Dadanya terasa sesak, dunia Prilly serasa berhenti sepersekian detik. Pria yang bersama kakaknya adalah kekasihnya. Ternyata ia adalah Michael Johanson. Pria yang di tunggunya selama ini! Sepupu dari mantan suaminya, ia telah bersamanya beberapa bulan namun Prilly tidak mengetahui apapun tentang pria itu. Pria itu mempermainkan dan membodohi dirinya.
Seketika hatinya tercabik, dia tidak tahu kenapa dadanya begitu sesak seperti ada batu yang menghimpit. Walaupun di sisi lain, ia bahagia karna pria yang ia cintai semenjak kecil, kini telah bersamanya tanpa ia sadari. Pria itu adalah pria yang duabelas tahun lalu ia antarkan ke airport untuk pergi melanjutkan study ke New York. Pria bermata biru yang ia rindukan sejak duabelas tahun. Ingatan-ingatan buram dari masa kecilnya perlahan menjadi jelas.
Mengapa ia bahkan tak mengenalinya? Bukankah itu sebenarnya kebodohan dirinya? Tapi mengapa Mike tak berterus tarang sejak awal?
Prilly berusaha menyembunyikan emosinya. Ia berpura-pura melanjutkan makannya dalam diam. Sedangkan Anne dan Adelia masih berisik mengandai-andaikan bertemu kedua pria itu sebagai fans mereka.
Linlin melirik Prilly, ada sedikit kecurigaan dengan sikap Prilly yang semakin diam dan tidak bereaksi. Linlin sedikitnya telah memahami sifat sahabat yang baru di kenal beberapa bulan, selain tertutup dan sedikit pendiam, ia juga akan kehilangan selera makan saat suasana hatinya memburuk, itu terbukti Prilly hanya mengaduk aduk makanan di piringnya tanpa berniat memasukkan ke dalam mulutnya.
Setelah pertemuan untuk pemberitahuan pengangkatan Prilly sebagai CEO baru di perusahaan Brown’s Company, Prilly membawa barang-barangnya ke ruangan barunya. Anne juga sibuk dengan kepindahannya.
Banyak yang berbisik-bisik di belakang punggung Prilly, namun Prilly sama sekali tidak ambil pusing. Sekarang prioritasnya adalah menjalankan perusahaan itu dengan baik hanya dengan kemampuannya dia bisa membungkam semua mulut-mulut yang mencemoohnya itu.
Sebenarnya Prilly akan memberitahu berita baik ini kepada Mike saat makan malam. Dia ingin mengakhiri kecanggungan tanpa alasan yang ia ciptakan, namun saat ini Prilly enggan bertemu pria yang kini di anggap pembohong itu.
Sepulang kerja, Prilly bermaksud pulang ke apartemen baru yang di sediakan perusahaan untuknya. Dia akan menghindari Mike untuk beberapa hari sampai ia siap bertemu Mike dan berencana mengakhiri hubungan mereka.
Prilly merebahkan tubuhnya di kamar barunya, pikirannya menerawang. Pantas saja ia seperti tidak asing setiap kali melihat Mike, pria itu adalah teman kakaknya. Ia bertemu Mike beberapa kali semasa ia kecil dan terakhir kali ia mengantarkan Mike ke airport untuk pergi melanjutkan studynya ke New York. Usia prilly sepuluh tahun saat itu dan Mike tujuh belas tahun. Wajah pria itu berubah lebih tampan dan dewasa. Tentu saja dua belas tahun bukan waktu yang sebentar,bukan?
Jantung Prilly terasa sakit seperti tertusuk ribuan jarum saat berpikir untuk mengakhiri hubungannya dengan Mike, hati kecilnya tidak rela melepaskan pria itu karna sesungguhnya pria itu adalah cinta pertamanya. Cinta yang pernah tumbuh di hatinya saat ia bahkan belum tahu apapun. Diam-diam dia mengharapkan pria itu suatu saat datang kembali ke hadapannya sampai ia mulai lelah berharap dan kehilangan harapannya.
Saat pria itu datang kembali ke hadapannya, semuanya telah berubah. Dan Prilly harus merelakan dan melepaskannya. Air matanya mulai menjalar di pipinya, ini pertama kali ia menangisi seorang pria, bahkan pengkhianatan Alexander dan perceraiannya tidak membuatnya menitikkan setetes air air mata dari mata hezelnya.
Sudah tiga hari Prily menghindari Mike. Setiap pagi, Prilly bangun dengan mata sembab. Pagi ini setelah mandi ia bergegas pergi bekerja. Bahkan saat itu masih jam tujuh pagi dan perusahaan masih sangat sepi. Ia takut Mike akan mencegatnya di pintu masuk perusahaan. Walaupun pada kenyataannya Mike tidak melakukan itu karena ingin memberikan waktu bagi Prilly yang mungkin sedang marah padanya.
Prilly juga memutuskan memakai mobil dari perusahaan beberapa hari ini agar Mike tidak bisa menemukannya. Kenyataannya Mike hanya menghubunginya di hari pertama ia menghindari pria itu, sejujurnya ia ingin Mike memanggilnya, memohon dan menemuinya. Ia sedikit kesal karena pria itu ternyata juga tidak menunjukkan tanda-tanda mengejar dirinya.
Seperti biasa, karena Prilly terlalu pagi, di perusahaan hanya ada security yang selalu terkejut dengan kedatangan CEO baru yang selalu datang ketika para karyawan masih belum muncul satupun. Prily berjalan dengan anggun dan memasang wajah datar, ia harus menjaga imagenya sebagai seorang CEO lalu setibanya di ruangannya ia mengubur dirinya pada dokumen-dokumen yang harus ia pelajari sampai hari menjelang siang. Ia bahkan tidak bernafsu untuk makan, ia telah melewatkan sarapannya meskipun ia telah memesan beberapa cookies kesukaannya di sebuah bakery langganannya tapi ia tidak berniat menyentuhnya.
"Prilly, apa kau tidak pergi makan siang?" Anne mengejutkan Prilly ia mengangkat kepalanya. Memandang Anne kemudian melirik jam di pergelangan tangannya, itu jam setengah satu siang.
"Aku mengetuk pintumu beberapa kali, tapi kau tidak mendengarnya," lanjut Anne.
"Anne, aku tidak ingin makan. Kau bisa pergi makan," nada suaranya nampak lelah.
"Kau harus istirahat dan makan, aku akan membelikan makanan untukmu," kata Anne.
"Terima kasih." hanya itu yang keluar dari bibir Prilly dan Anne menghilang di balik pintu. Namun pada kenyataannya ia tak menyentuh makanan apapun hingga sore. Bahkan Prilly tidak menyadari bahwa ia tidak menyentuh makanan sejak beberapa hari, jam lima sore, ia memutuskan untuk pulang. Anne masih setia di mejanya, gadis itu sedang bersusah payah menyusun jadwal Prilly dan mempelajari hal hal terkait tugasnya sebagai seorang sekretaris.
An.e berencana akan kembali ke rumahnya, seperti biasa sebelum kembali ia selalu mengecek ruangan Prilly ia mendapati bungkus-bungkus makanan yang tidak tersentuh. Lalu ia memanggil office boy melalui interkom untuk membersihkan ruangan itu.
Sebenarnya Anne sudah curiga dengan sikap Prilly yang mendadak murung, di tambah Anne juga melihat mata sahabat sekaligus atasannya yang nampak sembab setiap pagi menandakan ia mungkin telah menangis semalam. Anne tahu Prilly sedikit tertutup jadi ia memilih untuk tidak menanyainya, ia merasa sedikit sungkan.
Prilly memasuki lift dan baru saja pintu lift hendak tertutup seseorang membuka pintu lift tersebut dan ternyata itu Lin Lin yang datang terburu-buru setengah berlari. Setelah lift mulai bergerak turun, Linlin menatap wajah Prilly yang tampak pucat.
"Prilly, apa kau sakit? Kau pucat sekali," sapa Linlin.
"Aku baik baik saja Lin...." belum sempat Prilly menyelesaikan kalimatnya tubuhnya limbung dan Lin Lin menangkapnya dengan susah payah. Tubuh mereka sama-sama kecil, namun Lin Lin memakai sepatu dengan hak tinggi dan lumayan lancip tentu saja itu menjadi sulit untuk menopang dua tubuh.
Linlin dengan susah payah memanggil security dan bergegas membawa Prilly ke rumah sakit terdekat. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk menghubungi keluarga Prilly. Karena ia tidak mempunya satupun nomer telepon mereka dan ponsel Prilly memakai kode akses yang tidak mungkin ia tahu walaupun ia seorang IT. Tidak lucu untuk membobol kode akses hanya untuk menemukan nomer keluarganya, ia memutuskan untuk menunggu Prilly terbangun dari tidurnya. Dokter mengatakan bahwa Prilly saat ini tertidur bukan pingsan lagi, ia hanya kelelahan dan tidak makan dengan benar beberapa hari. Linlin mondar mandir sambil menggenggam ponsel Prilly, tiba tiba ponsel itu bergetar.
Dengan cepat ia menjawab panggilan itu, dengan hati-hati gadis itu menjelaskan bahwa Prilly pingsan dan sekarang ada di rumah sakit. Ia memberitahukan nomer kamar dimana Prilly di rawat. Tidak berapa lama, seorang pria tampan yang pastinya Lin Lin pernah melihatnya di internet dan media sosial datang, tubuhnya menjulang tinggi, rambutnya coklat tua, manik matanya berwarna hazel seperti milik Prilly. Sangat indah, Linlin terpaku menatap pria di depannya yang hampir membuatnya menjerit, ini pertama kali jantungnya tiba tiba berdegub kencang hanya karena pria tampan, sepertinya kali ia terpesona pada ketampanan kakak sahabatnya.
Anthony juga pertama kalinya ia terpesona dengan seorang wanita yang sangat mungil, puluhan bahkan ratusan gadis yang melemparkan diri ke pelukan Anthony, namun baru kali ini ia benar-benar terpesona pada satu gadis bermata hitam, rambutnya yang hitam dan panjang, kulitnya seperti susu, hidungnya tidak terlalu mancung, dan bibirnya seindah cherry. Kedua mata mereka beradu sesaat.
Lin Lin segera mengakhiri tatapan mereka seraya berkata "Tuan, perkenalkan saya Linlin, teman Prilly dari Brown’s Company. Lebih tepatnya sekarang Prilly adalah atasan saya," Linlin dengan sopan memperkenalkan dirinya.
"Panggil aku Anthony, aku kakaknya Prilly." Antony mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Linlin.
"Terima kasih, kau telah menjaga Prilly, aku akan ke ruangan dokter tolong kau jaga Prilly."
Anthony menghilang di balik pintu, baru saja Linlin meletakkan pantatnya di sofa seorang pria tampan lainnya datang dengan terburu buru dan tentu Linlin juga tahu siapa pria itu. Ia adalah Michael Johanson, sutradara yang beberapa waktu lalu filmnya mereka tonton. Jadi ini pria yang selalu ada di sisi Prilly namun Prilly selalu menyembunyikannya? batin Linlin.
Pria itu tidak mengucapkan apa-apa pada Linlin ia hanya terfokus pada Prilly yang terlelap tidur, ia terus menciumi punggung tangan Prilly, merasa tidak nyaman Linlin berniat keluar ia merasa sungkan melihat adegan itu walaupun itu bukan adegan vulgar namun justru adegan romantis itu meremas hati Lin Lin.
Baru saja Linlin akan melangkah keluar dari pintu tiba sesosok pria menjulang tinggi berdiri di depannya dan memberikan kode untuk Linlin agar duduk kembali. Anthony mengambil ponselnya dan mengambil beberapa foto adegan romantis itu.
Linlin tersenyum melihat tingkah jail pria tampan itu.
"Adikku hanya tertidur dan kau bersikap seolah olah adikku terkena penyakit mematikan." Suara Anthony memecah keheningan, pria itu menyilangkan kedua lengannya di dadanya sambil menyenderkan bahunya di pintu.
"Apa yang kau katakan padanya, ia menghindariku beberapa hari ini." Mike menjawab tanpa menoleh pada Anthony.
"Aku bahkan belum melakukan apa pun," bela Anthony pada dirinya sendiri "Aku rasa ia melihat foto kita di media sosial."
"Jika sesuatu terjadi pada Prill, akan ku kebiri kau agar tidak bisa...."
"Hey jaga mulut kotormu, aku calon kakak iparmu," kata Anthony seraya mendekati ranjang tempat Prilly terbaring. Anthony merasa takut Linlin salah paham dengan pembicaraan tentang jal*ng. "Aku bisa saja tidak merestui hubungan kalian," ancam Anthony, ini pertama kalinya ia panik di depan wanita asing.
Ia takut kedoknya bergonta ganti wanita di ketahui oleh Linlin. Mereka melanjutkan debat mereka dan Linlin hanya bisa mendengarkan sambil menekan kedua pelipisnya, ia tidak percaya ada dua pria yang sangat berisik di dunia ini.
"Sayang," bisik Mike "Kau sudah bangun?" Mike merasakan sebuah gerakan pada tangan Prilly yang berada di dalam genggaman tangannya
Prilly mengerjap-kerjapkan matanya. Menyadari dirinya terbaring di tempat asing dan sebelah tangannya terpasang jarum infus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Tessa Mbr
ahh.. nyambung deh. ternyata linlin temenny prilly...
2021-08-19
0
Daffa Alif
siantony sama buruknya kaya alex
2021-03-29
0
CheeseBurger
baca lagi, kangen
2021-03-10
0