Hey, apa kalian tau? Film terbaru garapan sutradara Michael Johanson itu katanya benar-benar keren. Kita harus menonton di akhir pekan," ujar Adelia antusias.
"Aku dengar dia sutradara muda yang sangat tampan. Dia juga pemilik Glamour Entertainment," sahut Anne.
"Kabarnya dia tidak suka diexpose," sahut Linlin.
Michael Johanson? Apakah itu dia? batin Prilly.
"Prilly, apa kau mengenal Michael Johanson? Dia adalah pria dari kelas atas. Mungkin kau mengenalnya karena dia juga keluarga Johanson," tanya Adelia bersemangat.
"Aku tidak...." Prilly mencoba berbohong. Ia tidak mungkin berkata, pria yang sedang mereka bicarakan itu adalah cinta pertamanya yang telah kandas bahkan sebelum ia menyatakan cintanya.
Keempat gadis itu benar-benar menghabiskan waktu kerja mereka sambil bergosip sampai sore. Meskipun Prilly hanya sesekali tersenyum dan berbicara seadanya. Dia tidak pernah membaca berita gosip selebriti dan tidak pernah berteman akrab dengan siapapun. Selain Alexander dan Anthony, kakaknya. Teman-teman di sekolahnya dulu adalah kalangan kelas atas yang bergaya jetset. Prilly kurang menyukai pergaulan gaya kaum kelas jetset. Dan lagi pula, Alexander tidak akan membiarkan orang lain mendekatinya. Bisa di pastikan Prilly belum pernah nonton bioskop. Apalagi bersama teman-teman gadisnya.
Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak komentar kalian.
Salam manis dari Cherry yang manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
scorpio
penasaran knapa bisa cerai ya?
2022-04-05
0
Yani mulyani
Alex cinta setengah mati ... menunggu bertahun-tahun tp pas nikah kandas nya cpt bngtt. apakah itu cinta?? dan apa sebabnya
2021-05-11
0
Yuni Audy
bnyk bilioder d indonesia ini,tp sy tk mengenalnya ✌✌✌ artis mungkinlh.. bole terkenal,atau politikus
2021-03-04
0