Waktu silih berganti. Tak terasa waktu kelulusan dari jenjang sekolah dasar akan segera menghampiri. Semuanya senang, tapi juga terselip rasa kekhawatiran. Perpisahan dengan bapak ibu guru dan kawan-kawan adalah hal yang pasti terjadi. Tak bisa dipungkiri. Kejadian demi kejadian dilalui. Terekam jadi sebuah memori yang mungkin akan diputar lagi suatu saat nanti.
“Mas Nawir,” teriak Alan.
“Eh, Lan.”
“Mas Nawir ada apa ke sini?”
“Ini, mengurus ijazahnya Gus, Faiq. Ndak bisa diambil karena beliau belum cap tiga jari. Mungkin kapan-kapan lagi kalau beliau pulang.”
Semenjak hari terakhir ujian nasional, Faiq sudah tidak kelihatan lagi, bak hilang ditelan bumi. Sebagian teman-temannya mencari hingga terdengar informasi bahwa ia telah pergi. Pergi untuk menuntut ilmu di salah satu pondok pesantren yang ada di Jawa Timur.
“Faiq seperti siluman saja, Mas. Tiba-tiba pergi tidak ada kabar sama sekali. Pergi tanpa pamit,” kata Alan.
“Mungkin Gus Faiq punya alasan.”
#
Setiap orang punya masa lalu. Sifatnya pun tak tentu. Ada masa lalu yang baik dan ada yang buruk, tapi semoga masa lalumu buruk karena dengan begitu untuk sekarang dan di masa depan kau kan terus melakukan perbaikan. Perbaikan untuk membayar masa lalu yang kau ilang buruk itu. Jikalau masa lalumu baik, maka tetap pertahankan untuk sekarang dan masa mendatang karena sesungguhny amal itu dilihat pada akhirnya.innamal a’malu bi khowatimiha. Bagaimana nanti keadaan akhir hidup kita. Sesorang yang mulia pernah berkata, lebih baik jadi mantan gali daripada jadi mantan santri. Akan tetapi, harus diingat, kau tak bisa berdalih untuk boleh saja berbuat maksiat yang penting nanti taubat dengan dalil ini. Kita tak tau kapan waktu Allah mengakhiri hidupmu dan hidupku dengan mengutus malaikat izrail untuk mencabut nyawamu dan nyawaku.
Suratku yang tertuju pada Faiha adalah bukti nyata jikalau setan memang pintar memainkan tipu muslihatnya. Maka, jangan sekali-kali kau terjebak dalam pacaran yang berkedok masih dalam bingkai syariat. Maksiat ya maksiat. Sudah cukup aku saja yang hampir tergelincir di dalamnya. Rasa itu fitrahnya manusia. Seperti kata Mas Nawir, tak usah dipupuk agar bertambah mekar. Abaikan saja hingga suatu saat nanti waktunya tiba. Untuk saat ini lakukan saja yang terbaik menurut rabb kita. You plan, Allah plans and Allah is the best of planners.
Faiq Amiruddin ‘19
~sayamondokdulu
#
Di bawah naungan pohon rindang. Hembusan angin yang membawa ketenangan. Seperti surga, tapi bukan surga ini masih dunia. Faiha terbangun dari lamunan lamanya. Kejadian sepuluh tahun lalu itu terkadang memang suka terngiang-ngiang di kepala. Peristiwa-perisiwa masa kecilnya di desa yang kini jarang ditemukan di kota. Apalagi sekarang Faiha hidup di kota metropolitan. Kota ini seperti tak pernah beristirahat. Tidakkah punya ia rasa penat? Ingin rasanya Faiha pulang ke kampung halaman, tapi waktu dan keadaan belum mengizinkan. Masih ada banyak hal yang harus ia lakukan di sini.
Satu hal yang menarik perhatian Faiha tentang kota metropolitan. Kota ini selalu menuntut adanya perubahan dan pembaharuan. Faiha suka akan hal ini. Setiap kesulitan yang dihadapi ia anggap sebagai tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Seperti permainan, untuk dapat naik dari level satu ke level lainnya harus melewati yang namanya tantangan.
“Dreett, drettt...” Ponsel Faiha berdering. Ibu. Nama itu tertera di layar ponsel Faiha.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam, gimana kabarnya nduk?”
“Alhamdulillah sae, Bu.”
“Ibu, gimana? Sehat kan?”
“Iya, alhamdulillah Ibu sehat, kuliah Faiha bagaimana?”
“Lancar, Bu. Ibu doakan Faiha terus, ya.”
“Iya, Ibu selalu doakan yang terbaik buat anak-anak Ibu.”
“uuu lik, uu lik,”
“itu suaranya irsyad ya, Buk?”
“Iya, udah pinter ngomong dia sekarang.”
“Uu lik, uu lik,” suara anak kecil yang memanggil-manggil buiknya itu kini terdengar semakin keras di telinga Faiha.
“Halo Irsyad, Assalamualaikum.”
“Kum ayam.”
“Ayamnya siapa, Syad? Haha,” Faiha tertawa mendengar ucapan keponakannya yang masih dalam proses belajar itu.
“Ini Mas Yusuf baru pergi nganterin istrinya periksa kandungan, Irsyad dititipkan ke Ibu.”
“Oo, udah berapa bulan kandungannya Mbak Imah, Bu?”
“Sekitar tujuh bulan, udah kelihatan gede sekarang.”
“Ndak nyangka ya, Buk, Irsyad udah mau punya adek aja. Tambah lagi deh cucu Ibu.”
“Iya”
Mas yusuf. Setelah lulus dari jenjang pendidikan Strata-2 dan bekerja ia memutuskan untuk menikah. Istrinya bernama Mbak Imah. Seorang wanita yang penampilannya sangat sederhana. Kini mereka tinggal bersama Ibuk karen aibuk hidup seorang diri. Kakek sudah meninggal empat tahun yang lalu. Beberapa hari setelah Mas Yusuf melangsungkan akadnya dengan Mbak Imah. Faiha, merantau di kota untuk kuliah, menuntut ilmu. Mas Yusuf sudah memiliki seorang anak laki-laki bernama Irsyad dan Mbak Imah kini sedang mengandung anak mereka yang kedua.
“Udah dulu ya, Fa. Ini ibuk mau mandiin Irsyad. Asslamualaikum.”
“Iya, Buk. Waalaikumussalam.” Faiha mematikan telepon. Lalu, diihatnya jam. Waktu menunjukkan pukul pukul setengah lima sore. Ternyata lumayan lama Faiha berad di taman ekat Masjid Agung itu. Faiha beranjak dari taman menuju sepeda motornya yang terpakir di parkiran. Ia pergi ke tama itu awalnya untuk mencari inspiras materi untuk bahan skripsi. Akan tetapi, bayangan masa lalu yang hadir kala itu membuatnya lupa waktu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Syahlia Aida
👍👍👍👍
2021-07-24
0