Sabr.

“Aduh, leherku sakit banget.”

“Habisnya kamu sih, Fa. Orang ada kasur malah tidur di kursi.”

“ketiduran semalem aku, Dhi.”

“Eh, Fa. Coba lu liat berita tuh,”

“Lagi-lagi pejabat negara terjerat korupsi.”

“Kapan coba negara ini dipegang sama orang-orang jujur.”

“Padahal waktu masih sekolah, ketika ada soal tentang kejujuran mereka ngerti dan bisa jawab bahwa jujur termasuk perilaku terpuji. Sedangkan bohong dan menipu itu perbuatan tercela. Mereka juga paham kalau korupsi itu perbuatan biadab yang merugikan rakyat. Gak mungkin gak paham. Mereka itu pintar, intelektual mereka maju, kalau keterbelakangan mana mungkin jadi pejabat. Mereka paham teori tentang tapi mempraktikkannya seakan-akan mereka jijik.”

“Mulai deh nih pidatonya.”

“Dhi, kita anak muda generasi penerus bangsa. Ya, harus peduli sama bangsa ini. Melakukan perbuatan-perbuatan konkret untuk Indonesia yang lebih baik.”

“Siap, Bos.”

“Udah, aku berangkat dulu.”

“Iya hati-hati. Eh, udah sarapan belum?”

“Nanti aja gampang. Eh, ini kunci kosnya aku bawa satu. Nanti semisal aku pulang trus kamu pergi gak ada di kos, repot deh.”

“Oke”

#

Panti jompo. Tempat dimana para orang tua lanjut usia menghabiskan sisa hidupnya. Pagi-pagi sekali, Faiha dan beberapa teman satu organisasinya sampai di salah satu panti jompo yang ada di kota metropolitan itu. Mereka melaksanakan program kerja kemanusiaan yang diselenggarkan setiap tahunnya. Banyak kegiatan yang dilakukan disana. Mulai dari senam, berkebun, bermain sepakbola, catur hingga memainkan puzzle untuk para orang tua yang usianya sudah benar-benar lanjut, kondisi tubuhnya tak memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang berat. Ada juga salah satu orang tua yang mempunyai hobi bercerita. Nek Neni namanya. Ia duduk di kursi roda. Faiha dan beberapa teman lainnya setia menyimak Nek Neni yang sedang menceritakan masa mudanya.

“Nek Neni, ayo makan dulu,” seru salah seorang petugas sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya untuk Nek Neni.

“Iya, Iya, temen-temen putri kembang desa makan dulu ya,” kata Nek Neni pada Faiha dan teman-temannya. Ia habis saja bercerita bahwa dulu ketika masih muda ia menjadi kembang desa di desanya.

“Haha, iya, Nek.”

“Maaf mbak, bisa minta tolong suapin Nek Neni dulu. Saya baru ingat tadi ada seorang kakek yang baru saja masuk ke panti jompo ini. Belum ada yang menyiapkan makanan. Saya mau nyiapkan makanan untuk beliau dulu,” kata petugas itu pada Faiha.

“Oh iya.”

“Namamu siapa, dek?”

“Faiha, Nek.”

“Oo, Faiha. Kamu orang Jawa Tengah, ya?”

“Nek Neni kok tahu?”

“Kelihatan. Masyarakat Jawa itu orangnya halus-halus, kalem.”

“Nek Neni dari Jawa Tengah juga, ya.”

“Bukan, tapi suami nenek, dia berasal dari keturunan Jawa. suami nenek itu orangnya halus sekali, penyayang, penyabar. Tapi, entah tak ada satupun anaknya yang mewarisi sifat papanya.”

“Maksud nenek?”

“Ee, Dek Faiha bisa minta tolong ambilkan nenek minum? Nenek haus.”

“Oh, iya Nek. Sebentar ya,” Faiha pun mengambilkan minum untuk Nek Neni. Setelah mengambilkan minum Faiha kembali menuju Nek Neni. Ketika, hampir sampai, kakinya tiba-tiba tak sengaja menginjak selembar kertas perkamen yang biasanya digunakan untuk membungkus obat berbentuk serbuk.

“Kok ada kertas perkamen disini ya, Nek? perasaan tadi gak ada,” kata Faiha sambil mengambil kertas perkamen yang tadi ia injak.”

“Nenek gak tau. Ayo suapin Nenek lagi, Nenek masih lapar.”

“Iya Nek. Oh iya Nek, ini minumnya.”

“Iya.”

Faiha dengan sabar menyuap Nek Neni. Tak lama berselang. Tiba-tiba Nek Neni kejang-kejang. Mulutnya mengeluarkan busa. Semua yang ada di panti panik. Termasuk Faiha yang saat itu tangannya masih menggenggam sendok untuk suapan Nek Neni yang selanjutnya. Nek Neni segera dibopong untuk dibawa ke rumah sakit. Orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian itu matanya tertuju pada Faiha.

“Ceritanya gimana Fa? Kok bisa Nek Neni kejang-kejang sampai mulutnya ngeluarin busa kayak gitu,” tanya Afi. Teman kampus Faiha. Mereka adalah teman dekat. Mereka ada dalam satu prodi. Faiha mengenal Afi pertama kali saat Orientas studi dan pengenalan kampus atau yang biasa mahasiswa sebut dengan ospek. Kebetulan mereka memiliki banyak kesamaan. Seperti sama-sama suka mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, sama-sama suka makan makanan berkuah dan beberapa hal lain.

“Aku juga gak tau, Fi. Tadi itu aku nyuapin nek neni, terus beliau minta diambilkan minum. Ketika itu belum terjadi apa-apa. Terus, aku kembali di sini. Setelah aku menyuapinya lagi beberapa sendok. Tiba-tiba Nek Neni..” Faiha tak sanggup melanjutkan penjelasannya. Afi merangkul Faiha, berusaha menenangkannya. Lalu, lima belas menit kemudian.

“Faiha, maaf. Kamu disuruh ke ruang sekretariat panti,” kata salah satu teman Faiha yang lain.

“Ayo, Fa. Aku temenin,” tawar Afi.

“Iya, Fi.”

#

“Maaf sebelumnya, kami disini ingin meminta penjelasan berkenan dengan kejadian yang dialami Nek Neni tadi, karena berdasarkan keterangan dari petugas kami yang mendapat bagian untuk mengurus Nek Neni mengatakan bahwa saat itu ia sedang tidak bersama Nek Neni. Nek Neni saat itu sedang bersama Anda dan sedang disuap makanan oleh Anda.”

“Benar, pak.waktu itu Nek Neni sedang bersama saya. Waktu itu saya sedang menyuapi Nek Neni dan tiba-tiba Nek Neni kejang-kejang, lalu keluar busa dari mulutnya.”

“Dari mulut Nek Neni keluar busa, sepertinya ia diracun,” kata salah satu orang yang ada dalam ruangan itu. Ruangan itu tiba-tiba hening. Semua bingung atas peristiwa yang terjadi siang itu. Terlebih Faiha. kenapa bisa tiba-tiba nek neni seperti itu setelah disuapnya. Apakah di dalam makanan yang dimakan Nek Neni terdapat racun? Jika iya, kenapa sebelum Faiha mengambilkan minum untuknya tidak terjadi apa-apa. Apa racun itu ada di dalam segelas air yang diambilkan Faiha untuk Nek Neni? Tapi Faiha mengambil air itu dari galon yang semua orang meminumnya. Jika air galon itu bermasalah, seharusnya semua orang yang meminum air itu kena dampaknya. Akan tetapi, ini tidak. Hanyalah nek neni.

“Permisi, selamat siang,” kata polisi yang tiba-tiba masuk mengagetkan semua orang yang ada dalam ruangan itu, “Kami mendapat keterangan dari pihak rumah sakit yang menangani Nek Neni bahwa peristiwa yang tadi menimpa Nek Neni disebabkan karena ia keracunan. Saudari Faiha, Anda kami mohon untuk ikut kami ke kantor polisi untuk memberi keterangan karena Anda yang sedang bersama Nek Neni ketika peristiwa itu terjadi”

#

“Maaf sebelumnya, Pak. Tapi apakah benar teman kami ini ada sangkut pautnya dengan peristiwa yang dialami Nek Neni. Kami ini aliansi mahasiswa yang bergerak di bidang sosial dan baru pertama kali mengadakan kegiatan di panti itu,” kata Kak Darel, kakak tingkat Faiha yang merupakan ketua pelaksana dari kegiatan sosial itu.

“Tapi bukti-bukti yang terkumpul dan keterangan dari saksi-saksi semua mengarah ke Saudari Faiha.”

“Pak, nggak mungkin saya yang memberi racun di makanan Nek Neni. Saya bertemu Nek neni baru satu kali dan kenal baru saja tadi pagi.”

“Tapi di kertas perkamen bungkus racun serbuk itu terdapat sidik jari Anda, saudari Faiha.”

“Memang saya sempat memegang kertas perkamen itu, Pak. Waktu itu Nek Neni menyuruh saya untuk mengambilkan minum. Sebelum saya pergi mengambil minum kertas itu belum ada di sekitar kami. Setelah itu, saya kembali menuju Nek Neni, kaki saya tidak sengaja menginjak kertas perkamen yang saat itu berada tepat di samping kursi roda Nek Neni.lalu kertas itu saya ambil, spontan saya jatuhkan lagi kertas itu karena Nek Neni memina saya untuk segera menyuapinya.”

“Apa mungkin tanganmu terkena serbuk racun yang masih menempel di kertas perkamen itu, lalu tak sengaja masuk ke dalam makanan Nek Neni?” praduga kak darel.

“Busa yang dikeluarkan dari mulut Nek Neni tadi cukup banyak, Kak. Ketika aku memegang kertas perkamen itu serbuk yang menempel hanya sedikit sekali. Lagian aku menyuapi Nek neni menggunakan sendok.”

“Maaf saudara Faiha. sementara ini Anda kami tetapkan sebagai tersangka.”

“Faiha,” panggil Dhia yang baru saja sampai di kantor polisi bersama Afi. Setelah mengetahui Faiha dibawa ke kantor polisi. Afi langsung menghubungi Dhia. Mereka saling kenal karena mereka sama-sama teman dekat Faiha di kota metropolitan itu.

“Ya Allah Fa, kok bisa kayak gini sih,” kata Dhia sembari memeluk Faiha.

“Aku juga nggak tau Dhi. Fhi, tolong jangan dulu kasih tau mas yusuf maupun Ibu tentang kejadian ini ya.”

“Tapi, Fa.”

“Aku mohon,”

“Maaf, saudari Faiha mari ikut saya,” kata seorang polisi. Faiha pun menuruti perintah dari polisi. Ia melangkahkan kakinya menuju sel tahanan. Meinggalkan Dhia dan Afi.

“Faiha..” Dhia menangis melihat nasib malang teman baiknya itu.

“Kak Darel, apa benar-benar Faiha pelakunya?” tanya Afi.

“Saya gak tau,”

“Faiha nggak mungkin ngelakuin itu kak. Dia itu anak baik-baik.”

“Praduga ku tadi bisa saja benar, ada serbuk racun yang jatuh ke makanan nek neni dari tangan Faiha karena Faiha memegang kertas perkamen bungkus racun itu, walaupun jumlah yang jatuh sedikit. Tapi, jika ditelisik lebih dalam. Kenapa bisa ada bungkus racun di sana. Faiha tadi juga bilang kalau sebelum mengambil minum, kertas perkamen itu belum ada. Seperti ada yang janggal,” batin Mas Darel.

Terpopuler

Comments

Syahlia Aida

Syahlia Aida

penasaran

2021-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!