"Kenapa mas malah jemput? Harusnya langsung ketemuan di Kafe aja tadi," Safira berujar saat mobil Angga telah keluar dari perkarangan rumahnya.
"Tadinya Mas kira kamu diantar Sean, makanya Mas minta kamu ketemuan di Kafe. Tapi, pas mas telepon kamu bilang mau berangkat naik mobil sendiri, jadi mending Mas sekalian jemput kamu aja?"
Beberapa menit setelah menghubungi Safira, Angga datang menjemput perempuan itu. Mereka memang janjian ingin sarapan bersama, maka itu lebih baik Angga sekalian menjemput Safira saja.
"Gimana rasanya dua minggu jadi istri Sean?" Angga bertanya ketika setengah perjalanan menuju Kafe terlewati.
Safira menoleh sekilas kemudian menjatuhkan kepalanya pada sandaran jok mobil. "Biasa aja." jawabnya malas.
"Kenapa? Sean gak romantis, ya?"
Tidak akan
Safira lantas membuang pandangannya keluar jendela. "Bukan, kok ... ya maksud Fira, biasa aja kayak perempuan lain setelah nikah gitu, ya pokoknya biasa lah," jawabnya asal.
"Sean gak main, kan?" Angga mengerling nakal, membuat Safira tahu kemana arah dan tujuan ucapan Angga barusan kepadanya.
"Ihh, Mas Angga apaan sih," Safira menatap Angga kesal, sementara lelaki itu hanya terkikik geli. Sarapan pagi seorang Angga adalah meledek Safira. "Fira gak mau bahas itu ah, malu tau!"
Angga masih tertawa kecil. Namun seketika wajahnya berubah serius. "Oh iya, kalo Sean nyakitin kamu, kamu harus lapor sama Mas ya. Apalagi kalo dia sampai main tangan sama kamu. Cowok kayak gitu gak baik."
Tiba-tiba sekali Angga berbicara seperti itu.
"Mas tenang aja, Sean gak akan berani ngelakuin itu," apalagi sampe nyentuh aku, tambah Safira dalam hati.
Lagian, itu tidak mungkin terjadi karena di dalam perjanjian mereka, tertulis kalau tidak akan ada kontak fisik, jelas Sean tidak bisa menyentuhnya tanpa izin.
"Wah ... berarti Sean tipe suami yang takut istri ya? ledek Angga, dan membuat Safira tergelak kencang.
Sebenarnya bukan takut istri, tapi lebih kepada perjanjian mereka.
"Ya gitu deh, Mas, Sean kan anak Mami." tambah Safira.
Keduanya tergelak kencang di dalam mobil. Safira rasanya sangat puas telah berhasil menertawakan Sean. Mungkin sekarang Sean sedang terbatuk-batuk karena dirinya dijadikan bahan obrolan kedua saudara ini. Yang jelas mereka berdua tidak memperdulikan itu.
"Oke, kita sampai." Angga menghentikan mobilnya tepat di depan Kafe. "Kamu masuk duluan aja, mas cari parkir dulu."
"Oke ... mas mau dipesenin apa?"
"Hot americano aja, sama sandwich tuna ya."
"Siap ..."
Safira turun dari mobil, sementara Angga menjalankan mobilnya pelan untuk mencari parkiran. Safira baru saja ingin membuka pintu Kafe namun pandangannya tertuju pada sosok lelaki yang beberapa minggu ini tinggal bersamanya.
"Sean?" gumamnya pela, bahkan hampir seperti bisikan.
Matanya terpaku, bukan karena ia terpesona oleh sesuatu, tapi karena seorang wanita yang bersama Sean. Safira sangat jelas melihat Pria itu memegang tangan seorang wanita. Hatinya mencelos, Sean dengan wanita? Safira merasa tidak asing dengan wajah wanita itu. Ia tahu siapa. Namun ia buru-buru tersadar.
Mas Angga.
Safira segera berbalik untuk pergi, dan dari jarak yang cukup dekat ia bisa melihat Angga yang sedang berjalan ke arahnya.
"Kenapa gak masuk?" Tanya lelaki itu saat tiba di depan Safira.
Ia terdiam sambil berpikir. Tidak, Mas Angga tidak boleh melihat ini. Mas Angga tidak boleh bertemu Sean dalam keadaan seperti ini. Ia tidak boleh tahu semua perjanjian itu.
"M—mas ... Fira minta maaf." Safira merasa tenggorokannya tercekik. "Hmm ... Tadi Ayah telepon Fira, katanya ada sesuatu yang penting terjadi di kantor," ucapnya berbohong. "Fira kayaknya harus segera ke sana deh, mas Angga gak apa-apa kan kalo anter Fira?"
"Kenapa tiba-tiba banget? Kita baru banget sampe, Fir."
"Fira juga gak tahu." Safira mengalihkan pandangannya ke segala arah. Ia takut melihat mata Angga saat berbohong. "Nanti pas jam makan siang Fira janji deh ke rumah sakit buat ketemu mas."
Angga menatap Safira heran. Meski akhirnya ia mengangguk setuju, tapi dari gelagat gadis itu menunjukan seperti ada sesuatu yang ia tutupi. Mungkinkah Safira melihat seseorang di dalam sana?
***
Janji makan di luar yang Sean maksud adalah berduaan dengan Bella. Mereka berjanji untuk bertemu karena tiga hari lagi Bella akan pergi ke luar negri untuk show di Paris. Sean tidak mau menyia-nyiakan waktu yang tersisa untuk tidak bertemu dengan kekasihnya itu.
"Aku kangen banget sama kamu." Sean berujar sembari menggenggam tangan Bella erat, sesekali ia mengecupnya lembut.
"Se ... jangan gini, nanti banyak yang lihat." Cegah Bella.
Mereka kini ada di ruang publik, dan wajah Bella sangat mudah di kenali. Ia tidak ingin terjadi masalah, apalagi sampai ketahuan oleh Bagaskara. Papa Sean itu pasti tidak akan tinggal diam kalau mengetahui mereka masih sering bertemu.
"Kamu emang gak kangen sama aku?" tanya Sean dengan wajah yang dibuat-buat.
"Kangen lah ... kamu tuh sibuk banget sama istri kamu."
Sean seketika bergeming. Kenapa Bella harus mengingatkan tentang Safira di saat seperti ini, membuatnya tidak enak hati saja.
"Maaf, kamu tahu kan, mama tuh rese, ya mau gak mau selama tinggal di sana aku harus selalu di rumah."
"Berarti sekarang udah bisa nginep di apartemen aku dong?"
"Hm ... bisa, tapi gak bisa sering-sering. Aku takut ketahuan papa. Masalahnya, kalo ketahuan bukan cuma aku yang dalam bahaya, kamu juga." Sean mencoba mengingatkan Bella tentang bagaimana kejamnya seorang Bagaskara.
Bella mengangguk paham. Ia mengerti, hubungan yang mereka jalani memang mengambil banyak resiko, terlebih Sean sudah menikah.
"Oh iya, gimana Safira?" Untuk pertama kalinya Bella menyebut nama itu.
"Baik ... dia gak pernah nyusahin sih."
"Bagus dong."
"Hm, tapi kamu harus tau, selain polos, ternyata Safira itu gak bisa masak," Sean tertawa saat mengingat tentang kegagalan Safira yang sedang belajar memasak. "Kamu aja yang model terkenal kayak gini masih bisa masakin aku, tapi dia—Oh iya, dia juga pernah patahin spatula mama aku," jelas Sean lagi dengan gelak tawa puas. "jujur deh, Fira itu beneran lucu banget."
Bella melihat itu dengan hati yang remuk. Entah kenapa ada rasa cemburu yang hinggap di hatinya. Sean mampu bercerita tentang perempuan lain dengan gelak tawa yang begitu puas, seolah-olah ia sangat mengagumi sosok yang sedang ia ceritakan.
itu membuat Bella takut. ap mungkin Safira akan menggeser posisinya?
Tak lama, ponsel Sean yang tergeletak di atas meja bergetar. Satu pesan masuk ke dalamnya.
Safira : kita harus bicara, saya mau kamu pulang cepat hari ini. Saya tunggu di rumah.
Sean mengernyit aneh, membuat Bella yang sedang menatap ke arahnya jadi penasaran.
"Kenapa?" tanya perempuan itu.
Sean mengangkat wajahnya, lalu tersenyum. "Ini ... pesan dari Safira."
Jantung Bella seketika berdegup kencang. Mendengar nama Safira membuatnya merasa perlu waspada, dan ketakutan itu datang lagi.
"Aneh, ada apa ya, kok dia minta aku pulang cepet."
"Jadi nanti gak bisa ke apartemen aku?" Bella menunggu jawaban Sean dengan was-was.
"Maaf ya, besok deh aku nginep di apartemen kamu."
Dan Bella kini tahu apa yang harus ia lakukan.
****
terima kasih yang sudah mau baca cerita ini, terima kasih komentar dukungannya. terima kasih poin nya juga .... i love you all ❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Christina Natalia Pulunggana
kira2 apa yg akan bela lakukan? 🤔🤔🤔
2021-06-17
0
Exselyn Jelita
truuu la laaaa....
mulai konfliknya...
seru thoor🥰🥰🥰🥰
2021-04-24
0
Hearty💕💕
percik² cemburu mulai muncul
2021-04-09
1