Sesampainya di rumah Cinta, ku lihat pak Ilham dan tante Santi tengah mengobrol serius namun kedatanganku dan Cinta membuat obrolan mereka segera berakhir.
Entah apa yang mereka bicarakan, namun saat tante Santi melihatku, beliau langsung tersenyum penuh arti padaku, dengan sedikit keraguan akupun membalas senyuman itu, sedangkan Cinta, dia langsung membisu dan menatap pak Ilham dengan tatapan yang menusuk relung hati.
"Cinta, papa be-..." ucap pak Ilham yang tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Cinta akan maafin papa. Tapi gak sekarang karena Cinta butuh waktu untuk itu," sahut Cinta yang memotong ucapan pak Ilham. Mendengar hal itu, rasanya hatiku begitu tenang dan senang. Aku turut berbahagia karena akhirnya Cinta mau berdamai dengan perasaannya, tidak seperti aku yang ingin memaafkan tapi masih terhalang oleh sikap egois mama yang benar-benar tak pernah menganggapku anaknya lagi.
Dengan tersenyum pak Ilham langsung memeluk Cinta erat sambil menangis terharu. Dapat ku rasakan ketulusan pak Ilham hingga aku pun ikut terharu melihat pemandangan itu, terlebih saat tante Santi ikut memeluk Cinta.
Iri! itu yang aku rasakan saat melihat Cinta mulai berdamai dengan papanya dan juga mendapat pelukan hangat dari mamanya. Aku mundur perlahan dan berniat hendak pergi dari rumah Cinta karena tak ingin merusak suasana.
"Alfin!" panggil pak Ilham yang berhasil mengurungkan niatku untuk pergi dari rumah itu.
Aku menoleh tanpa mengeluarkan suara, namun betapa terkejutnya aku saat tante Santi yang tiba-tiba saja memelukku. Pelukan itu begitu hangat, pelukan yang sangat aku rindukan dari mamaku namun sepertinya tak akan pernah lagi aku dapatkan.
Tanpa terasa air mataku menetes, pelukan ini sungguh terasa hangat, pelukan tulus dari seorang ibu, dalam hati aku sangat berterimakasih pada tante Santi. "Al, kamu boleh anggap tante seperti ibu kamu sendiri, bahkan kamu juga boleh memanggil tante dengan sebutan mama," ucap tante Santi membuatku semakin terisak.
"Terimakasih, tante, terimakasih," sahutku.
"San, bagaimana kalau Alfin kita jadikan menantu kita saja? Kita nikahkan Alfin dengan Cinta," ucap pak Ilham tiba-tiba yang membuat Cinta membulatkan matanya sedangkan aku langsung melepas pelukan tante Santi yang kini tengah terkekeh atas usulan pak Ilham.
"Cinta be-..."
"Aku sih setuju, mas," ucap tante Santi memotong ucapan Cinta.
"Ma, Cinta gak mau! Alfin dan papa itu sama. Sama-sama suka mempermainkan perasaan cewek," sanggah Cinta.
"Gak ah, mama gak percaya, Alfin baik kok, iya kan mas?" ucap tante Santi yang membuatku menjadi salah tingkah.
"Benar, Cinta, papa tau kok semua tentang Alfin," sahut pak Ilham dan itu sukses membuat perasaanku semakin tak karuan dan membuatku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Cinta menatap tajam kepadaku seolah menuntut penjelasan tentang apa yang pak Ilham ucapkan. "Kenapa lo malah diem aja sih? Jangan-jangan lo emang ngarep nikah sama gue, iya?" tanya Cinta ketus.
Mampus, harus jawab apa? Kalau boleh jujur, iya gue ngarep, tapi... ~ ucap batinku.
"Woy, diem aja, jawab!" ucap Cinta karena aku masih diam tak mengeluarkan bantahan apapun.
Ku lihat pak Ilham dan tante Santi terkekeh sambil melihat kearahku, apa gue lucu? apa mereka menyadari tingkahku? ~ tanyaku pada diriku sendiri.
"Sudahlah Al, jujur saja!" ucap pak Ilham sambil terkekeh.
Aaarrrgggghhh sial, jadi pak Ilham sudah mengatakannya pada tante Santi. Mati aku. Aku harus jawab apa sekarang? ~ batinku sambil memalingkan wajahku ke segala arah agar tak menunjukkan raut wajahku yang aku rasa sudah kacau di hadapan Cinta.
"Lo budek, bisu? Atau tiba-tiba aja lo jadi bego?" tanya Cinta bertubi-tubi membuat pak Ilham dan tante Santi semakin terkekeh melihatku yang semakin salah tingkah.
"Ngaco, gue cuma lagi gak fokus aja, banyak kerjaan di kantor! Lo tanya apa tadi?" ucapku yang pura-pura tak mendengar pertanyaan Cinta dan memintanya mengulangi pertanyaannya.
"Lo kenapa diem aja? Lo ngarep nikah sama gue beneran?" tanya Cinta mengulangi pertanyaannya.
"Hah? Nikah sama lo? Gak lah. Lo bukan tipe cewek gue, kurang seksi! Lagian lo galak, bisa-bisa gue stroke muda kalau gue nikah sama lo!" jawabku yang langsung mendapat pelototan tajam dari Cinta.
"Maksud lo apaan? Eh asal lo tau aja ya, gue juga ogah punya suami kayak lo! Playboy, suka mabuk, gak pernah serius, dan hobinya gonta ganti pasangan!" ucap Cinta sambil bersungut-sungut. Jujur saja ucapan Cinta seperti menamparku tepat di lubuk hatiku, rasanya aku ingin membantah apa yang Cinta ucapkan, namun ludah ku keluh seolah tak mampu berkata apapun lagi, apa yang Cinta ucapkan memang benar, tapi tak taukah ia jika saat ini hanya dirinya lah yang bertahta di hatiku?
"Cinta, semua orang pasti punya masa lalu. Baik itu masa lalu yang baik ataupun buruk. Ya, mama akui papa dan mungkin juga Alfin memiliki masa lalu yang kurang baik, tapi dengan mereka mau merubah semuanya, mama yakin, pada dasarnya mereka memang orang-orang yang baik," ucap tante Santi.
"Nah, betul tuh. Gue dulu emang brengsek, suka main cewek, tapi gue udah berubah kok!" ucap ku penuh percaya diri.
"Berubah? Masa? Gue gak percaya tuh!" ucap Cinta meragukanku.
"Mau bukti?" tanyaku seolah menantang Cinta.
"Buktiin aja kalau lo emang mau," ucap Cinta cuek sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Kalau gue bisa buktiin, berarti lo harus nikah sama gue, gimana?" ucapku asal.
"Hahahaa, Alfin, Alfin, jadi cowok harusnya gentle. Dari tadi dong kamu bilang begitu sama Cinta! Kan om gak perlu susah payah mancing-mancing kamu," ucap pak Ilham sambil tertawa.
Astaga, apa yang udah gue ucapin? Bego, tanpa sadar gue udah bilang kalau gue mau nikah sama Cinta, gimana kalau dia nolak coba? ~ batinku.
"Jadi lo beneran nikah sama gue? Jangan ngarep deh! Gak bakal gue mau nikah sama lo! Tau ah ma, kalian gak asyik, Cinta mau masuk aja!" ucap Cinta sambil ngeloyor masuk ke dalam kamarnya.
"Om, tante, Alfin minta maaf! Alfin gak bermaksud un-..."
"Sudah, gak pa pa, Al. Tante sudah tau semua tentang kamu, tadi papanya Cinta yang cerita semua tentang kamu dan juga tentang perasaan kamu ke Cinta," ucap tante Santi membuatku tak enak hati.
"Pak Ilham, tau semua tentang saya?" tanyaku pada pak Ilham.
"Iya, Al, om tau semuanya. Semenjak om tau kalau Cinta anak kandung om dengan Santi, om langsung mencari tau semua tentang Cinta dan kamu!" jawab pak Ilham.
"Tapi kenapa pak Ilham tidak mengetahui alamat rumah ini?" tanyaku penasaran.
"Hahahaa, jangan panggil saya pak Ilham, panggil saja saya om atau kalau kamu mau, kamu bisa panggil saya papa. Sebenarnya saya sudah tau alamat ini. Tapi selama saya mengawasi kamu, saya menyadari sesuatu jika kamu sebenarnya sangat mencintai anak saya, dan kamu juga begitu terpuruk saat Cinta menjauhi kamu. Itu mengapa saya meminta kamu kemari, agar saya bisa meyakinkan hati dan diri saya sendiri jika kamu memang mencintai Cinta, dan kamu juga bisa menjaga putri saya jauh lebih baik dari saya," ucap pak Ilham.
"Tapi pak, eh maksud saya om, bukankah sekarang saya dan Cinta itu saudara tiri, dan menurut hukum agama yang saya ketahui, kami tidak bisa menikah," ucapku yang sudah putus asa.
"Kamu tenang saja, saya akan mencari cara agar kamu dan Cinta bisa bersatu," sahut pak Ilham.
"Tapi om, Cinta tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang Alfin rasakan, om, tante," ucapku yang benar-benar merasa frustasi.
"Cemen! Kalau lo suka, ya perjuangin dong!" ucap Rio yang tiba-tiba saja muncul bersama Salsa.
"Sore, tante! Cintanya ada?" sapa Salsa yang langsung menanyakan keberadaan Cinta.
"Ada di kamarnya, kamu masuk aja, Sa!" suruh tante Santi. Salsa langsung masuk ke dalam rumah itu untuk menemui Cinta.
"Sore om, tante, perkenalkan, saya Rio pacarnya Salsa," ucap Rio memperkenalkan diri sambil menyalami pak Ilham dan juga tante Santi dan disambut senyuman oleh kedua orang tua Cinta tersebut.
"Pede banget, lo! Emang udah jadian resmi? Bukannya tuh cewek udah nolak lo habis-habisan?" cibirku.
"Usaha itu gak akan mengkhianati hasil, bro! Dia seribu kali nolak gue, gue sepuluh ribu kali akan ngejar dia, and see, gue bisa dapetin dia! Sama seperti lo, kalau lo emang beneran suka sama Cinta, lo perjuanginlah. Lo kan playboy, masa cuma naklukin Cinta aja lo gak bisa?" ucap Rio. Aku langsung mendelikkan mata padanya.
Gak tau sikon banget sih nih kunyuk, satu! Udah tau ada ortunya si Cinta, malah bahas gue playboy, lagi! ~ batinku.
"Benar kata Rio, Al. Kalau kamu benar-benar menyukai anak om, usaha dong! Perjuangkan sampai dapat," ucap pak Ilham menyemangatiku.
"Tante dan om merestui Alfin mendekati Cinta?" tanyaku untuk meyakinkan diriku sendiri.
"Tentu saja, asal tante mohon sama kamu, jangan pernah kamu nyakitin Cinta, jangan tinggalkan Cinta apa lagi sampai mengkhianatinya," ucap tante Santi.
"Tapi, tan, Alfin ragu mengingat status saya dan Cinta yang merupakan saudara tiri," sahutku.
"Hah? Serius? Lo dan Cinta saudara tiri? Lo gak bercanda kan, Al?" tanya Rio yang kaget ketika mengetahui aku dan Cinta adalah saudara tiri.
"Iya, memang benar apa yang dikatakan Alfin, tapi, Al, kamu tidak perlu khawatir, om pastikan kamu dan Cinta akan bersatu," ucap pak Ilham.
"Ekhm, maaf nih om, tapi kan mereka saudara tiri, itu artinya mereka gak bisa jadi pasangan kan, om? Kecuali om dan mamanya Alfin bercerai," ucap Rio.
"Hahahaa, kamu benar, mungkin om akan melakukan itu jika Alfin benar-benar serius pada Cinta dan Alfin juga bisa menjamin kebahagiaan Cinta," ucap pak Ilham sambil terkekeh.
Aku sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran pak Ilham, namun jika beliau memang benar-benar mau menceraikan mama demi hubunganku dengan Cinta, aku akan sangat bersyukur dan berterimakasih. Mungkin terdengar jahat, tapi salahkah jika aku egois demi mendapatkan kebahagiaanku? Bukankah dulu mama juga melakukan hal yang sama terhadapku dulu?
Setelah hari mulai petang, aku dan pak Ilham pamit untuk pulang kepada tante Santi sedangkan Rio tetap di sana menunggu Salsa menyelesaikan urusannya dengan Cinta.
♥️♥️♥️
CINTA POV
Aku benar-benar tak habis pikir dengan usul papa untuk menikahkan ku dengan Alfin. Tidak tahu kah papa jika Alfin itu tidaklah sebaik yang ia lihat? Ah bodohnya aku, papa dan Alfin kan sama saja, sama-sama laki-laki brengsek yang hanya bisa mempermainkan perasaan wanita, dan membuang wanita itu ketika mereka sudah merasa bosan.
Di dalam kamar aku terus merutuki kekonyolan papa, coba saja jika anak kesayangannya itu tidak merebut Dimas dariku, mungkin saat ini yang tengah mempersiapkan pernikahan adalah Dimas denganku, bukan dengan perempuan itu.
Tiba-tiba saja dadaku terasa sesak mengingat semua kenangan manisku dengan Dimas. Empat tahun kami bersama, bahkan dia tidak pernah sekalipun menunjukkan jika ia memiliki hubungan dengan wanita lain. Akan tetapi, fakta telah berkata lain, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga, begitupun juga dengan Dimas, bagaimanapun pintarnya dia menyimpan rahasia, Tuhan pasti akan menunjukkan kebusukannya.
Jujur saja aku bersyukur mengetahui semua tentang Dimas sebelum kami menjalani hubungan yang lebih serius lagi. Karena tak dapat ku bayangkan, bagaimana jadinya jika sampai semuanya terbongkar di saat aku dan Dimas sudah menjadi suami istri.
Sungguh tak terbayangkan bagaimana sakitnya mama saat papa dulu mengkhianatinya dan meninggalkan mama demi jalangnya itu, namun ku akui mama adalah wanita terhebat yang aku miliki. Mama mampu menyembunyikan rasa sakitnya dibalik senyumannya, aku tidak tau jika aku yang berada di posisi mama saat itu, mungkin saja aku bisa gila karena masalah itu.
Lamunanku buyar seketika saat suara cempreng dari seseorang yang tak lain adalah Salsa, memekakkan telingaku. "Cinta! Lo di dalem kan?" tanya Salsa dari balik pintu.
Cklek...
"Berisik! Tumben ke sini gak bilang-bilang?" tanyaku setelah membuka pintu kamarku.
"Sewot amat, neng? Gue kangen tau gak sama, lo! Semenjak lo kerja sama Alfin, lo tuh sibuk, gak pernah ada waktu buat gue," jawab Salsa dengan suara yang lesu.
"Cup, cup, cup, jangan nangis dong! Masuk dulu deh yuk!" ucapku sambil mengajak Salsa masuk ke dalam kamarku dan kemudian menutup kembali pintunya.
"Eh, Cin, lo sama Alfin udah jadian?" tanya Salsa dengan polosnya.
Ingin sekali aku mengacak-acak muka sahabatku yang sedikit oon ini karena sudah berani menanyakan hal konyol seperti itu, tapi aku urungkan mengingat hanya dia lah satu-satunya sahabat yang aku miliki.
"Jadian? Lo pikir gue udah gak waras? Mana mungkin gue jadian sama cowok kayak Alfin?" jawabku.
"Oh iya, lupa, lo kan udah ada si Dimas yak? Eh tapi gue denger tadi di depan katanya si Alfin suka sama lo, Cin," ucap Salsa. Tanpa sadar Salsa mengingatkanku pada Dimas.
Aku memang belum memberitahunya tentang hubunganku dengan Dimas yang sudah berakhir. Menurutku itu juga tidak terlalu oenting, jadi biarkan saja dia mengetahuinya sendiri nanti.
Tapi tunggu dulu, apa katanya tadi? Alfin menyukaiku? Tidak, tidak, mana mungkin? Bukankah Alfin sendiri yang mengatakannya tadi jika aku bukanlah tipe wanitanya. Mungkin Salsa hanya salah paham. Tapi entah kenapa rasanya hatiku begitu senang mendengar Alfin menyukaiku.
.
.
.
.
.
.
hai...hai...hai...
jangan lupa langsung klik like, vote, dan komen yaa...
klik tanda ♥️♥️♥️ juga biar kalian bisa dapet info kalo novel ini udah update.
jangan lupa juga mampir ke grup chat ku yaa...
Dan follow ig ku juga @fielsya_naima
tengkyu... 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Devi Devi
lanjut kak seru😍
2020-02-13
1
No Name
wes tak like, awas cerewet maneh😒😳🙄
2020-02-13
0