wuhuuuuu aku rajin update loh ternyata kalo kalian pada ngevote hahaha
happy reading !!!
****
Safira mengangguk kemudian membuka kotak coklat tersebut. "Dari mana kamu tahu kalo saya suka cokelat?"
Sean menatapnya sebentar. "Semua cewek emang gitu kan? Bella kalo ngambek sama gue pasti minta cokelat."
Bella?
Safira mendongakan wajahnya ke arah Sean. Mata mereka bertemu. Melihat Sean yang tersenyum seperti itu membuat aliran darah di dalam tubuh Safira mendidih. Bagaimana bisa lelaki itu menyamakan dirinya dengan Bella?
Safira mencoba menepis rasa sakit di hatinya. Ia tidak cemburu. Ia hanya kesal karena Sean menyamakannya dengan Bella. Safira geram. Kenapa harus tentang Bella lagi sih?
"Saya gak begitu suka cokelat," katanya kesal. "Permintaan maaf kamu saya tolak." Saffira lalu menutup kotak cokelat itu dan mendorongnya kembali ke arah Sean.
Sontak saja kedua bola mata lelaki itu membulat sempurna. "Loh? Kenapa? Tadi kan lo terima."
Belum ada semenit masa Safira sudah berubah pikiran lagi?
"Saya gak mau coklat, bikin sakit gigi," elak Safira kesal. Padahal ia sangat menyukai cokelat, hanya saja mendengar Sean memperlakukannya sama dengan Bella membuat ia tidak ingin memakan cokelat itu.
"Oke, jadi mau lo apa?"
"Kamu pergi dari sini." Safira kembali berpura-pura sibuk pada dokumen di atas mejanya.
Sean menghela napas gusar. "Yaelah, Fir. Gue minta maaf. Masa gitu aja lo gak mau maafin gue. Apa aja lo minta gue kasih nih," bujuknya.
"Gak ada, kamu pergi aja."
"Fir," Sean mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya hampir mengenai dokumen kerja Safira. "Safiraaaaaa...."
Kalau seperti ini Sean benar-benar mengganggunya. Dengan decakan malas ia kembali menatap sang suami, kemudian mendengkus. "Saya mau bunga."
"Ha?"
"Tadi kamu tanya kan mau saya apa? Saya mau bunga."
Seketika senyum Sean tertarik lebar. "Oke, bunga ... nanti ya di rumah."
Safira mengangguk. Ia lalu menatap kotak cokelat yang berada di depan Sean. Safira benar-benar ingin memakannya. Tapi gengsi jika harus meminta itu pada Sean. Terlebih lagi ia tadi sudah menolak cokelat itu.
"Fir." panggil Sean. Safira gelagapan dan wajahnya berubah panik.
"Ya?"
"Gue mau nambahin satu poin lagi ke dalam surat perjnjian kita."
Air wajah Safira berubah. Ia tidak pernah mengerti apa yang ada di dalam kepala Sean saat ini. Kemarin lelaki itu membentaknya, lalu beberapa jam yang lalu mengajaknya sarapan, kemudian meminta maaf dengan cokelat, bukankah itu begitu manis?
"Kamu gila?"
"Ini demi kebaikan kita."
"Nggak!"
"Ini penting!"
"Terus apa?"
Sean mengatur napasnya sebaik mungkin, dan mulai berbisik ke arah Safira.
"Pihak pertama dan pihak kedua boleh memiliki pasangan dengan status dirahasiakan, dan jika publik tau tentang hubungan itu, maka akan menjadi urusan masing-masing pihak."
Safira terbelalak kaget. Matanya membulat sempurna. Batinnya bergejolak. Ingin sekali ia berteriak, "KAMU UDAH BENAR-BENAR GILA YA SEAN!" teriaknya dengan emosi yang memuncak.
"Gue serius."
"Nggak! Jangan berpikiran ngaco seperti itu, Sean! Saya minta setidaknya sampai delapan bulan saja." Safira melenguh menahan geram. Sean benar-benar sudah memancing emosinya.
"Dengerin gue, Fir." Sean menatap dalam mata Safira. "Gue pastiin bokap lo gak akan tahu ini."
"Nggak!"
"Please!"
Tak ada sahutan dari perempuan itu, ia hanya diam seribu bahasa bersama kekesalannya untuk Sean. Ingin sekali rasanya Safira menjenggut rambut Sean hingga copot dari kepalanya itu, agar otaknya bisa berpikir lebih baik.
"Lo boleh deh, nambahin satu poin juga."
Safira mendesah dengan gelengan pelan. Ia tidak pernah mengerti apa yang ada di dalam kepala lelaki itu. Bisa-bisanya Sean menambah kekacauan di dalam perjanjian mereka.
"Fir ... ayolah," bujuk Sean lagi.
Akhirnya Safira mengalah, ia menatap Sean tajam.
"Oke ... saya juga punya satu poin." Sean menghela napasnya senang. "Tapi sebelum itu, saya akan mengganti poin yang kamu punya."
Sean mengernyit. "Maksudnya?"
"Kamu boleh bertemu Bella, tapi tidak di ruang publik. Tidak di kantor, tidak juga di rumah." Mata mereka masih saling bertatap. "Gimana? Setuju?"
Meski Sean merasa kurang itu sama saja membatasi ia bertemu dengan Bella, tapi tidak apa-apa selama Safira tidak marah.
"Ya udah ... terus poin lo apa?"
"Saya mau, setiap hari senin kamu membawakan saya satu buket bunga setelah pulang bekerja."
"Cuma itu?"
"Hm ... kalo kamu lupa satu hari aja, saya gak akan mau ngebersihin rumah selama sebulan," ancam Safira.
"Oke!" Sean berujar girang. Tidak apa-apa, yang peting ia masih bisa bertemu Bella. "Makasih, ya." Ia lalu mengacak-acak rambut Safira, membuat dadanya berdebar kencang. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang ingin terbang keluar. Safira merasakan panas pada sekujur tubuhnya yang kaku. Ia menegang. Rasanya membuncang saat Sean menyentuh kepalanya.
Sebelum semakin larut, suara ketukan pintu dari luar membuat kedua pasangan itu mengalihkan tatapan mereka. Pintu terbuka.
"Bu ... hari ini jadwal—"
"Raga?"
"Mas Sean?"
****
rameeeeeeiiinnnn ddddooooonngggg
hahaha aku sedih kalo sepi yang baca, pengen kayak scandal, kelarnya cepet jadinya wkwkwk
like komen sama Vote poin yaa atau yang punya koin juga boyeeehhhh hehe
enjoy gaes!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
apsari
karakternya beda Ama yg di novel KAI Ama kerstal ya padahal suka Ama karakter itu
2022-01-18
0
Cut Nyak Dien
nah loooo apakah sean ama raga saudaraan?
2021-09-08
0
al - one ' 17
kereennn neh shafiranya gk yg tertindas 😁 sip lah
2021-06-21
0