CINTA POV
"Sial. Kenapa gue harus sekampus sama cowok brengsek kayak gitu sih?" Batinku.
Sungguh sangat menyakitkan mendengar perkataan Alfin. Sungguh, tidak pernah ada seorangpun yang sampai merendahkan aku seperti itu. Dia telah benar-benar merendahkan aku.
Ini yang membuatku semakin membenci yang namanya laki-laki. Hanya bisa merendahkan perempuan untuk kepentingan dan kepuasan pribadinya. Aku hanya berharap jika Dimas tidak akan pernah melakukan itu padaku.
"Cin, lo kenapa? Kok nangis? Terus minum gue mana?" Tanya Salsa (satu-satunya sahabat yang aku miliki di kampus ini) saat aku tiba-tiba duduk di sampingnya dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Gue gak papa. Sorry ya, minuman lo jatuh, tadi gue ditabrak cowok brengsek terus minuman kita jatuh." Ucapku.
"Ya ampun Cinta, jadi lo nangis cuma karena minumannya jatuh?" Ucapnya membuatku tak habis pikir dengan cara dia berpikir, begitu polos cenderung oon. Tapi aku bersyukur memiliki Salsa sebagai sahabatku, dia tulus dan tak suka memandang rendah orang lain walaupun dia berasal dari keluarga yang cukup berada.
"Anggap aja begitu." Ucap ku pasrah karena menghadapinya dalam mode oon begini, tentu akan membuat masalahnya makin ribet.
"Eh, tapi masak iya sih lo nangis cuma gara-gara minumannya jatuh? Mending lo jujur deh, Cin sama gue." Nah, dia yang nuduh, dia juga kan yang meralat? Ajaib bener deh punya sahabat satu.
"Udahlah gak usah dibahas, gue juga lagi gak mood bahas itu. Atau gue beliin lo minuman lagi ya?" Aku menawarkan membelikan minuman lagi untuknya sebagai pengganti minumannya yang aku ralat maksudku cowok brengsek itu tumpahkan.
"Boleh deh." Ucapnya dan aku hendak berdiri setelah mendengar jawabannya.
"Eh gak usah deh, Cin. Gue aja yang beliin. Lo tunggu sini aja. Entar tumpah lagi, lo nangis lagi." Ucapnya membuatku mendengus kesal.
Aku memandangi sekeliling dan tanpa sengaja mataku tertuju pada seseorang yang beberapa saat lalu membuatku meneteskan air mata ini.
Diapun menatapku intens sambil tersenyum penuh arti, namun entah apa arti dari senyumnya itu. Kemudian dia pun pergi bersama dengan seorang temannya yang ku ketahui bernama Fery.
Aku hanya berharap tidak akan pernah lagi berurusan dengannya, apa lagi sampai bertemu dengannya lagi.
"Cin, ayo balik aja deh. Gue males lama-lama di sini." Ucap Salsa yang tiba-tiba kembali dengan wajah yang seperti orang panik.
"Lo ken-..."
"Sa, ayolah Sa. Gue beneran suka sama lo. Seenggaknya please jangan menghindar dari gue kayak gini dong." Ucap seorang laki-laki tampan yang mengejar Salsa. Aku mengernyitkan dahi menatap laki-laki tersebut dan perkataannya membuatku mulai memahami sesuatu akan sikap Salsa yang tiba-tiba berubah.
"Udah deh, Rio mending lo gak usah ganggu gue. Gue gak mau berurusan sama cewek-cewek lo itu. Cukup sekali gue dilabrak salah satu pacar lo." Ucap Salsa.
"Siapa yang berani labrak lo, Sa?" Ucapku yang terkejut mendengar Salsa pernah dilabrak seseorang karena memang aku tidak mengetahuinya, sorry maksud ku belum mengetahuinya.
"Eh itu, anu, gu...." Aku menatapnya tajam karena mengetahui dia sedang menutupi sesuatu.
"Lo gak bisa bohong, Sa. Mending lo jujur sama gue."
"Sebenernya malam minggu kemarin gue diajak dia nonton." Ucap Salsa sambil menunjuk kearah laki-laki tampan yang mengejarnya tadi.
"Terus pas gue ke toilet, Stella nyamperin gue dan ngelabrak gue, dan ngancem gue untuk jauhin Rio." Ucap Salsa dengan penuh keraguan seolah takut akan sesuatu.
"Stella bilang apa aja sama lo? Gue gak pernah ada hubungan apapun sama dia." Ucap Rio geram.
"Lo mending jauhin Salsa deh, gue gak mau pacar-pacar lo itu sampek nyakitin sahabat gue lagi. Atau kalau gak, lo yang gue habisin." Ucapku seraya memberi ancaman pada laki-laki bernama Rio itu.
"Lo gak perlu ikut campur urusan gue sama Salsa." Sentak Rio.
"Jelas gue harus ikut campur karena Salsa sahabat gue." Aku menyentaknya balik menatapnya tajam sambil menekan telunjukku ke dada bidangnya.
"Lo bukannya tadi yang nampar Alfin?" Tanya Rio yang baru menyadari bahwa aku yang tadi telah menampar temannya. Sungguh aku mulai merasa ciut, aku takut jika Rio akan membalas perbuatanku pada Alfin. Namun aku tidak menampakkan kekhawatiranku di depannya.
"Apa? Nampar Alfin? Kapan? Dan kenapa, Cin?" Tanya Salsa yang kini bergantian terkejut mendengar aku menampar seorang cowok paling populer di kampus. Tapi aku hanya bungkam.
"Jangan bilang tadi lo nangis karena lo habis diapa-apain sama Alfin terus lo nangis? Iya, Cin?" Tanyanya lagi dengan penuh selidik karena aku hanya diam. Namun pertanyaannya kali ini membuatkan membulatkan mataku sempurna sambil melongo.
"Pikiran lo kejauhan. Mana berani dia ngapa-ngapain gue? Eh, udah deh gak usah ngalihin pembicaraan. Sekarang gue minta lo pergi aja deh dari sini." Ucap ku pada Salsa sambil menyuruh Rio pergi.
"Gue gak akan pergi sebelum Salsa percaya kalau gue gak pernah punya hubungan apapun sama Stella." Ucap Rio dengan tegas.
"Apa pengaruhnya buat lo gue percaya atau gak sama omongan lo? Udah deh, gak usah ganggu gue lagi. Gue bener-bener pengen hidup gue tenang. Gue gak mau dicap sebagai orang ketiga dalam hubungan orang." Jelas Salsa.
"Jelas ada pengaruhnya. Gue suka sama lo, Sa. Gue bener-bener serius saat gue bilang gue mau lo jadi pacar gue." Ucap Rio.
"Hah, pacar? Jangan ngarep. Gue gak akan mau pacaran sama lo." Ucap Salsa.
"Udah yuk, Cinta, dia gak mau pergi, jadi biar kita aja yang pergi. Lagian bentar lagi kan kita ada kuliah." Lanjutnya sambil menarik tanganku untuk pergi dari kantin dan menjauh dari Rio. Laki-laki itu sempat menahan tangan Salsa namun dengan sekuat tenaga Salsa juga menepis tangan kekar itu.
*****
ALFIN POV
"Kemana sih, si Rio? Lama banget. Ke toilet lagi ngeluarin berlian apa ya?" Gerutu Fery yang mulai bosan menunggu Rio di parkiran.
"Lo kayak gak tau Rio aja. Palingan juga lagi godain si siapa tuh nama cewek yang udah bikin Rio klepek-klepek?" Ucapku sambil mengingat gadis yang saat ini telah membuat Rio sahabatku seperti orang bodoh.
"Salsa." Ucap Fery.
"Ya siapalah itu namanya. Gak peduli juga sih gue sebenernya." Ucapku.
"Sorry, lama ya?" Ucap Rio.
"Lo beser apa semedi? Lama banget." Tegur Fery.
"Sorry, sorry, tadi gue masih nyamperin Salsa dulu." Balas Rio.
"Eh, Al, lo tau gak, tadi ketemu sama siapa pas gue nyamperin Salsa?" Tanya Rio dan aku hanya mengerdikkan bahu tanda tak peduli pada siapapun yang Rio temui.
"Gue yakin, lo bakal tertarik sama informasi yang bakal gue kasih." Lanjutnya membuatku mulai sedikit penasaran.
"Kalau itu tentang Felly atau cewek-cewek lebay lainnya itu, sorry gue gak minat buat tau siapa yang lo temui." Ucapku seraya menaiki motor gede kesayanganku. Dan saat aku hendak memakai helm, ucapan Rio benar-benar begitu membuatku tertarik untuk mengetahui info apa yang dia dapat.
"Ya, gue bawa informasi tentang cewek yang tadi udah nampar lo." Ucap Rio.
"Namanya Cinta. Dia sahabatnya Salsa. Dia juga anak fakultas pendidikan, jurusan MIPA. Calon guru, men." Ucap Rio sambil tertawa.
"Cinta." Gumamku sambil tersenyum.
"Kenapa lo Al? Jangan bilang lo suka sama tuh cewek?" Tanya Fery memastikan keadaan hatiku lebih tepatnya.
"Ngaco. Udah gue bilangin, gue gak akan pernah suka sama cewek manapun. Kalaupun gue main, gak bakal pernah gue pake perasaan. Gue males berurusan sama perempuan. Semuanya sama aja." jawabku sambil melanjutkan memakai helm dan kemudian langsung melajukan motor kesayangan ku menuju ke rumah dan diikuti dua sahabat gesrek ku.
"Cinta. Kenapa gue jadi penasaran sama tuh cewek? Argh, mikirin apa sih gue? Gak, gak, gue cuma mau bales tamparan dia." Ucapku dalam hati sambil tetap fokus ke jalanan.
*****
CINTA POV
"Cinta, lo hutang penjelasan ya sama gue! Ada urusan apa lo sama Alfin? Kenapa lo nampar dia? Apa yang udah dia lakuin ke lo sampai bikin lo nangis dan nampar dia?" Salsa mengintrogasiku tentang kejadian yang membuat ku menampar Alfin, setelah kami sampai di kelas.
"Udah gue bilangin gak ada apa-apa, Sa. Tadi gue cuma kesel aja karena dia udah nabrak gue dan buat minuman kita jatuh." Ucapku tanpa berani menatap mata Salsa karena aku takut dia mengetahui kebohongan ku jika aku menatapnya.
"Lo gak pandai jadi pembohong, Cinta. Mending lo jujur sama gue." Ucap Salsa sambil memegang bahu dan menatap mataku tajam.
"Oke, kalau lo gak mau cerita sama gue, kita gak usah sahabatan lagi. Gak ada gunanya kan kita sahabatan tapi lo gak mau berbagi masalah sama gue." Lanjut Salsa seraya membalikkan tubuhnya.
"Sa, oke gue cerita. Sebenarnya tadi gue nampar Alfin karena dia kurang ajar sama gue. Di-..."
"Lo diapain sama dia? Lo dicium? Digrepe? Dipukul? Dilecehin? Mana yang luka?" Tanya Salsa panik saat mendengar sedikit penjelasanku sambil membolak balikkan tubuhku, menelitinya setiap inci seolah sedang mencari sesuatu.
"Mulai deh alaynya." Batinku.
"Sa, bukan, bukan fisik. Dia nawarin gue minum di club dan ngajak gue, gue....." Ucapku menggantungkan kalimat selanjutnya.
"Ngajak apa? Jangan bilang lo mau diajak ena-ena sama dia?" Tanya Salsa dengan mimik wajah khawatirnya.
"Ya begitulah, makanya gue nampar dia." Ucap ku lirih.
"What? Dia ngajak lo tidur? Brengsek emang tu cowok. Kayaknya gue harus ngasih dia pelajaran." Ucap Salsa dengan nada yang cukup tinggi hingga membuat mahasiswa yang berada di dalam kelas memperhatikan kami.
"Sa, pelan dikit dong. Malu di denger orang. Entar dikira gue godain Alfin. Lagian ya, gue tadi udah nampar dia. Jadi lo gak perlu lagi ngasih dia pelajaran." ucapku lirih.
"Hhhmmm, oke, kali ini gue maafin dia. Tapi kalo dia lecehin lo lagi, lo bilang aja sama gue, biar gue yang ngasih dia pelajaran." Ucap Salsa yang sok berani untuk menghadapi Alfin. Padahal ketemu Rio saja dia sudah takut setengah mati. Kadang tingkah Salsa yang seperti ini membuatku merasa benar-benar memiliki saudara kandung.
"Eh iya Cin, gimana kabar babang Dimas? Kapan dia pulang?" pertanyaan Salsa membuatku teringat pada kekasih ku yang sejak 4 tahun lalu selalu menghiasi dan memberikan warna di hidupku.
"Kabarnya baik. Mungkin minggu ini dia pulang. Kan udah satu bulan dia balik ke Surabaya. Jadi harusnya minggu ini jadwalnya pulang." jawabku.
"Kok lo kayak gak yakin gitu sih? Lo gak lagi ada masalah kan sama Dimas? Inget loh, Cin, hubungan jarak jauh itu banyak rintangannya, dan untuk mempertahankannya juga sangat sulit. Satu-satunya cara untuk mempertahankan hubungan kalian itu ya dengan cara menjaga komunikasi. Lo...."
"Gue gak ada masalah kok sama kak Dimas. Tapi emang hari ini dia belum ada kabar. Mungkin lagi sibuk." Ucapku memotong ceramah Salsa.
"Lo gak takut gitu, cowok lo di sana ada main serong sama cewek lain? Cowok lo itu cakep, karirnya bagus, pasti banyak yang ngincer dia. Apa lo gak khawatir?" Jujur saja di hati kecilku aku sangat takut. Terlebih masa laluku yang buruk karena ditinggal papa demi wanita lain yang tak lain adalah sekretaris papa sendiri, membuatku harus menanggung trauma mendalam. Aku takut kalau kak Dimas akan tergoda rayuan cewek-cewek di luar sana, apa lagi aku belum pernah sekalipun bersikap dan menerima kemesraan dari kak Dimas, meskipun itu hanya sekedar ciuman.
"Gue percaya kok sama kak Dimas. Gue yakin dia akan setia sama gue." Ucapku yang juga sekaligus meyakinkan hatiku sendiri.
"Guys, hari ini pak Didik gak bisa ngajar karena ada rapat dosen. Jadi kita boleh pulang. Tapi minggu depan pak Didik akan langsung ngasih Quiz untuk kita." Ucap Angga, ketua kelas di kelasku.
"Hhuuu, dosen tuh ya kebiasaan banget deh, bikin seneng sesaat, abis itu langsung dilempar ke jurang." Gerutu beberapa mahasiswa setelah mendengar pengumuman dari Angga.
"Ya udah yuk, Sa kita pulang." Ajakku yang langsung diiyakan oleh Salsa.
ddddrrrtttt....dddrrrtttt...dddrrrttt
"Eh, tunggu bentar, Sa. Hp gue getar. Kak Dimas telfon, bentar ya." Ucapku seraya menjauh dari Salsa setelah melihat siapa yang menelfonku.
"Halo, kak."
"....."
"Aku masih di kampus, kak. Ini aku mau pulang. Kak Dimas sibuk banget ya?"
"....."
"Oh gitu. Ya udah deh, aku tutup dulu telfonnya." Ucap ku dan langsung mematikan sambungan telfon dari kak Dimas.
"Kenapa?" Tanya Salsa yang memahami perubahan raut wajahku.
"Gak, gak papa. Balik yuk." Ucapku dan Salsa pun enggan melanjutkan pertanyaannya karena memahami aku yang saat ini sedang tidak bersemangat.
***
ALFIN POV
"Papa udah dateng?" Tanyaku pada satpam rumahku.
"Belum den. Mungkin sebentar lagi." Jawabnya dan aku hanya mengangguk.
"Bi, bi Sumi." Aku memanggil salah satu art di rumahku setelah aku dan kedua sahabatku masuk ke rumah dan mendudukkan diri di sofa ruang tamu.
"Iya den?" Ucap bi Sumi.
"Bi, tolong buatin minum untuk nih curut dua, sekalian sama camilannya." Titahku yang langsung dilaksanakan oleh bi Sumi.
"Gue, ke kamar dulu. Gerah, mau mandi dulu." Aku bergegas pergi ke kamarku untuk membersihkan diri tanpa menunggu jawaban dari Rio dan juga Fery.
♥️♥️♥️
hai...hai...hai...
jangan lupa langsung like, vote, dan komennya yaa setelah kalian baca...
Buatlah author ini senang karena like dari kalian, sebagai balasannya, kalian akan dapat pahala karena udah bikin senang hati author... eeeaaakkk... 😁😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Nurna Faizal
visualx Fong thor
2020-09-03
0
Reza Agustin
Aih gemas sama Alfin😍
Belajar dialog tag, yuk, Kak😘😘😘
Soalnya ada beberapa yang tertangkap mata keliru, heheh
Semangat, hwaiting💪💪💪
2020-03-10
1
Rere reee
jejak dulu ya kak
2020-03-10
1