Halusinasi

Kedekatan Alfin dan Cinta yang pernah terlihat sebelumnya, dan perhatian serta tatapan Alfin pada Cinta yang sangat jelas terlihat jika laki-laki itu sangat mencintai Cinta, membuat pak Ilham menanyakan perihal perasaan Alfin pada putri pertamanya itu, "apa kamu menyukai Cinta?" tanya pak Ilham yang langsung mendapat tatapan tajam dari Alfin yang entah apa arti dari tatapan tersebut.

"Tidak," jawab Alfin sambil memalingkan wajahnya kembali menghadap ke depan.

Pak Ilham yang mendengar jawaban itupun merasa sedikit kecewa karena ternyata apa yang ia harapkan yaitu Alfin dapat menjaga Cinta tak akan bisa terpenuhi. "Saya tidak menyukainya, tapi saya sangat mencintai dia. Saya memang tidak mengerti apa itu cinta. Tapi kata papa dan teman-teman saya, ketika saya merasakan kenyamanan saat bersama seorang gadis, dan gadis itu mampu menguasai hati dan pikiran saya, itu artinya saya mencintai gadis itu. Dan itu yang saat ini saya rasakan saat bersama dengan Cinta," lanjut Alfin membuat pak Ilham merasa sedikit lega mendengarnya. Setidaknya Alfin akan benar-benar menjaga putrinya lebih baik dari dirinya.

Sambil tersenyum tipis, pak Ilham berencana untuk lebih mendekatkan Alfin dan Cinta walaupun konsekuensinya ia harus berpisah dengan Kartika, istrinya saat ini, ibu kandung Alfin dari suami pertamanya dan juga Karin yang tak lain adalah putri kandungnya hasil dari perselingkuhan mereka dulu.

Pak Ilham sudah bertekad, demi menebus semua kesalahannya terdahulu, ia akan melakukan apapun demi kebahagiaan Cinta. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengganti waktu yang telah ia buang hanya demi nafsu sesaatnya. Penyesalannya saat ini mungkin hanya akan sia-sia, tapi setidaknya ia sudah mau menyadari dan mau memperbaiki kesalahannya, mengganti semua waktu yang telah berlalu bersama dengan putrinya dengan cara mencarikan laki-laki yang tepat untuk Cinta.

"Tolong jaga Cinta dengan baik," ucap pak Ilham sambil tersenyum tipis sebelum akhirnya mobil yang mereka sampai di depan rumah Cinta. Alfin sedikit kaget mendengar ucapan pak Ilham. Rasanya ingin sekali Alfin menanyakan maksud ucapan pak Ilham, namun ia urungkan mengingat saat ini mereka sudah tiba di rumah Cinta.

Alfin begitu tertegun melihat sosok gadis yang sudah berhasil membuatnya seperti orang gila. Gadis yang sudah beberapa hari ini menjauh dari pandangan dan jangkauannya. Gadis yang telah ia akui jika hanya dialah yang saat ini yang bertahta dalam hati dan pikirannya, dan karena gadis itu pula lah yang membuat Alfin berubah menjadi laki-laki yang sangat baik dan bertanggung jawab. Dan karena Cinta juga lah kini Alfin tak pernah lagi mempermainkan wanita.

Semenjak dekat dengan Cinta, Alfin tidak pernah lagi dekat ataupun bermalam dengan perempuan lain yang berasal dari club malam. Sepertinya nafsu yang selama ini selalu membara setiap kali melihat gadis berpenampilan seksi, kini sudah mati. Yang ada hanya Alfin yang baru, Alfin yang lebih memahami arti kesetiaan dan lebih menghormati perempuan. Entah sihir apa yang telah Cinta berikan pada Alfin, namun laki-laki itu sangat amat bersyukur karena hatinya jatuh pada wanita yang tepat. Wanita baik-baik yang mampu menjaga kehormatannya sendiri.

"Cinta!" panggil pak Ilham setelah mereka keluar dari mobil. Cinta yang namanya dipanggil langsung menoleh keasal suara. Tubuhnya bergetar hebat, dadanya bergemuruh melihat papanya datang bersama dengan Alfin.

♥️♥️♥️

CINTA POV

Gak Cinta, lo harus kuat! Lo gak boleh terlihat lemah dihadapan mereka. ~ batin ku.

Kedatangan mereka cukup membuatku terkejut. Aku tak tau harus melakukan apa. Aku ingin berlari masuk ke dalam rumah, namun mama yang tiba-tiba saja keluar, langsung menahanku, "masalah tidak akan selesai jika kamu terus menghindarinya," ucap mama sambil menahan lenganku.

"Tapi, ma-...." ucapku yang belum sempat menyelesaikan kalimatku.

"Temui mereka! Cobalah berdamai dengan hatimu," ucap mama memotong ucapanku sambil tersenyum.

"Baiklah!" sahutku pasrah. Mama langsung tersenyum sambil memelukku sebelum akhirnya mempersilahkan papa dan juga Alfin duduk.

"Cinta, pa-..."

"Mau apa anda kemari? Belum puas kah anda dan anak anda begitu kejamnya menyakiti saya? Apakah anda kemari untuk mengirim undangan pernikahan Karin dan Dimas?" ucapku yang memberondong papa dengan banyak pertanyaan.

"Cinta, mama tidak pernah mengajari kamu untuk tidak sopan kepada orang yang lebih tua, terlebih lagi dia papamu, nak!" sentak mama membuatku menunduk.

"Cinta, papa minta maaf. Papa mengakui kesalahan papa di masa lalu yang telah menelantarkan kamu dan mamamu. Apapun akan papa lakukan agar kamu dan mamamu bisa memaafkan papa. Tolong ampuni papa. Beri papa kesempatan untuk menebus semua kesalahan papa," ucap papa dengan suara yang gemetar sambil bersimpuh di kakiku dan juga mama.

Aku memalingkan wajah saat papa berlutut di hadapanku. Ku akui aku iba melihat papa melakukan hal itu, namun rasa marah dan kecewaku terhadap papa yang jauh lebih besar telah menutup pintu maaf ku untuk papa.

Mungkin jika papa melakukan hal ini dulu, sebelum hidupku dan mama menjadi susah karena perbuatan papa dan jalangnya itu, aku bisa saja memaafkan papa. Tapi mengingat perlakuan wanita itu terhadap mama yang menuntut mama mengembalikan semua uang yang telah papa keluarkan untuk sekolahku, dan juga bagaimana Karin dengan angkuhnya telah merebut Dimas dariku, membuatku semakin sulit untukku memaafkan perbuatan papa.

"Bangunlah, mas! Kamu tidak perlu melakukan hal itu. Aku dan Cinta sudah memaafkanmu da-..." ucap mama sambil memapah papa agar kembali duduk di kursi butut di rumah kami.

"Aku gak akan pernah memaafkan dia, ma! Karena dia hidup kita jadi susah! Kalau dia memang papaku, dimana dia saat aku sakit? Dimana dia saat mama tidak punya uang untuk memberikanku makan? Dimana dia saat kita selalu saling ketakutan di rumah ini saat ada hujan berangin dan juga petir? Sudah tujuh belas tahun, ma! Mama pikir aku akan mudah memaafkannya?" ucapku yang sudah histeris. Saat itu juga seseorang yang tak lain adalah Alfin langsung memelukku, membuatku merasakan kenyamanan dan tanpa pikir panjang, akupun membalas pelukannya, menumpahkan semua amarah dan kesedihanku dalam pelukannya.

"Sssttt, kamu tenang ya! Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik," ucap Alfin.

"Cinta, mama mohon, nak. Tolong jangan seperti ini," ucap mama yang sudah terisak juga mendekat padaku dan membelai rambutku.

"Om, tante, boleh Alfin ajak Cinta ngobrol berdua? Bagaimanapun sekarang Cinta adalah saudara Alfin, dan Alfin paham betul bagaimana perasaan Cinta," ucap Alfin yang masih mendekapku.

Mama dan papa saling menatap sebelum akhirnya papa mengangguk, mengizinkan Alfin berbicara berdua denganku.

Dengan hati-hati Alfin memapahku untuk pergi keluar rumah, berjalan menyusuri jalan setapak hingga kami melihat sebuah taman yang masih sangat asri, banyak bunga bermekaran di sana, membuat siapapun yang berada di taman itu merasa betah berlama-lama di sana. Taman itu terlihat ramai. Banyak muda mudi yang nongkrong di taman itu. Tempatnya memang terlihat sangat romantis, jadi wajar saja jika tak sedikit yang mendatangi taman itu.

"Kita duduk di sebelah sana, yuk!" ajak Alfin sambil menunjuk salah satu bangku yang masih kosong. Tanpa menjawab, aku langsung melangkahkan kakiku ke bangku tersebut yang tentu saja diikuti oleh Alfin.

"Aku beli minum dulu ya!" pamit Alfin. Laki-laki itu langsung pergi setelah memastikan ku duduk di bangku itu.

Aku memperhatikan punggung Alfin yang terlihat semakin menjauh, mencari minuman untuk kami berdua. Pikiranku melayang, tidak! aku tidak sedang memikirkan tentang papa. Entah apa yang tiba-tiba merasuki pikiran ku, karena tiba-tiba saja Alfin yang muncul dalam pikiranku. Aku berusaha menepisnya namun, lagi-lagi Alfin membayangi pikiranku.

"Cinta!" panggil Alfin. Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku, berharap jika halusinasi itu segera berakhir dan aku kembali ke kesadaranku.

"Cinta!" suara Alfin yang memanggilku terdengar lagi, membuatku merasa seperti orang gila.

Enggak...enggak... pergi...pergi... ~ lirihku yang masih merasa jika itu adalah halusinasi.

"Siapa yang lo suruh pergi?" tanya Alfin sambil menyodorkan sebotol air mineral yang ia beli untukku.

Aku langsung terlonjak ketika menyadari bahwa suara itu bukanlah halusinasiku, melainkan sebuah kenyataan. Aku menoleh padanya sambil mengucapkan terimakasih pada Alfin setelah mengambil minuman yang ia berikan padaku. "Aah, eng-enggak, bu-bukan itu maksud gue. Gu-gue cuma...cuma..." ucapku dengan perasaan yang sangat gugup.

"Gak perlu dibahas. Gue ajak lo kesini karena gue mau minta lo untuk maafin bokap lo!" ucap Alfin. Seketika itu juga aku teringat tentang papa, dan aku juga sedikit terkejut dengan permintaan Alfin.

"Apa lo minta gue maafin papa karena lo juga mau gue maafin mama, lo?" bukannya menjawab, aku justru bertanya balik pada Alfin.

"Gak juga, itu hak lo mau maafin mama gue atau gak, gue gak akan minta lo ngelakuin itu. Gue cuma mau lo berdamai dengan bokap, lo!" ucap Alfin sambil tersenyum getir. Dapat ku lihat ada rasa sakit yang tersimpan di matanya. Aku memahami itu karena apa yang dia rasakan akupun merasakannya.

"Gue akui di sini mama gue yang kurang ajar. Gue tau papa lo orang baik, dan gue yakin yang mulai duluan dulu adalah mama," lanjut Alfin. Aku terkejut mendengarnya, "apa lo bisa maafin nyokap lo?" tanyaku dan Alfin hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Kalau lo aja gak bisa maafin nyokap, lo, kenapa lo minta gue untuk maafin papa?" tanyaku penasaran alasan dibalik permintaan Alfin.

"Seperti yang tadi gue bilang, gue tau bokap lo orang baik, jadi pasti mama yang udah mulai duluan," jawab Alfin sambil tersenyum dan kemudian meneguk minuman yang ia pegang.

"Lo tau dari mana kalau papa orang baik? Kalau dia baik, dia gak akan ninggalin gue dan juga mama," ucapku ketus. Dadaku terasa sesak mengingat betapa kejamnya papa meninggalkanku dan mama serta mengusir kami dari rumah yang sudah ia berikan untukku dan mama melalui jalangnya itu.

"Setidaknya bokap lo ada niat baik untuk menebus kesalahannya sama lo dan juga nyokap lo! Gak seperti mama gue yang gak pernah sekalipun cari tau tentang gue, apa lagi tentang papa," ucap Alfin sambil terus menatap ke depan dengan tatapan kosong.

Dapat ku rasakan sakit hati yang Alfin rasakan. Mungkin benar kata Alfin, setidaknya papa masih beritikad baik, beliau mau mencariku dan mama, beliau juga bersedia melakukan apapun untuk mendapat maaf dari ku.

Tanpa ku sadari dan tanpa ada yang memerintah, aku langsung memeluk Alfin yang berada tepat di sampingku, "gue tau apa yang lo rasain saat ini, lo nangis aja! Keluarin semua kesedihan lo supaya hati lo tenang," ucapku l.

Deg...deg...deg...

Tiba-tiba aku merasakan jantungku berdebar lebih keras dari biasanya. Aku langsung menjauhkan tubuhku dari Alfin sebelum laki-laki itu menyadari ada yang tidak beres dengan diriku.

Alfin langsung menoleh kepadaku sambil mengernyitkan dahi, entah apa yang ada di pikirannya saat ini, mungkin dia berpikir aku sama dengan perempuan lain yang pernah ia kencani.

Jujur saja perasaanku semakin tak karuan ketika melihat Alfin menatapku seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya kapan saja. Dengan cepat aku beranjak dan berniat pergi menjauh darinya sebelum ia benar-benar menyadari jika saat ini aku salah tingkah dibuatnya.

Akan tetapi sebelum aku berhasil pergi darinya, Alfin sudah terlebih dulu menarik tanganku dan membuatku terjatuh dipangkuannya membuat perasaanku semakin tidak karuan.

♥️♥️♥️

ALFIN POV

Begitu tenang dan nyaman saat Cinta memelukku hingga aku merasakan melalui lenganku jika saat ini jantungnya berdegup lebih cepat. Dalam hati ingin sekali aku meledeknya, namun aku juga tidak ingin membuat kenyamanan yang aku rasakan saat ini pergi begitu saja. Ku putuskan untuk tetap membiarkan Cinta memelukku sampai akhirnya entah karena apa, ia menjauhkan dirinya dari tubuhku.

Akan tetapi, melihat wajahnya yang mulai memerah, akupun menyadari jika saat ini gadis itu sedang merasakan sesuatu terhadapku, mungkin saja ia juga menyukaiku. Entahlah, tapi yang jelas, ekspresinya saat ini sangat membuatku merasa gemas dan lucu.

Aku menatapnya sambil menahan tawa sampai akhirnya ia beranjak dari duduknya dan refleks saja, aku langsung menarik tangannya hingga membuatnya terjatuh dipangkuanku. Untuk sejenak, mata kami saling bertemu dan beradu pandang, membuat jantungku kini juga mulai ikut berdegup tak beraturan.

Dengan cepat ia berdiri dan merapikan bajunya yang tidak kusut, "lo mau kemana?" tanyaku.

"Gu-gue gak mau kemana-mana kok. Cuma mau pulang. Kita pulang aja yuk, udah sore," ajak Cinta tanpa menoleh kepadaku.

Gadis ini benar-benar menggemaskan dan membuatku sangat gila. ~ batinku sambil menyunggingkan senyum di bibirku.

"Ayo, buruan pulang! Kalau gak, gue tinggal nih!" ucap Cinta dengan nada ancaman karena melihatku yang masih mematung.

"Iya, iya, ayo!" sahutku sambil beranjak mengikuti Cinta.

"Cinta, lo mau kan maafin bokap lo? Gimanapun juga, suatu saat kalau lo mau nikah, lo butuh beliau juga," ucapku sambil berjalan beriringan di samping Cinta.

"Lihat entar aja deh," ucap Cinta sedikit cuek.

Entah apa yang ada dalam pikiran gadis ini, tapi aku benar-benar berharap ia bisa memaafkan papanya karena aku yakin jika pak Ilham memang orang baik dan betul-betul ingin menebus semua kesalahannya dimasa lalu.

.

.

.

.

.

jangan lupa langsung klik like, vote dan komen yaa...

terimakasih 🙏 🙏 🙏 😊😊😊

Terpopuler

Comments

Helena Elena

Helena Elena

ga usah pake pov2 dong thor, lama ..langsung aja ceritanya jdi gak males bacanya 😊✌✌✌

2022-11-16

0

Akira

Akira

Nyet, lue sibuk ngapain cb dr kmrin nulis gk kelar"????😑😣

2020-02-13

0

Devi Devi

Devi Devi

lanjut ya😥

2020-02-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!