Vote sebelum membaca😘😘
.
.
Menikmati angin pantai yang sangat menyejukan, Malia sesekali memejamkan mata sambil merasakan hangatnya sinar matahari. Sampai dirinya merasa silau, Malia membuka matanya dan terkejut melihat sebuah mobil yang mendekat. Lebih parahnya, mobil itu terlihat menuju ke arahnya tidak terkendali.
Malia mencoba menggerakan kursi rodanya, tapi benda itu tidak bergerak sama sekali. "Hei! Hentikan mobilnya, aku di sini!" Teriak Malia berpikir mobil itu tidak melihatnya mengingat mobilnya tinggi.
"Hei! Aku di sini! Jangan tabrak aku!"
Paolo tersenyum di dalam sana. "Dasar wanita cacat bodoh!"
"Hei! Aaaaaaa!"
BRAK!
Tanpa di duga, mobil yang tinggal satu meter menabrak Malia itu terjungkal dan turun melewatu pembatas. Mobil lain menabraknya dari samping. Seseorang yang menabrak mobil Paolo turun, dia mendekati Malia yang masih menatap ketakutan.
"Hei, aku Jessica, temannya Norman. Aku di suruh untuk datang dan menjagamu."
"A…. Apa?" Malia masih ketakutan, tatapannya terpaku pada mobil yang terjungkal ke bawah sana, menyungsap sebelum akhirnya asap keluar.
"Ayo, Malia, aku bantu kau."
"Apa?"
"Berhenti melihatnya, pria itu berniat mencelakaimu, dia bahkan membuat ban mu macet."
Malia masih belum fokus, dia menatap tidak fokus. Bahkan saat Jessica menggendongnya masuk ke dalam mobil, Malia belum sadar sepenuhnya.
Jesicca, wanita penuh tatto dengan tindik di hidung. Rambutnya plontos, wanita itu hanya dapat dikenali gendernya dengan bentuk dadanya. "Kau baik-baik saja, Señora?"
"A… apa?"
"Señora sadarlah, kau tidak apa-apa?"
"Ya?"
"Aku melipat kursi rodamu di belakang."
"Ya, aku tahu."
"Kau baik-baik saja bukan? Aku sudah membunuh pria yang hendak membunuhmu itu."
Malia kini berani menengok, menatap wanita yang terlihat seperti preman jalanan di daerah kumuh di tengah kota Guererro. Jess terlihat sangat mengerikan dengan semua tattonya. "Kemana kita?"
"Akan ke villamu." Jess turun, dia mengeluarkan kembali kursi roda yang dilipatnya. Dia menurunkan Malia dan mendorongnya menuju ke dalam. "Apa yang kau inginkan, Señora? Apa kau ingin sesuatu?"
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku menabrak mobil itu agar tidak melukaimu," ucap Jess memberhentikan kursi roda di jendela, agar Malia kembali menatap pemandangan, seperti teluk. "Nikmati pemandanganmu, boleh aku minta bir?"
"Sí."
"Gracias, Señora. Aku tidak tahu Señor Norman punya istri yang sangat cantik."
"Bagaimana jika polisi mencarimu? Kau mungkin membunuh pria itu?"
"Kenapa kau menghiraukan pria bodoh itu? Dia ingin kau mati, Señora. Dia berencana membunuhmu."
Malia terdiam. "Kenapa dia inginkan itu?"
Jess tahu Norman memiliki banyak musuh, pembenci, tapi Jess yakin yang mengetahui keberadaan Malia hanyalah beberapa orang dekat saja. Tidak ada yang tahu siapa yang mengendalikan El Sinaloa sekarang ini, mengingat Marco Valentio telah meninggal, dan juga hanya orang tertentu yang tahu bahwa pemimpin El Sinaloa memiliki istri yang cacat.
Jess menyimpulkan, ini adalah rencana orang yang sangat dekat.
"Siapa yang ingin membunuhku?"
"Dia mungkin mabuk, jadi tidak sengaja." Jess memilih aman. "Aku perlu mengawasimu, dan menjagamu sampai Norman kembali."
"Ke mana dia pergi?"
"Aku tidak tahu, kau coba saja hubungi dia."
"Tidak." Malia menggeleng dengan tatapan masih belum sadar sepenuhnya. "Jangan buat dia khawatir."
Jess minum bir. "Sesuai keinginanmu, apa ada yang ingin kau lakukan?"
"Bisa kau bawakan alat melukis? Aku ingin belajar di sini."
"Sure, ada lagi? Makanan? Atau apapun itu?"
"No."
Suara pintu diketuk membuat Jess memberi isyarat agar Malia tetap diam. "Biar aku saja."
Membuka pintu, memperlihatkan seorang wanita berambut cokelat terang dengan pagar di giginya. "Apa aku mengenalmu?"
"Kau wanita yang membawa jep itu?"
"Aku yang membawa Malia dari maut, kau yang berencana membunuhnya? Atau itu bukan sekedar rencana saja?"
Dania tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Apa yang kau bicarakan? Aku tidak melakukannya!"
"Kau berkeringat," ucap Jess menatap Dania dengan bibir menyungging. "Kau ketakutan."
"Tutup mulutmu, kau tidak lebih dari seorang kurir narkoba dan pecandu gila. Kau tidak tahu siapa aku!"
"Aku tidak peduli siapa dirimu," ucap Jess.
Dania terkekeh, dia mengibaskan rambutnya. "Aku adalah kekasih Norman, dan wanita di sana adalah pusat kebencian Norman. Jika kau melayaniku, maka aku akan memberikanmu uang saat aku menikah dengan Norman nanti."
"Saat kau menikah dengan Señor Norman." Jess melempar kaleng bir yang sudah habis. "Kini dia memiliki seorang istri yang bernama Malia. Tuanku adalah Norman, aku mengikuti perintahnya. Dan perintah Señor Norman untukku adalah mengawasi dan melindunginya selama pergi, termasuk dari wanita gelap sepertimu."
****
"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu, Norman," ucap Dennis saat Norman sedang melihat operasi ganja di lantai bawah.
Di sebuah gudang di tengah hutan, tepatnya di bawah tanah, beroperasi mereka yang membuat narkoba. Dengan kebun milik sendiri, laboratorium yang dikerjakan orang-orang gila, El Sinaloa mampu memasok banyak keinginan dari Benua Amerika.
Gudang yang didominasi beton dan besi, bahkan lantai dua yang dipijaknya sekarang terbuat dari besi.
"Norman?"
"Siapa yang ingin menemuiku?"
"Sepertinya orang ini berbahaya."
Kalimat itu mampu membuat Norman mengalihkan perhatian. "Siapa dia?"
"Pemimpin Dioses La Asesinos, kau pernah mendengar itu bukan? Mereka dibicarakan di Madrid, kau pernah bergabung dengan mereka bukan? Kau tahu siapa pemimpinnya?"
Norman terdiam, dia tahu ini rencana Louis. Dan janjinya adalah, tidak akan melibatkan mereka yang ada di Madrid. Ini urusannya, masalah yang dimilikinya sejak Norman belum bertemu dengan Louis.
Marc adalah intinya, ini sudah janji Norman. Masalah ini adalah miliknya, yaitu janjinya pada Marc. Kakeknya yang benar, dan ini adalah jalan yang memang harus dia lalui. Karena ibunya mati oleh Don, ini sudah menjadi keharusan. Tidak ada yang salah, Norman pikir dirinya melakukan hal benar.
"Tolak dia, jangan biarkan mereka memasuki Meksiko."
"Aku yakin ada penawaran darinya."
"Fokus pada tujuan untuk menyingkirkan bandit Meksiko, bukan bekerja sama."
Dennis memicingkan matanya. "Baiklah….." Menatap ponsel, Dennis memberikan berita. "Jess minta kau membuka ponsel, dia bilang ini penting."
Segera setelah kalimat itu, Norman mengaktifkan ponselnya. Matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, Norman segera keluar dari tempat itu. Dan dia baru menyadari kalau hari sudah malam.
Mengendarai mobil dengan cepat, Norman akhirnya sampai di villa tepat pukul 7 malam. Jess sedang berada di sofa, menatap Malia yang sedang melukis. "Señor."
"Norman?"
"Kau boleh pergi, Jess."
"Sí, Señor."
Entah mengapa, Norman melangkah cepat dan memeluk Malia dengan wajahnya yang datarnya. Membuat Jess seketika menjauh dari ruangan itu. Saat Jesa hendak keluar, pintu terbuka membuat Dania kembali datang dan masuk.
"Kenapa kau datang kembali?"
Dania mendorong dada Jess, dia melangkah menuju bagian dapur, untuk mencampur sebuah cairan dalam botol dengan air minum. "Apa yang kau lakukan?"
Dania tidak menjawab, membuat Jess menghirup aroma dalam botol itu. "Ini obat untuk menetralkan?"
"Tutup mulutmu dan pergi saja," ucap Dania penuh penekanan, dengan pelan agar tidak membuat Norman dan Malia mendengar. "Malia tidak boleh memberikan Norman keturunan."
"Kau benar-benar iblis."
"Pergi," ucap Dania mendorong wanita berkepala plontos itu. "Menjauh dariku, jal*ng!"
----
**Love,
ig : @Alzena2108**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Mery AW
Kasian liat dania karena Cinta membuat dia jahat..
2021-06-10
0
Pooh
semoga aja minumab itu gak swngaja kemjnum daniah sendiri biar dia tau rasa gak bisa punya anak
2020-10-31
0
Dian Hapsari
kokblm adaberdarahnya sih kpn disiksax
2020-09-17
0