Vote sebelum membaca😘
.
.
"Kakekmu orang yang menyenangkan, dia mengajakku berjalan ke halaman belakang."
"Kau tahu halaman belakang adalah hutan."
"Ya, dan aku menyetujuinya." Malia membuka rambutnya dan membiarkannya digerai, ini lebih membuatnya segar.
Malia duduk di atas ranjang, dia menatap Norman yang ada di walk in closet sedang memilih pakaian. Merasa tidak berguna, Malia segera mengambil tongkatnya. Dia melangkah mendekati Norman dengan susah payah, mendapati pria itu yang bertelanjang dada sedang membelakanginya. Punggung Norman dipenuhi tatto, sungguh full sampai kulitnya yang polos hanya tersisa sedikit.
Malia mendekat, dengan manik terfokus pada punggung suaminya. Norman melihatnya dari cermin, bagaimana Malia datang dan menyentuh punggungnya.
Jemari yang lentik putih itu menelusuri garis punggung suaminya, membuat Norman merinding, berdebar dan merasakan perasaan geli di perutnya. Malia mengelusnya, menatapnya dengan terpana. Jemari itu turun, kembali naik itu dan menggelitik sampai menyentuh bahu Norman yang tertutupi tatto. "Kapan kau mentatto semua ini, Norman?"
"Saat umurku 16 tahun, aku mulai membuat tatto."
"Apakah sakit?"
Norman tidak menjawab, dia menatap fokus pada perempuan yang tingginya hanya sebatas dadanya saja.
"Kenapa ada pohon sycamore di sini?" Tanya Malia memegang kulit Norman yang tertutupi tatto. "Apakah ada makna tertentu?"
"Mengingatkan akan masa lalu, ibuku dimakamkan di bawah pohon sycamore."
Malia berhenti bergerak, dia menatap Norman yang membelakanginya. "Maaf."
"Kenapa kau tidak meminta pelayan melakukan sesuatu untukmu?"
"Seperti apa?"
Norman berbalik menghadap istrinya yang memegang tongkat penyangga. "Suruh mereka melakukan apapun yang kau inginkan, seperti apapun yang kau inginkan."
"Tidak ada yang aku inginkan," ucap Malia memajukan bibirnya, membuat Norman tidak tahan.
"Aaaaa!"
Dia mengangkat tubuh Malia dengan mudahnya, Norman bahkan bisa mengangkatnya tinggi layaknya bayi, pria itu merebahkan Malia di atas ranjang sebelum menindihnya.
Pemilik rambut cokelat itu menelan ludahnya kasar mendapat tatapan begitu intens, Norman begitu tampan dengan rahangnya yang kokoh dan manik abunya yang setajam elang. Seakan siap menerkam mangsanya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?"
Malia merinding saat jemari kekar Norman menyentuh garis pipinya.
"Norman…."
"Seandainya kita punya waktu," ucap Norman menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Malia, menghirup udara di sana. Aroma Malia membuatnya mabuk.
"Apa maksudmu?"
"Biarkan seperti ini untuk sesaat."
Malia balas memeluk punggung liat Norman. "Apa ada sesuatu yang membuatmu gusar?"
"Setiap detiknya."
"Ada apa? Kenapa kau tidak membagikan ceritamu padaku?"
Norman memilih diam, dia mencium lama leher Malia sebelum akhirnya berdiri. Dia berjongkok saat istrinya mendudukan diri di bibir ranjang. "Jangan buat kesalahan," ucapnya lagi.
"Pada Kakekmu? Tenang, aku tidak akan membuatnya kesal apalagi marah. Kau bisa bekerja dengan tenang, kita akan berjumpa lagi malam nanti."
Norman mengangguk, dia kembali ke walk in closet untuk berpakaian. Kenyataannya, Malia ingin berbulab madu, berduaan dengan Norman dan melakukan hubungan itu dengan suaminya. Namun, kesibukan Norman membuat Malia mengurungkan diri mengatakannya.
"Aku berangkat."
"Hati-hati, jangan pulang terlambat."
"Jangan tidur lebih awal," ucap Norman memberikan ciuman pada istrinya.
Dia keluar kamar, dan ketika hendak keluar, Norman mendapati Marc sedang membaca koran di sofa dekat kaca depan.
"Kemarilah, Norman."
Pria itu datang dengan wajah datarnya. Marc memberinya isyarat dengan tatapan supaya Norman duduk bersimpuh.
Marc menurunkan korannya. "Kau tahu apa yang akan aku lakukan 'kan, Norman?"
"Sí, Kakek."
"Kau tahu kalau aku benar 'kan?"
Norman kini terdiam, membuat Marc menekan bahu Norman dan berkata penuh penekanan. "Kau tahu aku benar, dia membunuh ibumu, kau diterlantarkan. Norman, ingat …."
"Hentikan," ucap Norman mulai gusar. "Ya, kau benar, Kakek. Kau benar."
Marc tersenyum. "Aku benar, tidak ada alasan kau bisa menentangku, Norman."
"Aku anak baik, Kakek."
"Ya, aku tahu." Marc kembali membaca koran. "Tidak usah khawatir, aku tidak akan memukul istrimu. Aku tidak akan melakukannya tanpa alasan, jadi akan aku tunggu sampai dia buat kesalahan."
"Aku mengerti, Kakek."
"Kau anak baik bukan, Norman?"
"Aku anak yang baik, Kakek."
***
Mobil itu berhenti tepat di depan pintu merah, Norman keluar dari ferarrri hitam. Pertama kali melihat kedatangan seseorang, orang-orang di sana menyiapkan senjata. Namun, saat melihat mata abu milik Norman, mereka segera menurunkan sejata dan membiarkan Norman lewat tanpa satu pun kata.
Melewati lorong, melihat setiap ruangan tempat beberapa wanita dikurung dalam keadaan mabuk akibat dicekoki oleh alkohol dan zat memabukan yang diracik.
Menemui Dennis yang sedang minum kopi sambil membaca peruntungan, Norman masuk.
"Norman, aku pikir kau akan datang sore."
"Berapa banyak wanita yang kau tangkap?"
"Aku mendapat kiriman dari Sissilia sebanyak 41 dan menangkap sendiri sebanyak 24 orang wanita."
Norman merebut kertas yang dipegang oleh Dennis. Pria bermanik abu itu berkata, "Biarkan yang dikirim dari Sissilia bekerja di Guererro, dan kirim yang kita tangkap untuk acara lelang."
"Semuanya?"
"Hanya yang berkualitas saja, fisik dan juga kepuasan."
"Salah satu diantara mereka ada yang perawan, hanya satu. Acara lelang pertama harus spektakuler, kau punya wanita lain yang perawan? Untuk dijual?"
Norman melempar kertas itu tanpa menjawab, dia memilih membuka pintu yang ada di ruangan itu, menatap banyak wanita yang mereka culik untuk dijual. Mereka semua tidak sadar, alkohol menguasai.
"Norman, aku butuh anggur terbaik untuk acara lelang nanti. Itu akan diadakan di Royale Casino, di lantai atas. Hanya tamu VVIP yang boleh bergabung."
"Tidak," ucap Norman, dia menutup kembali pintu. "Lelang akan diadakan di Klab Paradise, gunakan ruang bawah tanah."
"Norman, pemerintah sudah melonggarkan kita, kita bebas melakukan apapun."
"Patuhi perintahku, Dennis, aku tuanmu," ucap Norman menatap pria yang mengepalkan tangannya kesal.
"Gunakan mereka untuk di lelang. Tidak perlu perawan, asalkan memiliki pengtahuan dan fisik yang sempurna."
Dennis memgangguk. "Aku paham."
Norman keluar dari tempat itu, kembali dipertemukan dengan beberapa ******** Guererro yang menjadi ekornya, rela mati untuknya dan melakukan pekerjaan mengerikan demi uang.
"Señor Derullo," ucap salah satu mendekat saat Norman menuruni tangga. "Aku Marko dari Albania, senang bisa bergabung dengan El Sinaloa."
Tanpa menyalami, Norman berkata, "Sebaiknya kau hati-hati mengatakan nama itu." Setelahnya dia pergi.
Dennis melihatnya dari balkon tua, dengan tangan masuk ke dalam saku. Dua puluh tahun klab, casino, bar dan penjual belian wanita di Acapulco terhenti. Namun, selama dua puluh tahun ini Meksiko masih menyuplai narkoba jenis LSD, kokain, heroin, sabu dan ekstasi ke seluruh penjuru Amerika, khusunya Amerika Selatan. Dengan jalur Guatemala, Dennis mendapat banyak kesulitan oleh hal ini. Dan sekarang dengan seenaknya Norman mengendalikan semuanya.
Setelah Dennis menjaga perkebunan anggur untuk dijadikan minuman, dan menyelundupkannya ke Eropa dengan cukup kesulitan.
Oleh karenanya, Dennis menelpon Dania. Dia tersenyum saat perempuan itu mengangkatnya. "Hallo, Dania, aku ingin kau membujuk Norman untuk membuat Malia masuk ke daftar barang lelang malam ini."
Setelah mengatakannya, Dennis tersenyum miring. "Aku tahu kelemahanmu, Norman. Aku tidak akan biarkan kau mengambil kembali El Sinaloa setelah semua yang aku lalukan."
----
**Love,
ig : @Alzena2108**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Lilis Untari
Rupanya ada duri dlm daging....U Dennis lebih cocok dgn dania doble D ...smoga Norman segera mengetahui kebusukkan doble D
2021-07-03
2
santiezie
Dennis seperti Ricco, penghianat...
2021-03-16
1
Ririn Satkwantono
klo malia dilelang...smg org baik yg melelang... tp apakah mungkin🤔🤔😭😭😭
2021-01-18
0