Vote sebelum membaca😘😘😘
.
.
Mereka turun ke lobi hotel, Malia dibantu oleh Norman didorong kursi roda. "Siapa teman yang akan kita temui?"
"Pria yang akan membawa pesawat yang kita naiki."
Sejak tadi, Norman bicara hanya seperlunya saja. Membuat Malia bertanya-tanya, mungkin karena mereka belum melakukan hubungan layaknya suami istri.
"Kita akan langsung bertemu dengan kakekmu?"
"Kita akan tinggal bersamanya."
Malia mengadah, segera Norman menjelaskan. "Kakek sendirian sudah lama, jadi dia akan senang mansion kembali ramai."
"Sayang dia tidak datang di pernikahan kita," gumam Malia. "Aku harap dia segera sembuh."
Itulah yang Norman sampaikan, Marc sakit. Meskipun kenyataannya memang begitu, Marc sakit pikiran dan hati. Pria tua itu menantikan saat-saat ini.
"Aku tidak tahu tepatnya di mana kita tinggal."
"En la ciudad de Acapulco, más precisamente cerca de la bahía de Puerto del Marqués (Di kota Acapulco, lebih tepatnya di dekat teluk Puerto del Marqués.)"
"Wow, bersebelahan dengan pantai?"
Norman mengangguk.
"Apa di sana sangat ramai?"
"Donde vivimos No, solo hay árboles hasta 2 km. Hacia el centro de Acapulco tienes que conducir (Tempat tinggal kita? Tidak, hanya ada pohon sejauh 2 km. Menuju pusat kota Acapulco kau harus naik mobil.)"
"Aku mengerti."
Sampai di lobi, seseorang sudah menunggu kedatangan Norman. Pria yang duduk di sofa itu segera berdiri, dia menatap tidak percaya teman kecilnya yang sudah tidak dia lihat selama berpuluh tahun. "Enrique Norman?"
"Kulihat kau masih menjadi suruhan Marc?"
"Melayanimu, Señor. Acapulco siap kembali terang."
"Berhenti berucap sesuatu di depan istriku."
Kini tatapannya beralih pada wanita di samping Norman. "Holla, Señora, aku Dennis, pria yang mewakili Norman saat dia tidak ada di Meksiko."
"Aku Malia, senang bertemu denganmu, Señor."
"Panggil aku Dennis, aku melayanimu, Señora."
"Berhenti tersenyum seperti itu," ucap Norman menatap Dennis tidak suka. Seketika pria itu mendatarkan wajahnya.
"Maaf, Tuan. Ngomong-ngomong, di mana Dania?"
"Dania?" Ulang Malia. "Siapa dia?"
"Dia akan segera datang," ucap Norman. "Banyak barang yang dibawa."
Pertanyaan Malia seakan tidak ada, Dennis ataupun Norman menatap beberapa koper yang dibawa oleh petugas. Itu cukup banyak, yang membuat Dennis otomatis mengarahkan mereka ke dalam mobil.
"Siapa Dania, Norman?"
"Temanku, dia bekerja pada Kakek."
"Oh, dia akan ikut kita ke Kanada?"
Sambil mendorong kembali kursi roda, Norman memgangguk. "Ya, di akan ikut ke sana."
"Aku belum bertemu dengannya."
"Dia akan menyusul ke bandara."
***
Benar saja, di bandara mereka menunggu kedatangan wanita bernama Dania. Diam di caffe sambil minum segelas latte, berbeda dengan Malia yang hanya memesan teh.
"Dimana dia?" Tanya Dennis pada Norman yang sedang memainkan ponselnya.
"Belum menjawab."
Malia lebih banyak diam, dia merasakan Norman yang hanya berkata seperlunya. Seolah tidak memperhatikannya lagi, satu-satunya cara meyakinkan, Malia pikir Norman seperti ini hanya karena akan kembali ke Meksiko setelah sekian lama.
"Aku akan ke toilet sebentar," ucap Norman berdiri, sebelum pergi dia menatap Malia. "Jika ingin sesuatu beritahu Dennis."
"Baik, aku mengerti."
Malia menghela napas, raut wajahnya dapat terbaca oleh Dennis. "Tenanglah, Malia, Norman hanya sedang demam akan kembalinya ke Meksiko, dia tidak mungkin mengabaikanmu."
"Aku tidak mengatakan apapun."
"Seluruh perkataanmu ada di wajahmu," ucap Dennis diiringi suara tawa. "Bagaimana kau kenal dengan Norman?"
"Lo conocí en Malibú, en ese momento estaba haciendo el tratamiento de mis pies. Él estaba allí, ayudándome y haciéndome enamorar (Aku bertemu dengannya di Malibu, saat itu aku sedang melakukan pengobatan kakiku. Dia ada di sana, membantuku dan membuatku jatuh cinta.)"
Dennis tersenyum seolah ikut bahagia. Tanpa diketahui Malia, Dennis sebenarnya tahu apa yang terjadi. Setiap perkataan yang disampaikan Norman pada Marc, Dennis mengetahuinya.
"Setelahnya? Dia mengajakmu menikah?"
"Yo y Norman estamos saliendo, pero a larga distancia. Yo estaba en Valencia, mientras él estaba en Madrid. (Aku dan Norman berpacaran, tapi jarak jauh. Aku di Valencia, sementata dirinya di Madrid.)"
"Jarang bertemu?"
Malia mengangguk. "Norman sering keluar negri. Bagaimana denganmu? Kau sudah lama berteman dengannya?"
"Ya, aku menggantikan dirinya yang meninggalkan bisnis keluarga."
"Kebun anggur dan bar?"
"Juga klab malam, kau akan suka melihat Acapulco."
Malia hanya terkekeh, dia tidak pernah menyentuh kehidupan seperti itu. Namun, dia tahu bersama Norman akan membuat dirinya membuka lembaran baru kehidupan.
"Aku dengar rumah Norman bersebelahan dengan pantai."
"Teluk dan pantai, kau akan suka berada di sana. Jauh dari keramaian, mengingat itu adalah area pribadi."
"Kau pernah ke pantainya?"
"Sering, kau akan suka berenang."
"Berenang? Kakiku bahkan tidak bisa digerakan."
"Norman bisa mengajarkan, dia bisa melakukan segala hal."
Mengingat Norman, Malia bertanya-tanya keberadaan suaminya.
Di sisi lain, Norman yang berada di depan bandara menunduk menatap ponselnya. Sampai seorang wanita datang dan memeluknya dari belakang secara tiba-tiba. "Apa kau merindukanku, Sayang?"
"Kau terlambat," ucap Norman melepaskan tangannya, dia berbalik. "Malia hampir menumpahkan banyak pertanyaan padaku."
"Kenapa kau tidak bisa tenang?" Dania mendekat, dia melingkarkan tangannya di leher Norman. Memberikan ciuman di lehernya sebelum berbisik "Tenang, kita pasti akan membunuhnya…. Dengan cara terbaik."
Saat Dania menjauhkan dari titik itu, mereka berciuman di sana. Norman tersenyum miring. "Kita harus lebih melakukannya dengan hati-hati, Malia bisa melihatnya."
"Aku bisa lari. Dan tidak ada yang bisa dilakukan wanita lumpuh, dia akan mengejarku sambil merangkak."
Norman terkekeh, dia mengambil alih koper milik Dania. "Dia ada di caffe, bersama Dennis."
"Bukankah Dennis tahu rencana kita?"
"Dia kaki tangan Marc."
"Bagus, kita datang ke neraka, Acapulco akan mengunci pergerakannya."
Sampainya di caffe, Dania memasang senyum terbaik. Untuk pertama, dia menyapa Dennis seolah pria itu adalah teman lamanya. "Hallo…. Dennis, senang bertemu denganmu lagi."
"Hallo, Dania. Kau semakin cantik."
Kini tatapannya beralih pada Malia. "Holla, Señora, namaku Dania, aku teman Norman juga Dennis, kebetulan aku juga bekerja di Acapulco. Aku harap kau tidak keberatan memberiku tumpangan."
"Tentu tidak," ucap Malia tersenyum manis.
Tanpa disadarinya, tiga iblis yang siap membunuhnya ada di sekitarnya. Jika digantikan oleh sosok dibalik senyuman ramah, ketiga manusia itu memegang pisau yang bisa ditikamkan kapan saja pada Malia. Menunggu waktu yang tepat, menunggu penderitaan yang tepat.
----
**Love,
ig : @Alzena2108**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Strange Women
semoga selamat ...🥺
2021-10-13
0
Dee Na
smkga ada yg noling Malia da bawa pergi biar nangis ngejer tu si Norman
2021-09-28
0
🌻
belom apa² jantung gw udah berdebar nyesekk😌
2021-09-28
0