Ada-ada aja, lo!
—Sean—
****
Setelah acara pemberkatan selesai, pesta pernikahan mereka berlanjut ke sebuah ballroom hotel bintang lima. Banyak para tamu yang hadir. Pesta ini terlihat megah dan mewah. Dekorasinya bergaya klasik, kali ini sesuai pilihan Safira. Ia sangat suka sesuatu yang berbau klasik eropa. Beberapa orang berkumpul sembari mengobrol dan ada beberapa yang menyantap hidangan yang tersedia.
Kali ini Mama Olive, Ibu mertuanya yang mengusulkan pesta mewah seperti ini. Pada dasarnya Sean dan Safira hanya menginginkan pemberkatan saja. Tapi, Ibunya itu menolak karena menurut Wanita tua itu, tidak mungkin bagi mereka, yang notabennya adalah keluarga kaya yang terpandang hanya mengadakan pesta sederhana saja, itu bisa menjadi cibiran banyak orang, terutama para perkumpulan Wanita tua high class atau bisa dibilang Ibu-ibu Sosialita.
Pesta berjalan lancar. Selesai pesta malam itu, Mama Olive menangis saat anak kesayangannya berkata akan tinggal terpisah dari Ibunya. Wanita paruh baya itu masih menginginkan Sean tetap tinggal satu atap dengannya, alhasil Sean dan Safira menyetujui untuk tinggal selama seminggu di rumah besar keluarga Pradipta itu.
Keduanya menempati kamar Sean, awalnya lelaki itu bersikukuh untuk pindah malam itu juga, tapi Mama Olive malah menangis dan merengek. Ia baru sadar jika Ibunya itu adalah manusia yang paling sulit untuk ditolak.
"Mama Olive sayang banget sama kamu, harusnya kamu merasa beruntung punya ibu seperti Mama Olive." Safira membuka satu persatu jepitan pada rambutnya yang disanggul.
"Malu-maluin kali, Mama nangis udah kayak anak kecil tadi." Balas Sean sembari melepas tuxedo hitam miliknya dengan terus menggerutu. "Gue cuma pindah rumah, bukan pindah planet. Lagi juga rumah kita kan cuma butuh beberapa menit dari sini!" lanjutnya dengan nada kesal.
"Tapi saya suka lihatnya, artinya Mama Olive sayang banget sama kamu. Seandainya ibu saya masih ada, saya rasa beliau akan bersikap sama seperti Mama."
Satu jepitan terakhir Safira lepaskan. Rambutnya bergelombang jatuh. Wajahnya terlihat lelah. Hari yang panjang, mulai dari pagi saat pemberkatan, dan pesta mewah yang baru selesai beberapa jam yang lalu.
"Gue mandi duluan ya, gerah banget badan gue," ucap Sean sambil berlalu begitu saja memasuki kamar mandi.
Safira hanya menatap pantulan tubuh laki-laki itu dari cermin.
Beberapa jam yang lalu, ia baru saja berjanji di hadapan Tuhan, akan menjadi istri yang baik untuk Sean. Kalau ternyata janji itu hanya berdasarkan pada perjanjian, bukankah itu dosa besar? Maka setiap dosa pasti akan ada hukumannya. Mungkin sebentar lagi ia akan dihukum oleh Tuhan. Hanya tunggu waktu saja. Bersiap-siaplah!
Safira sadar jika sekarang dirinya sudah menjadi wanita bersuami. Walaupun dalam konteks berpura-pura, tetapi semua orang kini tahu jika ia adalah tanggung jawab seorang Sean Arista, begitupun sebaliknya, segala keperluan Sean adalah tanggung jawabnya, karena ia Istri dari lelaki itu.
Istri
Suami
Dua kata yang sangat sulit dicerna olehnya. Otak Safira seakan sulit menerima kata-kata itu. Menjadi seorang istri di usia muda, ditambah predikat itu ia sandang sebagai Istri dari seorang Sean Arista yang memiliki banyak skandal di hidupnya. Tidak ada cinta, tidak ada ucapan manis. Rasanya bisa gila jika terus memikirkan itu.
Safira beralih menuju jendela. Ia bukan gadis yang mudah menyesal, sekali ia memilih, Safira akan menjalankan pilihannya dengan baik. Toh percuma menangis, walaupun ia sangat ingin saat ini.
Sean mendapatkan apa yang ia inginkan, dan Safira juga mendapatkan apa yang ia inginkan. Tidak ada yang rugi di sini. Hanya cukup menjadi pemeran yang baik selama delapan bulan, dan setelahnya gadis itu bebas dengan menyandang status baru. Janda muda.
***
esok paginya, Safira bangun lebih dulu karena ia terbiasa bangun pagi. sementara Sean masih tertidur nyenyak di sebelahnya.
semalam tidak terjadi apapun seperti yang pengantin baru lakukan. keduanya hanya tertidur tanpa ada perdebatan. mereka tidur saling memunggungi, setelah mandi, Sean tertidur lebih dahulu, sedangkan Safira melakukan ritualnya sebagai wanita sebelum tidur.
dan tepat jam enam pagi perempuan itu bergegas membersihkan dirinya lalu menuju ke lantai bawah, mungkin ingin menyiapkan sarapan, tapi ia kan sama sekali tidak bisa memasak. ya setidaknya di mata Mama Olive, ia harus menjaga citra sebagai seorang istri karena harus bangun lebih dulu dari suaminya.
"Mah," tegur Safira saat tubuhnya sudah berada di ambang pintu dapur.
Mama Olive sudah ada di sana, sedang menyiapkan keperluan sarapan untuk mereka semua—dan dibantu dengan bibi asisten rumah tangga.
"Baru bangun?" tegur Mama Olive tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Safira. Mama Olive masih belum bisa menerima perempuan itu, karena balik lagi, Sean adalah anak satu-satunya, dan mendapati Sean memiliki istri rasanya beliau belum rela.
Safira mendekat, "maaf, mah, Safira kesiangan ya?"
"gak sih, tapi besok-besok bisa lebih pagi lagi kan bangunnya?"
"Iya, Mah," jawab Safira tidak enak. "ada yang bisa Fira bantu?"
Mama Olive menunjuk ke arah wadah yang berisi cabe, bawang merah, dan bawang putih. Safira mengikuti arah pandang itu. "coba kamu bersihin, abis itu kamu halusin buat bumbu nasi goreng."
saat itu juga Safira menelan ludahnya dengan susah payah. sumpah demi apapun, ia tidak mengerti caranya mengupas bawang.
"Biar saya aja, Bu." Bi Siti menyela, mencoba membantu Safira yang kelihatannya tidak bisa.
"Jangan bi, biar Safira aja, dia harus bisa masak. nanti kan mau tinggal berdua sama Sean, nanti siapa yang masakin kalo dia gak bisa masak."
Bi Siti seketika menciut, wanita yang kira-kira berumur kepala lima itu undur diri, meninggalkan Safira yang terbengong di tempatnya.
"Fira bisa kan?" tanya Mama Olive.
Safira hanya memasang senyum kaku, sebelum kemudian mulai mengupas semua bahan-bahan itu. Bawang putih cukup aman, ia bisa mengupasnya meski butuh konsetrasi penuh. setelah bawang putih, Safira lalu mengupas bawang merah, dan sialnya untuk bawang merah begitu pedas di matanya.
Safira mencoba mengucek matanya demgan tangan, detik itu juga matanya terasa sangat perih. ia meringis sembari jalan ke arah keran air.
"Kenapa?" Mama Olive bertanya.
"Pedes, Mah, mata Fira pedes banget."
Mama Olive mendekat, "makanya jangan dikucek."
Safira tidak peduli dengan perkataan Mama Olive barusan karena ia hanya berusaha membuat matanya tidak perih.
"kenapa, Mah?" suara dari ambang pintu membuat Mama Olive menoleh.
di sana, Sean sedang berdiri dengan rambut acak-acakan, serta kaos dan celana pendek yang ia gunakan tidur semalam.
"ini, Fira ngucek matanya pake tangan bekas buka bawang." jelas Mama Olive.
Sean lalu mendekat, berdiri di sebelah perempuan itu. "coba gue lihat?" ia menarik dagu Safira, mengangkatnya hingga Sean bisa melihat mata perempuan itu yang merah. "jangan dikucek."
"perih, Se." adu Safira.
kemudian Sean menghapus noda air di wajah Safira, "coba kedip-kedip." pintanya dan Safira mengikuti perintahnya itu. "udah gak perih kan?" tanya Sean lagi.
Safira kini sudah bisa membuka matanya, namun saat matanya terbuka penuh, yang pertama kali ia lihat adalah wajah Sean yang begitu dekat dengan wajahnya. seketika itu Safira merasa jantungnya berdebar kencang. ia gelagapan seraya berpaling.
"ada-ada aja lo," ujar Sean sembari mengacak puncak kepala Safira.
ya Tuhan, Safira takut baper.
****
gimana? kalo kalian jadi Safira bakal baper gak??? hahahah minta dukungannya yaa, Promoin cerita ini di group-group kalian dongass ... makasihh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Ekawati Hani
Ini mertua kaya tapi memperlakukan menantu kaya mertua mertua pada umumnya😂 penganten baru suruh ngulek cabe😂
2022-10-06
0
TikTikTik
fira yang di acak² rambutnya kok aku yang senyum² 😍😍😍
2022-02-08
0
Alyn azzis
pas adegan ini kok aq jadi ingat rangga dan cinta ya dlm film aadc..🤩😍
2021-10-09
0