Pernikahan Prilly dan Alexander digelar dengan mewah dan megah bak pernikahan seorang putri kerajaan, Federick dengan gagah mengantarkan putri kecilnya ke altar pernikahan.Di depan pendeta, Alexander tampak begitu tampan menunggu mempelai wanitanya datang dengan bibir menyunggingkan senyumnya. Senyum yang sangat jarang ia tampilkan.
Prilly juga terlihat sangat cantik, hingga Alexander tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Prilly.
Sejak Prilly lahir, ia sangat bahagia, Alexander bahkan menginginkan Prilly dibawa ke rumahnya. Ia tampak lebih menyayangi Prilly dibandingkan dengan Anthony. Alexander akan dengan suka rela menggantikan apa pun tugas Anthony, asal bisa bersama Prilly. Pria itu berperan kayaknya seorang kakak yang baik, seluruh keluarga tidak menyangka jika mereka berakhir menjadi pasangan pengantin.
Setelan pengambilan sumpah pernikahan, mereka melanjutkan dengan resepsi. Alexander mengatur semuanya dengan cepat dalam waktu satu minggu. Hampir semua teman dan rekan kerja Anthony dan Alexandra datang. Sedang teman-teman di kampus, hanya beberapa yang Prilly undang karena hanya mengenal beberapa dari mereka.
Sepanjang acara resepsi, baik Prilly maupun Alexander tenggelam dalam diam, mereka tidak saling bicara. Alexander terus menggenggam tangan Prilly, yang sekuat tenaga terus berusaha tersenyum. Ia tidak mau foto-foto pernikahannya nanti terlihat tidak sempurna dan Prilly tidak mau masuk ke dalam berita di majalah dengan tampang tegangnya, yang mungkin akan menjadi headline berita dengan judul Istri Miliarder Muda Alexander Johanson Tampak Tidak Bahagia di Pesta Pernikahannya. Itu akan jadi sebuah judul yang sangat mengerikan.
Akhirnya berakhir juga acara resepsi yang panjang dan sangat melelahkan bagi Prilly. Ia ingin sekali merebahkan tubuhnya, kepalanya berdenyut-denyut akibat beberapa gelas anggur yang diminumnya tadi.
Dalam perjalanan kembali, Prilly memilih untuk memejamkan matanya hingga tertidur. Ia bahkan tidak peduli Alexander, yang kini berstatus sebagai suaminya, akan membawanya ke mana. Ia hanya peduli dengan rasa kantuknya yang tidak bisa diajak untuk berkompromi.
Secara tiba-tiba, kesadaran Prilly kembali dan menyadari bahwa ia merasakan tubuhnya melayang. Ternyata ia sudah ada dalam pelukan Alexander, yang membopongnya ala bridal style memasuki sebuah mansion yang tampak asing di mata Prilly.
Beberapa pelayan membukakan pintu untuk sepasang pengantin baru itu. Alexander membawa pengantinnya melangkah memasuki mansion tersebut.
"Kak Alex, di mana ini?" tanya Prilly bingung.
"Panggil aku Alex!" titah Alex.
"Di mana kita? A-alex?" Prilly terbata-bata. "Ini sulit," gumannya lagi.
Kemudian Alexander membungkamnya dengan ciuman lembut sambil mulai menaiki anak tangga di mansion itu.
Prilly bingung, dia tidak punya pengalaman sama sekali. Selain ciuman pertama ketika Alexander melamarnya dan pagi tadi di depan pendeta setelah melakukan sumpah pernikahan, dia tidak tahu cara membalas ciuman Alexander yang kini telah resmi menjadi suaminya.
Alex tersenyum tipis, melihat reaksi Prilly yang gugup dan masih tampak bingung.
"Selamat datang di rumah kita, Prilly Johanson," Alexander tersenyum. "Rumah ini adalah hadiahku untuk pernikahan kita, ini atas namamu," bisik Alexander di dekat telinganya.
"Ooh...." Hanya itu yang bisa Prilly ucapkan.
Sesampainya di kamar pengantin, Alexander menurunkan istrinya yang mulai meronta-ronta turun dari gendongannya. Tidak mempedulikan lagi keberadaan Alexander di sana, dia melepas gaun pengantinnya yang berat kemudian pergi mandi. Memakai piyama yang telah tersedia di walk in closet, bahkan ia tak peduli jika Alexanderlah yang menyiapkan semua itu. Prilly bergegas tidur, sama sekali tidak menganggap Alexander ada.
Alexander bergegas mandi, menyusul gadis yang sudah tertidur seperti anak kucing dan membawanya ke dalam pelukannya. Alexander tersenyum, kemudian mencium kening gadisnya itu. "Tidak apa-apa kau tidak bisa mencintaiku, asal kau di sampingku saja, aku pasti akan membahagiakanmu," bisiknya. Ternyata Prilly mendengar bisikan itu karena dia tidak tidur tapi hanya berpura-pura tidur dan merasakan hatinya menjadi pahit.
Prilly segera tersadar dari masa lalunya dan ia merasa sangat kesal.
Alex, kamu pembohong!
Suasana hatinya memburuk, ia lebih baik pergi ke restoran untuk makan dan wanita itu juga teringat jika besok, Maria –pelayan setianya yang merawatnya dari kecil akan tinggal bersamanya. Apartemen itu hadiah perceraiannya dengan Alexander. Satu unit apartemen mewah, beberapa unit mobil mewah edisi terbaru, deposit yang tidak akan habis bila dipakai untuk seumur hidupnya, berbagai aset lain atas namanya dan William, putra mereka. Bukan karena hak asuh anak mereka ada pada Prilly tapi Alexander selalu berkata kalau dia sangat mencintai Prilly dan semua yang di kerjakan dalam bisnis semata-mata hanya untuk Prilly.
Omong kosong.
Prilly tersenyum kecut, semua yang didapatkannya seolah dia menjual keperawanannya pada Alexander, melahirkan anaknya, kemudian bercerai. Sebenarnya orang tuanya pun mampu memberikan semua ini.
Sial! Dia pikir aku alat untuk bereproduksi saja.
Prilly segera pergi menuju pusat perbelanjaan tak jauh dari apartemennya. Pertama-tama, dia harus makan. Prilly memilih restoran Jepang, sudah terbayangkan rasa ramen yang begitu lezat hingga saat pesannya datang ia mampu menghabiskan dua mangkok ramen tanpa memperhatikan sekitarnya. Ia terus saja fokus pada sumpitnya.
Tidak jauh dari tempat duduknya, ada seorang pria bermata biru menatapnya dan seulas senyum tipis terbit di bibir tipisnya yang rupawan. Memiliki wajah yang sangat tampan seperti di pahat Tuhan dengan kualitas premium. Tubuhnya tinggi, atletis dengan rambut coklat dan otot yang kekar, benar-benar sempurna.
Setelah puas menyantap ramennya, Prilly segera pergi ke pusat perbelanjaan. Dia sangat bosan selama sebulan tinggal sendiri. Setiap hari harus makan di restoran ataupun membeli junk food. Prilly ingin makan masakan rumahan, tetapi dia tidak tau cara memasak. Oleh sebab itu, dia meminta ibunya untuk mengirimkan Maria –salah satu asisten rumah tangga yang sudah hampir dua puluh tahun tinggal membantu pekerjaan di mansion keluarga Smith– untuk tinggal di apartemennya. Untuk mengurus keperluan dan kehidupan sehari-hari Prilly lebih tepatnya.
Prilly mengambil troli dan mendorongnya. Hey, tunggu! Apa yang harus ku beli?
Ia berhenti di depan rak bahan bahan masakan. Dia tidak tahu apa yang harus disiapkan. Kalau begitu, aku akan beli semuanya batinnya lagi. Dan dia memutuskan untuk mengambil semua yang ada di rak itu, satu bungkus setiap item dan dia tidak menyadari sekarang kereta belanjanya sudah penuh. Dia tersenyum dan dengan bangga mendorongnya ke meja kasir.
Maria pasti senang.
Pria dengan mata biru itu juga tersenyum, ia merasa lucu dengan wanita mungil ini. Dan seperti biasa ia membuntutinya seperti seorang penguntit, ya sejak sebulan yang lalu ia mulai mengikuti gerak-gerik seorang wanita yang tak lain tetangga di apartemen yang ia tempati.
Prilly merasa kebingungan membawa kantong belanja yang tidak sedikit, ia berniat memanggil salah satu sopir keluarganya untuk datang ke pusat perbelanjaan, namun niatnya terhenti karena seorang pria menghampirinya dan menawarkan bantuannya.
"Nona, apa kau perlu bantuan?" tepat sekali pria itu mendapatkan kesempatannya.
Prilly menatap pria tinggi yang berdiri di depannya itu. Tampan sekali, batinnya. Lebih tampan dari Anthony dan aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Dan matanya biru. Aku menginginkannya.
Tanpa pikir panjang, Prilly mengangguk. Karena menimbang hal ini lebih efisien dibanding menunggu kedatangan sopir keluarganya. Mendadak jantungnya berdebar kencang, debarannya memenuhi rongga telinganya. Ada getar-getar aneh yang tiba-tiba menyelimuti perasaannya.
"Baiklah, di mana mobilmu? Ini cukup berat, aku akan mengambil mobilmu dan kau tunggu di sini," kata pria itu. Melihat Prilly yang kebingungan, dia berkata lagi, "Oh baiklah, kalau kau takut aku akan mencuri mobilmu, pegang ini." pria itu menyerahkan dompetnya dan sebuah kunci mobil yang berlogo banteng.
Melihat pria tersebut mengulurkan dompet dan kunci mobilnya, Prilly menyerahkan kunci BMWnya dengan linglung dan menerima kunci mobil beserta dompet pria itu.
Lima menit kemudian, pria itu datang dan membuka bagasi mobil Prilly serta memindahkan barang-barang belanjaan Prilly.
"Terima kasih," ujar Prilly sambil menyerahkan barang-barang yang tadi dititipkan kepadanya oleh pria itu.
"Di mana kau tinggal? Apakah kau yakin bisa membawa semuanya ke dalam rumahmu nanti?" tanya pria itu dengan sopan.
"Apartemenku tidak jauh dari sini, Tuan. Terima kasih," ucap Prilly tak kalah sopannya.
"Kau akan kesulitan membawanya nanti, aku akan ikut denganmu," ujar pria itu. Dan tanpa menunggu jawaban Prilly, dia masuk mobil dan duduk di belakang kemudi
Sebenarnya, Prilly ingin menolak tawaran tersebut, namun entah mengapa ia tidak dapat mengungkapkan penolakannya. Bahkan hatinya menjadi semakin tidak menentu.
Pria itu menurunkan semua barang barang belanjaan Prilly dari mobil dan memindahkan ke dalam apartemennya dengan sabar. Ia bahkan menyusun semua barang-barang itu dengan dengan rapi.
"Jadi, kau tinggal sendiri di sini?" tanya pria tampan itu dengan santai.
Prilly hanya mengangguk pelan. Prilly merasa takut dan waspada. Ia tampak tegang membayangkan kemungkinan ia akan dibunuh bahkan di mutilasi oleh orang yang tidak dikenalnya. Dan akan masuk menghiasi koran dan berita pagi dengan judul Mantan Istri Miliarder Alexander Johanson Mati Terbunuh Dan Dimutilasi Di Apartemennya. Judul berita itu sungguh menakutkan baginya. Rasanya Prilly ingin sekali menangis.
"Oh iya, dari tadi hanya aku yang berbicara. Perkenalkanku Mike Bryan," kata pria itu sembari mengulurkan tangannya dan di sambut Prilly dengan ragu-ragu. Mike berkata lebih lanjut, "Kau tidak perlu memperkenalkan namamu. Karena aku sudah mengenalmu, Prilly Silviana Smith." tidak heran jika ada orang mengenalnya, dia adalah mantan istri miliarder Alexander Johanson.
"Kebetulan aku juga tinggal di sini. Jadi kita tinggal di lantai yang sama," lanjutnya kemudian sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Pria itu mengambil ponsel Prilly yang terletak di atas meja bar dan memberikan kode agar Prilly membuka kode akses ponselnya. Prilly dengan patuh melakukan hal yang diminta oleh pria itu kemudian menyerahkan ponselnya pada pria asing yang tampak familier di ingatannya. Pria itu mengotak atik ponsel milik Prilly kemudian menempelkan benda itu ke telinganya.
"Oke, aku sudah menyimpan nomer ponselku di sini. Kau bisa menghubungiku jika kau memerlukan bantuanku," kata Mike dan meletakkan ponsel Prilly di tempat semula. Setelah itu Mike berpamitan dan melangkahkan kakinya keluar dari apartemen Prilly.
Prilly hanya mengangguk pelan, ia masih terus berusaha mengingat-ingat wajah pria yang tampak tidak asing di matanya. Dan matanya yang biru membuat Prilly ingin sekali berlama-lama menatap manik matanya.
HALLO...
KALIAN MUNGKIN AGAK BINGUNG YA, KOK NOVELNYA SAMA KOMENTAR GAK SINKRON?
OKE AKU JAWAB. KARENA NOVEL INI DI REVISI DARI AWAL. DI BONGKAR ABIS. HEHEHE.
MOHON MAKLUM. TAPI ISINYA SAMA HANYA KEMARIN KAN TANDA BACA ANCUR. NAH INI DI PERBAIKI DAN DI ATUR JUMLAH KATA PER CHAPTER.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Dewi Soraya
kasian alex
2022-09-02
0
Tessa Mbr
gak papa, yg penting lanjut....
2021-08-14
0
Hesti Sulistianingrum
kayaknya si Alex selingkuh deh🙄
2021-04-03
0