hollaaaaaaaa
bagaimana hari ini? senang kah atau sedih kan?
yang penting jangan lupa bahagia yaa
happy reading!
****
Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya. Sean merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya pagi ini. Pertengkaran dengan Safira kemarin membuat kepalanya sedikit pusing. Apalagi saat melihat perempuan itu menangis, ada desiran aneh pada jantungnya.
Sean masih bertanya-tanya? Apa penyebab Safira menangis? Apa hanya karena ia bentak? Ini memang bisa dibilang pertengkaran pertama mereka. Selama tiga minggu usia pernikahan keduanya, Sean tidak pernah membentak Safira, begitu pun sebaliknya, Safira gadis polos yang tidak mungkin melayangkan tatapan tajam dan kata-kata yang bernada tinggi seperti kemarin.
Walaupun ada pertengkaran, itu juga karena hal sepele, seperti memperebutkan siapa yang mencuci piring, siapa yang membawa baju-baju kotor ke laundry, atau siapa yang harus berbelanja. Hanya sebatas itu, tidak sampai membentak atau berakhir dengan pihak yang paling lemah menangis seperti kemarin.
Pagi itu tidak ada sarapan, tidak ada secangkir kopi panas yang tergeletak di atas meja makan. Rumahnya terasa sepi. Sean menyadari, setidaknya kehadiran Safira mampu membuat rumah yang tidak begitu luas itu terasa hangat.
Semalam perempuan itu mengirim pesan padanya, kalau ia tidak akan tidur di rumah sampai besok, karena harus menemani Ayah. Setelah pertengkaran mereka kemarin, Safira langsung memutuskan untuk menginap di rumah Ayah. Kegiatan menginap itu memang sudah disepakati olehnya dan juga Angga, setidaknya seminggu dua kali saling bergantian.
Sean mendengus dengan langkah malas memasuki dapur, daerah yang tidak pernah ia jangkau sama sekali. Dapur itu terlihat rapih dan bersih, bukan karena Safira tidak pernah menggunakannya. Hampir setiap malam perempuan itu memasak untuk dirinya sendiri dan juga Sean, meski belum begitu hebat, dan dengan rasa masakan yang pas-pas an, setidaknya Safira sudah berusaha mempraktekan apa yang Mama Olive ajarkan.
Secangkir kopi telah siap di tangannya. Sean mengesapnya beberapa kali. "Kok gak sama ya, kayak buatan Safira?" gumamnya sendiri.
Sudah tiga minggu ini ia terbiasa dengan kopi buatan sang istri. Sean mengakui kalau Safira selalu melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dengan baik, namun bukan dalam kebutuhan biologis, itu tidak mungkin, karena mereka kan hanya berpura-pura.
Sean lalu melihat jarum jam di tangannya, sebenarnya ia ada meeting beberapa jam lagi, tapi bertemu dengan Safira untuk membicarakan masalah mereka rasanya jauh lebih penting. Ini demi Bella, ia harus menyelesaikan semuanya agar Safira tidak perlu melarangnya lagi bertemu dengan sang kekasih.
***
Hari itu Sean berencana mengajak Safira untuk sarapan bersama, sekedar untuk menebus kesalahannya karena membuat perempuan itu menangis. Sean hanya berpikir kalau air mata itu tumpah karena ia telah membentak Safira secara berlebihan. Walau pada kenyataannya perempuan itu pun tidak tahu kenapa dirinya harus menangis di depan Sean. Air mata Safira menetes begitu saja. Dadanya bergemuruh seakan meminta cairan bening itu untuk meluncur bebas dari mata indahnya.
"Hei."
Safira mendongakan wajahnya. Menatap malas pada lelaki yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Lelaki itu tersenyum dengan bibir tertarik lebar.
Beberapa jam yang lalu Sean menghubunginya untuk mengajak sarapan bersama, tapi Safira menolak ajakan itu karena merasa masih kesal dengan Sean. Alhasil demi membujuk sang istri pura-puranya itu, Sean menyambangi kantor Safira yang berhasil ditempuh olehnya hanya dalam waktu tiga puluh menit perjalanan.
"Saya sibuk!" Safira kembali menatap berkas-berkas yang tergeletak di atas meja kerjanya.
"Sarapan dulu yuk, elo bukan robot yang bisa terus bekerja."
"Saya bukan Sean Arista yang memiliki banyak waktu luang sehingga bisa mampir ke kantor orang lain!"
Safira mencibir, sementara Sean hanya tersenyum tidak peduli. Dari dulu Sean memang tidak pernah peduli dengan omongan orang-orang, menurutnya hidup ini milik dirinya sendiri, untuk apa memikirkan perkataan orang-orang yang bahkan tidak mengerti tentangnya.
Bersama kakinya yang angkuh, Sean lebih memilih untuk berjalan menghampiri Safira yang sedang sibuk dengan tumpukan dokumen di atas meja kerjanya.
"Elo marah?" Sean duduk di kursi depan meja Safira.
Jika ditelisik lebih dalam, Safira memang sangat ketus hari ini. Bahkan saat berbicara ia tidak ingin menatap Sean.
"Gue minta maaf. Gue tahu, gue terlalu egois sampe gak mikirin keluarga lo."
Safira sedikit melunak.
"Sorry yaa," tambahnya seraya mengeluarkan sekotak coklat mahal dan meletakannya di atas tumpukan berkas-berkas yang sedang Safira kerjakan.
Mata bulatnya itu seketika berbinar. Perlahan bibirnya terangkat untuk membentuk sebuah senyuman. Coklat. ia sangat suka itu. Tidak ada satupun makanan yang dapat membuatnya berbinar selain coklat. Mudah sekali membuatnya tersenyum.
"Elo suka, kan?"
Safira mengangguk kemudian membuka kotak coklat tersebut. "Dari mana kamu tahu kalo saya suka cokelat?"
Sean menatapnya sebentar. "Semua cewek emang gitu kan? Bella kalo ngambek sama gue pasti minta cokelat."
****
ramein dong, yang baca masih dikit nihhh weheheheh
poin boleh ya buat yang punya
i lope yu, genks
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Devi
endingnya jelek bgt nyebut nama bella
2021-09-26
0
Cut Nyak Dien
hrsnya kamu sadar sean,kalau ama bella jgn bhas fira klau ama fira jgn bahas baella
2021-09-08
0
fanthaliyya
bahas Bella lg dah tau bininya cemburu 🤦
2021-08-19
0