Kita sama-sama saling sayang
—Safira—
••••
"Jadi gimana perusahaan Om sekarang?"
Angga mengelap ujung bibirnya dengan tisu. Beberapa menit yang lalu saat mereka tiba di kantin rumah sakit, Safira menceritakan kronologis kejadian yang membuat ayah harus berbaring di ranjang rumah sakit. Mau bagaimana pun mereka telah tumbuh besar bersama. Hal terkecil yang terjadi di keluarga ini Angga juga berhak untuk tahu.
"Udah lebih baik, meski gak seratus persen. Tapi Fira lagi berusaha untuk ngebuat perusahaan lebih baik lagi kayak dulu."
"Mas emang gak begitu ngerti tentang perusahaan properti, tapi kayaknya aneh banget ya, perusahaan sebesar Pradipta bisa tiba-tiba mau bekerja sama sama perusahaan om Adrian yang udah hampir bangkrut gitu? Menurut kamu aneh gak sih?"
Seketika Safira langsung berubah gelagapan, tenggorokannya terasa panas dan matanya bergerak gelisah, berlarian kesana kemari tidak ingin menatap Angga. Memang bukan hal aneh kalau perusahaan sebesar Pradipta mempunyai saham dimana-mana, tapi yang membuat heran adalah kenyataan bahwa perusahaan sebesar itu mau bekerja sama dengan perusahaan kecil yang bahkan hampir bangkrut. Apa untungnya coba?
"Fir,"
"Ya?"
"Kenapa?" Angga menatapnya heran.
"Fira?"
"Iyalah kamu." Angga mendengus. "Ada apaan, kok muka kamu jadi aneh?" Lelaki itu masih sibuk menghabiskan makanan yang berada di depannya, namun juga tidak lepas memandangi Safira.
"Mas ... emm ... gimana menurut mas kalo aku nikah?"
Baru saja mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya, Angga langsung terbatuk-batuk mengeluarkan kembali semua makanan yang akan ia telan. Bukan karena makanan itu tidak enak, tapi karena perkataan Safira yang secara tiba-tiba mengejutkannya.
Angga meneguk habis segelas air putih yang berada di sebelah tangannya. "Kamu mau nikah? Sama siapa? Cowok yang mana? Kamu gak pernah cerita sama mas kalo lagi deket sama cowok. Kenapa tiba-tiba mau nikah? Kamu gak lagi frustrasi kan?"
Rentetan pertanyaan yang Angga lepaskan tadi membuat Safira mendengus dengan bibir terlipat. "Gimana aku mau jawab kalo mas Angga nanyanya banyak kayak gitu!"
Angga mengatur napasnya, berusaha untuk meredam keterkejutan yang baru saja terjadi. Ini konyol, selama hampir lima belas tahun mengenal Safira baru kali ini gadis itu membicarakan tentang pernikahan. Apalagi yang Angga tahu, Safira termasuk tipe gadis yang jarang atau bahkan tidak pernah berkencan. Untuk dekat dengan laki-laki saja itu sesuatu yang langka. Lelaki di dalam hidup Safira cuma ada dua, yaitu ayah dan juga Angga.
"Kamu mau nikah sama siapa?" Angga bertanya singkat.
"Sean ... Sean Arista," jawab Safira pelan sembari menundukan wajahnya. Baru pertama kali ia mengucapkan nama itu di depan orang lain.
"Kamu kenal dimana? Dia cowok baik-baik kan? Udah berapa lama kalian pacaran?"
Safira menghembuskan napasnya. Angga melemparkan pertanyaan secara bertubi-tubi membuat dirinya bingung harus memulai dari mana, bingung juga harus menjawab apa. Tidak mungkin kan kalo Safira mengatakan kalau, Aku kenal Sean saat menerima tawaran kerja sama dari pak Bagaskara, dan lelaki tua itu akan berinvestasi di perusahaa ayah kalau aku mau menikah dengan anaknya. Dan Sean itu cowok yang menyebalkan, kita tidak pernah berpacaran sebelumnya.
Heuh! Safira menghela.
"Aku sebenarnya udah lama kenal Sean ... em, tapi kita baru membicarakan soal pernikahan itu kemarin ... em ... pas aku dateng ke gedung Pradipta," ujar Safira terbata.
Ia berbohong kalau tentang mengenal Sean sudah lama, tapi untuk membicarakan pernikahan, itu memang benar. Ia dan Sean baru saja membahas itu kemarin. Pernikahan dengan perjanjian.
"Tunggu deh, ini maksud kamu Sean Pradipta? Anaknya Bagaskara Pradipta?" Angga membeliak saat safira menganggukan kepalanya. "Fir, kamu serius? Dia ini kan udah punya pacar, kamu bercanda?"
Angga masih saja tidak mempercayai itu. Ini Sean! Lelaki dengan reputasi buruk. Bahkan Sean dikenal dengan lelaki penghambur uang dan kehidupan percintaannya dengan model terkenal. Angga tahu itu. Bagaimana bisa Safira memutuskan untuk menikah dengan lelaki seperti Sean?
"Tapi Sean mau nikah sama aku, mas. Dan aku juga mau nikah sama Sean."
"Kamu cinta?"
Safira menatap Angga dalam diam. Cinta? Bahkan untuk menyukai Sean saja itu sulit. Bagaimana bisa ia mencintai lelaki itu, sementara kesan pertamanya saja sudah membuatnya kesal. Mungkin dalam sebuah pernikahan memang dibutuhkan kata cinta, tapi bagi Sadira dan Sean, tidak ada yang lebih penting selain perjanjian.
"Sean cinta sama kamu?" Safira masih bergeming. "Ya ampun, Fir! Kamu gak bisa sembarangan bilang mau nikah sementara kamu sama dia aja gak saling cinta."
"Fira percaya sama Sean, mas, begitu juga sebaliknya. Sean cowok baik, buktinya dia mau bantu perusahaan ayah."
"Kamu nikah sama dia bukan karena perusahaan, kan?" tanya Angga menyelidik.
Safira seketika linglung. Kenapa Angga terlahir sangat pintar sih, sehingga ia sulit sekali untuk membohonginya. Semua yang Safira katakan seolah dapat ditebak dengan baik oleh Angga.
"Nggak, mas. Nggak sama sekali, kok. Kita memang sama-sama saling sayang dan ingin ngelanjutin hubungan ini ke jenjang lebih baik."
Sayang? Prett, Safira rasanya ingin tertawa mendengar itu.
"Mas percaya sama kamu, tapi kok mas gak percaya ya sama Sean." Angga masih terus memandangnya penuh selidik. Bahaya, tidak boleh ada yang tahu tentang perjanjian ini. "Oke, kalo gitu mas mau ketemu sama Sean."
Safira menghela, jantungnya yang berdebar kencang perlahan kembali normal. "Iya, nanti Fira bilang Sean."
***
Bagaskara tersenyum. Lelaki muda yang berada di depan meja kerjanya ini hanya menunduk dan sesekali menghembuskan napasnya kasar. Bagaskara tahu kalau anaknya ini pasti akan datang menemuinya dan mengakui kekalahannya.
"Aku mau nikah sama Safira," ujar Sean pasrah.
"Papa senang dengernya, kalo kayak gini kamu memang anak papa." Bagaskara tertawa sembari mengetuk-ngetukan tangannya di atas meja. "Tapi ... kamu udah putus kan dari cewek itu?"
Sean mengangkat wajahnya untuk menatap ke arah Bagaskara. "I—iya, seperti yang papa minta." Ia berbohong. Kalau saja papa tahu ia masih menjalin hubungan dengan Bella, mungkin lelaki itu tetap akan mencabut semua fasilitas miliknya.
"Hebat." Bagaskara kini berjalan menghampirinya. "Sekarang kamu bisa ambil kembali semua barang kamu, dan juga jabatan kamu di Pradipta." Menepuk pundak anaknya dengan bangga serta diselingi senyum kemenangan.
"Pa ... em, boleh gak aku bawa Safira ke rumah nanti malam?"
"Kamu gak perlu bertanya, selama gadis itu Safira, papa akan selalu membuka lebar pintu rumah untuknya," ujar Bagaskara dengan tawa yang menggelegar di dalam ruangannya.
Sean berdecih dalam hati. Dasar bapak-bapak tua licik! Lagian apa hebatnya Safira? Tidak seksi sama sekali!
"Safira itu gak seksi. Tapi dia cantik, kan?"
Mata Sean membelalak. What? gimana papa bisa denger?
••••
Tolong dukungannya ya, tekan like dan berikan vote dalam bentuk poin dan koin bagi yang punya. Terima kasih ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
🍁ɳιҽℓα❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
dih mending fira cantik luar dalem emng apa bagusnya bella pacarmu
2023-02-21
0
Alea Wahyudi
paling tidak Safira lebih baik dari Bella sean
2021-09-16
0
Novie Kristin
papanya sean ky dukun ya... gawat...gawat..gawat....sean kynya kmu mesti ht" deh...hhahahahha
2021-09-07
0