Tanggung Jawab, Dimas!

Sejenak aku berpikir jika tidak ada salahnya aku tetap di sini. Setidaknya aku bisa mengetahui bagaimana karakter Dimas dan kemungkinan adanya celah untukku agar lebih dekat dengan Cinta.

Aku duduk di sebelah Dimas, sedangkan Cinta yang terlihat senang karena aku tidak jadi untuk pergi, segera bergegas ke dalam untuk membuatkan minum untukku.

"Lo udah lama temenan sama Cinta?" tanya Dimas membuka percakapan.

"Baru beberapa hari yang lalu. Kita gak sengaja ketemu terus sempat berdebat di pertemuan pertama kami." jawabku dan Dimas hanya meresponku dengan mengangguk.

*Tring

Terdengar suara ponsel Dimas berbunyi menandakan ada pesan masuk. Ku perhatikan seketika itu juga wajahnya berubah, raut wajahnya tak bisa ku tebak seakan ada ketakutan dan amarah yang bercampur jadi satu, lalu tak lama kemudian dia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.

"Kak Dimas, Alfin, ini minuman dan camilannya. Maaf ya kalau nanti kuenya gak enak." ucap Cinta dengan menampilkan senyum manisnya sambil menyuguhkan minuman dan beberapa macam kue untukku dan juga Dimas.

Dimas pun langsung menyambar minuman yang Cinta bawakan dan menghabiskannya dengam sekali teguk. Batinku melihat keanehan pada Dimas yang seolah sedang mengkhawatirkan sesuatu. Aku yang juga menghargai Cinta pun ikut meminum minuman tersebut dan memakan cupcake red velvet karena memang aku menyukai cupcake.

"Sangat enak." dua kata itu cukup menggambarkan bagaimana rasanya. Belum pernah aku memakan cupcake seenak ini. Mungkin ini akan menjadi cupcake favoritku, dan menu yang wajib ada setiap harinya di rumahku.

"Lo yang bikin?" tanyaku sambil mengangkat cupcake dan mengarahkannya pada Cinta.

"Bukan. Itu mama yang buat. Maaf ya kalau gak enak." ucap Cinta.

"Ini enak banget. Belum pernah gue makan cupcake seenak ini. Tolong lo bawain ke kampus ya tiap hari. Bisa kan?" ucapku jujur.

"Kalau lo suka, lo boleh dateng tiap hari ke sini. Mama selalu buat karena itu memang jualan mama." ucap Cinta yang jujur saja membuatku sangat senang karena Cinta mengizinkan aku untuk berkunjung ke rumahnya lagi.

"Yang, aku pamit dulu ya! Ada urusan sama mama. Besok aku ke sini lagi." ucap Dimas dengan ekspresi yang membuatku tak percaya pada alasan yg ia berikan.

"Mmm, ya udah, kak Dimas hati-hati ya." ucap Cinta lembut dengan senyum manis tersungging di bibirnya membuat hatiku memanas.

Tak berapa lama setelah Dimas pergi, akupun berpamitan pada Cinta dan juga mamanya. Namun aku tidak langsung pulang seperti apa yang aku katakan pada Cinta, melainkan aku mengikuti kemana Dimas pergi. Aku mengikuti Dimas hingga ia berhenti di sebuah restaurant seafood yang lumayan terkenal dan ramai pengunjung di kota ini. Aku penasaran siapa yang Dimas temui di sana akhirnya membuatku memutuskan untuk memantaunya dari jarak dekat dengan ikut masuk ke dalam restaurant tersebut namun tetap menjaga jarak agar Dimas tidak menyadari keberadaanku.

Sesampainya di dalam restaurant, aku benar-benar terkejut melihat siapa yang Dimas temui. Seorang gadis dan seorang pria yang sejak tujuh belas tahun lalu ku ingat wajahnya, lelaki yang telah merusak kebahagiaan keluargaku, laki-laki yang telah merebut mama dari ku dan juga papa. Aku sangat ingin menghampiri mereka, terutama laki-laki itu, ingin sekali aku memberinya pelajaran karena sudah merusak keluargaku. Namun, aku mengingat tujuanku kemari untuk mengikuti Dimas, dengan terpaksa aku hanya bisa diam dan menguping obrolan mereka.

"Kamu harus tanggung jawab, Dimas! Saya akan memberikan apapun asal kamu mau menikahi anak saya." ucap laki-laki itu yang lagi-lagi sukses membuatku terkejut mendengar dia mengatakan bahwa gadis itu adalah anaknya.

Dan tadi dia bilang tanggung jawab? Apa maksudnya?

Karena penasaran aku menguping semua pembicaraan mereka hingga akhir. Dan sungguh membuatku terktejut ternyata Dimas dan gadis itu pernah tidur bersama. Di satu sisi aku senang karena dengan begitu otomatis akan memudahkanku untuk semakin dekat dengan Cinta. Tapi di sisi lain, aku juga sadar betul bahwa Cinta akan sangat terluka mengetahui kekasihnya sudah mengkhianatinya.

*****

Dalam perjalanan pulang, aku terus memikirkan tentang Dimas dan gadis itu. Sejenak amarahku memuncak, mengumpat mengingat apa yang Dimas dan gadis itu lakukan sehingga tega-teganya mengkhianati Cinta yang sudah tulus mencintai Dimas.

"Shit!!! Bapak dan anak sama saja, dulu papanya merebut mama dari gue dan juga papa. Sekarang anaknya menjadi jalang hanya demi laki-laki brengsek seperti Dimas dan itu pasti akan menyakitkan untuk Cinta." gumamku sambil tetap fokus ke jalanan.

Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar setelahnya. Entah kenapa mengingat pembicaraan Dimas dan dua orang itu, rasanya aku juga sangat marah. Bukan! Bukan karena laki-laki yang telah merebut mama, tapi karena pengkhianatan yang Dimas lakukan pada Cinta. Kegeramanku pada Dimas semakin memuncak jika mengingat sikap sok manis yang Dimas tujukan untuk Cinta tadi di rumahnya, bisa-bisanya dia bersikap seolah tak memiliki dosa pada Cinta.

tok...tok...tok...

"Al, kamu di dalam?" tanya papa yang ada dibalik pintu kamarku.

"Iya, pa. Masuk aja." jawabku.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya papa setelah masuk ke kamarku dan melihat raut wajahku yg terlihat kacau.

"Alfin bertemu laki-laki itu, pa." ucapku jelas itu membuat papa juga terkejut karena paham siapa orang yang aku maksud.

"Al, sudah, lupakan saja. Kita sudah baik-baik saja. Biarlah yang lalu itu jadi masa lalu, gak perlu kita ingat-ingat lagi." Ucap papa.

"Bukan itu masalahnya, pa. Tapi ini menyangkut Cinta." ucapku.

"Cinta? Apa hubungan laki-laki itu dengan Cinta?" tanya papa yang penasaran dengan lanjutan ceritaku.

"Merteka sudah punya anak gadis, pa. Dan gadis itu merebut kekasih Cinta. Alfin gak terima, pa. Mereka menyakiti kita, oke, kita masih baik-baik aja. Tapi Cinta, pa! Dia pasti akan sangat terluka mengetahui apa yang sudah Dimas lakukan dengan gadis itu!" seruku pada papa. Entah disadari atau tidak, aku secara tidak langsung menunjukkan kepedulianku terhadap Cinta.

"Kamu suka sama Cinta? Atau bahkan kamu sudah mencintainya?" tanya papa.

Aku menoleh pada papa, menatap papa sambil berpikir apa yang papa tanyakan, "Aku gak tau, pa." ucapku.

"Lakukan apa yang harus kamu lakukan untuk melindungi orang yang kamu cintai tanpa harus membongkar semuanya sendiri. Biarkan Cinta mengetahuinya sendiri, tapi kamu tetap harus siaga menjaganya, karena saat semua itu terbongkar, Cinta pasti membutuhkan sebuah sandaran untuk menopang kerapuhannya nanti." ucap papa.

"Oh ya, Al, lusa kamu dan Cinta tolong temui calon investor kita ya. Papa ada keperluan lain. Bisa kan?" tanya papa.

"Bisa, pa. Papa siapin aja apa yang harus aku dan Cinta pelajari, nanti aku juga akan menghubungi Cinta." jawabku.

*****

2 hari kemudian...

dddrrrtttt...dddrrrtttt...dddrrrtttt....

Ku lihat panggilan masuk di layar ponselku. Dan aku segera mengangkat telfon tersebut setelah ku lihat nama Cinta yang tertera di layar ponselku sebagai orang yang melakukan panggilan.

"Ya halo! Ada apa?" tanyaku.

"Al, mama lagi sakit, gue boleh izin dulu kan hari ini?" jawab Cinta diseberang telfon.

"Tante sakit? Sakit apa? Gue kirim dokter ke rumah lo sekarang juga." ucapku yang betul-betul khawatir pada mamanya Cinta.

"Gak usah, Al. Biar gue bawa mama ke puskesmas deket sini aja." ucap Cinta.

"Lo tau gue gak suka dibantah. Anggap aja ini dari perusahaan. Gue mau nyokap lo dapat perawatan terbaik, biar cepet sembuh dan lo bisa fokus kerja lagi." ucapku.

Apakah itu alasan? Tentu saja. Aku hanya tidak ingin Cinta bolos kerja terlalu lama. Aku mulai terbiasa dengan adanya Cinta disetiap hariku. Aku tidak ingin dia lepas sedetikpun dari pantauanku. Mungkin benar kata papa jika aku sudah mencintainya, walaupun otakku selalu menyangkalnya.

Setelah menyuruh dokter keluargaku untuk ke rumah Cinta dan memeriksa keadaan mamanya, aku langsung bergegas menuju hotel untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk meeting nanti.

*****

Sejujurnya aku sedikit terkejut mengetahui siapa yang harus aku temui untuk meeting. Orang itu tak lain adalah Dimas. Ya cukup baik untukku karena dengan begitu, aku bisa lebih gampang untuk memantau kegiatan Dimas melalui orang-orang kepercayaan papa.

Sebelum meeting kami akhiri, aku terlebih dulu mengajak Dimas untuk sekedar minum kopi di restaurant hotel. Di sana kami mengobrol banyak tentang pekerjaan dan juga tentang hubungannya dengan Cinta, sesekali aku menyindirnya tentang hubungannya dengan gadis yang ia temui di restaurant seafood tempo hari. Namun entah ia menyadarinya atau tidak, namun sikapnya masih terlihat tenang. Aku rasa dia adalah pemain drama yang cukup baik, tapi aku tidak akan membiarkan dia menyakiti Cinta lebih lama dan lebih dalam lagi entah bagaimana caranya, Cinta harus mengetahui kebusukan laki-laki yang dia cintai ini.

Selesai kami mengobrol, Dimas langsung pamit untuk kembali ke perusahaannya. Aku mengantarnya hingga ke lobby hotel namun, pemandangan yang mengejutkan terjadi di depanku. Gadis itu datang dan langsung memeluk Dimas, terlihat sekali Dimas sangat canggung dalam situasi ini. Namun aku hanya pura-pura masa bodo walaupun dalam hatiku sebenarnya ingin sekali aku memberi Dimas pelajaran karena bisa-bisanya dia bermesraan dengan gadis lain di tempat umum sedangkan tadi ia selalu membanggakan hubungannya dengan Cinta. Aku hanya bersyukur karena Cinta tidak bisa menemaniku meeting hari ini, setidaknya dia tidak akan melihat adegan menjijikkan yang jelas akan membuatnya sangat terluka.

♥️♥️♥️

DIMAS POV

Saat di rumah Cinta, sejujurnya perasaanku semakin tidak tenang. Tidak hanya karena Karin, tapi juga karena keberadaan Alfin. Bisa aku lihat, bahwa Alfin tidak hanya menganggap Cinta teman, Alfin menyukai Cinta. Terlihat sekali dari raut wajahnya jika dia sangat senang saat Cinta menahannya pergi. Namun aku juga tidak bisa begitu saja melarang Cinta dekat dengan laki-laki lain jika mengingat apa yang sudah aku lakukan dengan Karin. Tapi aku juga tidak akan membiarkan Alfin semakin berani menunjukkan perasaannya pada Cinta. Cinta akan tetap menjadi milikku, apapun yang terjadi, karena aku mencintainya. Mungkin aku egois, tapi itu karena aku sangat mencintai Cinta dan tidak ingin dia pergi dari hidupku.

Ditengah obrolanku dengan Alfin, tiba-tiba ponselku berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Aku sangat terkejut membaca pesan yang ternyata dikirim oleh Karin. Karin mengabariku bahwa dia saat ini juga ada di Jakarta bahkan dia juga mengatakan bahwa dia sudah menceritakan apa yang sudah aku lakukan padanya pada papanya yang tak lain adalah pemilik perusahaan tempatku bekerja. Karin mengatakan padaku jika papanya ingin bertemu denganku hari ini juga dan dia juga sudah mengirimkan lokasi dimana papanya ingin bertemu denganku.

Sesegera mungkin aku berpamitan pada Cinta setelah aku menghabiskan minuman yang Cinta suguhkan untukku. Aku hanya ingin agar masalah ku dengan Karin segera selesai tanpa harus Cinta tau apa yang sudah terjadi.

Aku melajukan mobilku ke lokasi yang sudah Karin share ke ponselku dan ternyata itu adalah restaurant seafood terkenal di daerah sini dan ramai oleh pengunjung. Tak membuang waktu aku bergegas turun dari mobilku untuk segera menemui Karin dan juga papanya.

Di dalam sana, pak Ilham (papa Karin) langsung mengintrogasiku dengan beberapa pertanyaan yang jujur saja itu sangat memojokkan aku. Beliau memintaku bertanggung jawab atas apa yang sudah aku lakukan pada Karin, langsung saja aku menolak permintaan beliau, karena memang aku tidak mencintai Karin. Bukankah itu juga akan menyakitkan untuk Karin jika aku menerimanya tapi aku tidak bisa mencintainya.

"Saya akan menemui orang tuamu jika kamu tidak bersedia menikahi Karin secara baik-baik." ucap pak Ilham seraya menyodorkan ponsel milik Karin dan memutar video saat aku melakukan hal menjijikkan itu dengan Karin.

Dalam hati aku mengumpat sejadi-jadinya pada Karin yang benar-benar sudah menjebakku. Ternyata ini semua sudah dia rencanakan dengan sangat matang. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan kelicikan Karin.

Kenapa harus aku? Karin masih sangat muda, usianya belum genap 20 tahun, kenapa dia begitu terobsesi padaku? Bukankah dia dengan mudah bisa mendapatkan laki-laki yang lebih dari pada diriku! Laki-laki yang lebih mapan dan lebih muda yang seusianya.

Sungguh ini membuatku sangat frustasi. Aku tidak mungkin melibatkan orang tuaku ke dalam masalah ini. Apa lagi mama, jika mama mengetahui masalah ini, aku khawatir kesehatan mama akan menurun. Dengan pertimbangan itu, aku terpaksa mengiyakan keinginan mereka agar aku mau bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi walaupun kami sadar betul jika ini bukanlah sepenuhnya kesalahanku, dan sebagai langkah awal pak Ilham memintaku untuk kembali ke perusahaannya namun kali ini aku diminta kembali ke kantor pusat yang berada di kota ini dan akupun menyetujuinya.

Mungkin nanti aku akan memikirkan ulang bagaimana caranya agar aku terlepas dari mereka yang terpenting saat ini mereka tidak mengganggu keluargaku terlebih lagi mereka tidak akan mengganggu hubunganku dengan Cinta.

*****

"Dimas, tolong gantikan saya untuk meeting dengan pemilik hotel xxxxx nanti jam 10 ya." ucap pak Ilham dan akupun mengiyakan perintahnya tanpa niat membantahnya sedikitpun.

Jujur saja aku sangat tidak nyaman bekerja di sini namun, aku belum menemukan cara untuk bisa lepas dari Karin dan keluarganya. Dan aku tidak mungkin mengorbankan keluarga ku demi keegoisanku yang bisa saja dampaknya juga tidak akan baik untuk hubungan ku dengan Cinta.

Dengan sangat terpaksa aku menemui client pak Ilham di hotel yang pak Ilham beritahukan tadi, dan sungguh sangat mengejutkanku karena ternyata orang yang harus aku temui adalah Alfin yang merupakan anak tunggal pemilik hotel tersebut sekaligus ancaman baru untuk hubunganku dengan Cinta.

Selesai dengan segala urusanku dengan Alfin, akupun hendak kembali ke kantor namun saat aku dan Alfin berada di lobby hotel, aku sungguh sangat terkejut dengan keberadaan Karin yang tiba-tiba saja memelukku. Entah apa yang ada dalam pikiran Alfin saat ini, namun sikapnya yang tenang dan seolah tak peduli apa yang Karin lakukan padaku membuatku semakin merasa tidak tenang di buatnya.

Aku yang tidak ingin Alfin mengatakan hal yang tidak-tidak pada Cinta tentangku dan Karin, langsung saja menjelaskan tentang siapa Karin pada Alfin bahwa dia adalah anak pemilik perusahaan tempat ku bekerja.

"It's okey. Gue paham. Lo nyantai aja." ucap Alfin santai dengan sambil tersenyum tipis padaku.

Setelah itu akupun bergegas membawa Karin pergi dari hotel itu sebelum Karin mengacaukan semuanya dengan mengatakan bahwa dia adalah calon istriku pada Alfin.

"Kakak kenapa tadi gak bilang aja sih sama dia kalau aku adalah calon istri kakak?" protes Karin saat kami sudah dalam perjalanan kembali ke kantor.

"Malah main tarik-tarik aku gitu aja." lanjutnya.

"Dia temennya Cinta. Aku gak mau dia ngomong yang aneh-aneh sama Cinta." ucapku dengan nada dingin.

"Jadi kak Dimas masih berhubungan sama cewek itu? Kak Dimas inget ya, sekarang aku ini calon istri kakak! Dan aku mau kak Dimas memutuskan hubungan kakak dengan cewek itu. Aku gak suka." ucapnya dengan sedikit menaikkan nada bicaranya memintaku untuk memutuskan hubunganku dengan Cinta.

"Sorry aku gak bisa. Aku hanya cinta sama satu orang gadis, yaitu Cinta. Aku memang calon suamimu, tapi perlu kamu ingat bahwa aku tidak pernah sedikitpun mencintai kamu." ucapku masih dengan nada dingin. Bisa ku lihat wajah Karin saat ini memerah seperti sedang menahan kekesalannya. Namun sepertinya aku memang perlu bersikap tegas padanya agar dia tidak seenaknya saja mengaturku.

"Kalau kamu gak suka, silahkan kamu bilang sama papamu, dengan begitu akan dengan senang hati aku akan keluar dari perusahaan papamu dan aku juga tidak akan menikahimu." lanjutku memberinya sedikit ancaman pada Karin. Sejujurnya akupun tak yakin dengan apa yang aku katakan barusan, tapi aku tau betul, Karin sangat ingin memilikiku, dan sikapku yang seperti ini, dia sangat paham jika aku sedang tidak ingin main-main.

Srlanjutnya kami hanya diam hingga mobil yang ku kendarai bersama Karin tiba di sebuah rumah mewah milik keluarga Karin. Ya, aku memang mengantar Karin pulang terlebih dulu sebelum aku kembali ke kantor. Namun, sungguh aku terkejut saat aku masuk ke dalam rumah itu, aku melihat mamaku ada di sana entah sejak kapan dan ada keperluan apa mama ke rumah ini.

"Dimas, Karin, kalian sudah datang?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah mamanya Karin.

"Dimas, kenapa kamu gak bilang kalau kamu dan Karin sedang menjalin hubungan, nak? Tadi nyonya Kartika menemui mama dan akhirnya mama datang ke sini untuk menemui Karin." ucap mama dengan nada lembut sambil tersenyum kearahku dan juga Karin. Aku hanya terdiam karena tidak tau harus berbuat apa sekarang sedangkan Karin, terlihat sekali jika dia sangat merasa senang dengan situasi ini.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Bunda'Nya Reihan Kusnadi

Bunda'Nya Reihan Kusnadi

kan bener dugaanku, emak mya alfin sama bapak nya si cinta tuh yg jd psngan selingkuhan,
wahhh jdi sodara tiri dong ya..

2020-09-05

0

Miss R⃟ ed qizz 💋

Miss R⃟ ed qizz 💋

up up fiel

2020-01-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!