Aku akan selalu ada buat kamu
—Sean—
••••
Sean begitu kesal dengan perlakuan papanya kemarin. Ia menceritakan semuanya pada Bella, ia mengadu pada sang kekasih dengan penuh amarah. Lagi pula, papa mana yang tega membiarkan anaknya sengsara seperti ini. Tidak ada mobil, ponsel, uang, kartu kredit dan lebih parahnya ia bukan lagi seorang pimpinan di sebuah perusahaan besar, ia hanya seorang pengangguran.
Benar-benar menyebalkan.
"Kamu gak apa-apa tanpa itu semua, sayang?" tanya gadis cantik yang kini sedang mengoleskan selai coklat di atas rotinya.
Setelah kemarin didepak dari rumah dan apartemennya, Sean memutuskan untuk tinggal sebentar di apartemen sang kekasih sampai ia bisa mendapatkan pekerjaan dan uang untuk menyewa sebuah apartemen.
"Aku bakalan baik-baik aja selama ada kamu," balas Sean seraya menggigit ujung roti yang telah Bella siapkan untuknya. "Papa emang udah gila! Emangnya cewek mana yang papa pikir cocok buat aku!" geramnya.
Sean merasa tidak habis pikir dengan Bagaskara. Sulit sekali memang memahami isi pikiran papanya itu. Bagaskara bilang, ia hanya ingin yang terbaik untuk Sean, tapi selama ini Sean tidak pernah merasa bahagia dengan keputusan Bagaskara.
"Maaf ya, kamu jadi susah gara-gara aku," lirih gadisnya.
Sean tersenyum tipis. "Bukan salah kamu kok," katanya, mencoba menenangkan gadis itu. "Emang orang tua aku aja yang gak bisa ngelihat kamu dari sudut pandang yang berbeda. Buat mereka, selama bisnisnya lancar itu gak masalah. Ini bukan salah kamu, juga bukan salah aku. Ini salah papa!" kesalnya, lalu terdiam sesaat.
"Kamu bisa kok, pake uang aku dulu," ujar Bella sembari mengelus lembut lengan Sean.
"Maaf nyusahin kamu."
"Gak apa-apa, sama seperti yang kamu bilang, kita bisa kok ngelewatin ini semua." Bella menggengam tangan Sean dan memberikan senyuman terbaik yang ia punya.
Setidaknya dengan melihat senyum Bella, menambah kekuatan dalam diri Sean untuk melawan sang papa. "Aku cuma mau kamu berjanji. Apa pun yang terjadi nanti, aku mau kamu tetap ada di samping aku dan jangan pernah tinggalin aku," pinta gadis itu.
Sean menatap dalam manik mata Bella. Genggaman tangannya semakin mengerat seolah mereka tidak ingin melepaskan satu sama lain. "Aku janji ... aku akan selalu ada buat kamu." balas Sean.
***
Safira memijat telapak tangannya berulang-ulang. Ia gugup. Akhirnya hari ini datang juga, hari yang telah ia dan Bagaskara sepakati. Hari dimana penentuan hidup dan mati perusahaan ayah.
Saat ini Safira sedang duduk di atas sofa yang barada di ruang kerja Bagaskara. Jantung Safira berdegub sangat kencang. Dalam hati Safira terus berdoa, semoga apa yang ia pilih ini adalah yang terbaik untuk semuanya.
"Astaga, gue takut." gumamnya pelan.
Tak lama pintu ruangan itu terbuka, menampakan wajah hangat yang mulai menua.
"Hai Safira ... maaf ya buat kamu nunggu lama?" sapa Bagaskara saat tubuhnya masuk ke dalam.
Gadis itu berdiri, tersenyum membalas sapaan hangat lelaki itu. "Gak apa-apa, pak, saya juga baru sampai," balasnya dengan senyum kaku.
Bagaskara meminta Safira untuk duduk kembali, dan ia pun duduk di depan gadis itu. Sebelumnya Bagaskara telah meminta sekertarisnya untuk membawakan dua gelas kopi ke dalam ruangannya.
"Santai aja, Fir, kok tegang gitu mukanya. Anggap aja lagi ngomong sama ayah kamu."
Iya, anggap saja seperti itu. Lagi pula bukan kah Bagaskara telah memintanya untuk menjadi menantu lelaki tua itu seminggu yang lalu? Jadi harusnya Safira santai saja.
"Gimana? Udah yakin mau jawab apa?" tanya Bagaskara.
Safira tersenyum kaku, lalu kepalanya mengangguk. "Iya ... saya sudah memutuskan pilihan saya." Pandangannya menunduk, menatap kedua tangannya yang sudah sibuk bertautan.
"Hem, jadi apa jawaban kamu?" tanya Baskara lagi, kali ini dengan senyum keyakinan.
"Ini memang sedikit gila, pak, tapi saya akan mencobanya."
"Jadi, apa ini bisa saya artikan kalau kamu sudah menerima tawaran saya?"
"I—iya, bisa dibilang seperti itu," jawabnya terbata.
Bagaskara tersenyum semringah menatap gadis di depannya ini yang kemungkinan sebentar lagi akan menjadi anak mantunya. "Makasih ya, Fir." ujarnya.
Tak lama berselang. Pintu ruangan itu terbuka lebar dengan bunyi debuman keras. Safira dan Bagaskara terkejut saat melihat sesosok lelaki angkuh dengan rahang mengeras dan wajah yang memerah menahan emosi masuk ke dalam.
"Papa!" teriaknya. "Apa maksud papa nyuruh semua perusahaan nolak aku kerja di tempat mereka?"
Sean sudah tidak lagi memperdulikan apa itu sopan santun saat ini, ia benar-benar marah. Bahkan saat sekertaris Bagaskara tadi melarangnya untuk masuk ke dalam ruangan, ia menerobos itu. Sean tidak peduli sekalipun yang sedang bersama papanya adalah orang penting.
"Setelah papa usir ternyata kelakuan kamu gak berubah ya, Sean!" Murka Bagaskara kepada anaknya. "Keluar!" teriaknya kemudian.
Safira menegang, mengangkat wajahnya melihat lelaki yang sekarang sedang berdiri dengan wajah kesal itu. Sean? inikah calon suaminya? Lelaki yang akan ia nikahi? Lelaki yang akan menjadi pemimpin di dalam rumah tangganya nanti?
"Papa gak cukup udah ngusir aku? Ngambil semua fasilitas aku? Dan sekarang ngelarang seluruh perusahaan memperkerjakan aku! Apa sih hebatnya cewek yang bakalan papa jodohin sama aku sampe papa tega ngelakuin ini sama aku!"
Amarah Sean sudah tidak bisa lahi ditahan, dan Sean menyalahkan semua ini kepada gadis itu. Gadis yang akan dijodohkan olehnya. Hanya karena gadis itu Bagaskara, ayah kandungnya tega memperlakukan dirinya seperti ini.
"Berhubung kamu udah ada di sini, meskipun gak papa undang. Papa akan memperkenalkan kamu sama seseorang." Bagaskara beranjak dari sofa. "Sean Arista, ini calon istrimu, namanya Safira." Ia lalu menoleh pada gadis yang masih terduduk bingung di tempatnya. "Dan Safira, ini Sean, anak saya."
Mata mereka bertemu. Sean menatapnya tajam ke arah Safira. Kilat amarah terpancar jelas dari lelaki itu. Ternyata tamu penting yang sedang berada di ruangan Bagaskara adalah gadis itu, calon istri yang papanya bilang.
Apa sih hebatnya dia? Jelas jauh berbeda dari Bella. Sangat jauh.
Safira bangkit dari duduknya. Mata mereka masih menatap satu sama lain. Lalu tangan Safira terjulur ke arah Sean. "Selamat siang, Sean, nama saya Safira." ujarnya tersenyum tipis.
••••
Tolong bantuannya yaa, tekan like dan berikan vote. terima kasih ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Erna Yunita
hmmm.....mengapa rasanya sedikit sesak di dada
2024-09-03
0
Yohani Silalahi
kasihan safira,apa jd nya rumahtangganya nanti.
2023-08-02
0
Rani Srimulyati
uwwwooowwww😱😱😱seruuuu....
2022-04-20
0