Sedikit pengorbanan tidak akan membuat aku sekarat.
—Safira—
••••
Sudah lima hari setelah pertemuannya dengan Bagaskara, Safira masih belum bisa menentukan jawaban apa yang ingin ia berikan kepada lelaki tua itu, sedangkan, perusahaannya pun masih di ambang kebangkrutan.
Pikiran Safira mulai terbagi menjadi dua, ia gamang atas keputusannya. Tentu menolak tawaran Bagaskara akan membuat perusahaan sang ayah terombang ambing di jurang kebangkrutan. Namun, jika Safira menerima itu, jelas saja hidupnya yang akan hancur.
Ia harus apa?
"Bu," sapa Indah begitu perempuan itu masuk ke dalam ruangannya.
Safira terhenyak dengan mata mengerjap gugup.
"Maaf, bu, saya masuk sebelum disuruh. Tadi saya sudah ketuk pintu tapi—"
"Iya, gak apa-apa, In," sela Safira cepat. "Ada apa?" tanyanya kemudian.
Indah mendekat, dan berdiri di depan meja kerja Safira. "Bu ... maaf kalo saya lancang bilang ini. Tapi,"
Safira terdiam menatap Indah yang terlihat bingung dan ketakutan. "Beberapa aset perusahaan sudah ditarik oleh bank dan beberapa karyawan meminta bonus mereka yang dijanjikan perusahaan bulan lalu."
Kepala Safira tertunduk dalam, matanya terpejam sambil memijit pelipisnya pelan. Apa tidak ada jalan lain? Apa memang ia harus menerima tawaran Bagaskara? Sesungguhnya ini sangat rumit. Semuanya memang rumit, tapi ia tidak boleh egois. Ini demi perusahaan, demi karyawannya, demi ayahnya.
Safira merenung dalam pejaman matanya. Diangkatnya wajah itu, dan menatap Indah dengan sorot mata tenang.
"Bilang sama semua karyawan, perusahaan akan membayar bonus mereka secepatnya. Mereka juga tidak perlu khawatir karena perusahaan ini akan baik-baik saja. Dan juga—"
Ucapannya terhenti, Safira menarik napas dalam untuk menahan degub jantung yang menggila itu. Entah mengapa menyetujui perjanjian yang Bagaskara tawarkan kemarin membuatnya merinding.
Apa ini benar? Apa memang sudah seperti inu jalannya?
"Pradipta Group ... perusahaan itu akan bekerja sama dengan kita, jadi katakan pada seluruh karyawan untuk tidak perlu mencemaskan apa pun." ucapnya mengakhiri.
Indah membelalak terkejut. "Beneran, Bu?"
Terlihat raut sedih di wajah Safira. Tidak apa-apa, batinnya menyemangati. Sedikit pengorbanan tidak akan membuatnya sekarat.
"Iya, saya serius. Besok saya akan mengadakan rapat dengan Bapak Bagaskara di gedung Pradipta."
***
Suasana makan malam yang terjadi di ruang makan keluarga itu terasa begitu hening. Sesekali hanya terdengar suara dentingan yang berasal dari sendok dan garpu yang saling beradu. Tidak ada pembicaraan di antara mereka, semua seolah menikamti makanan itu dalam diam. Hingga kemudian Bagaskara membuka suaranya.
"Yan, kamu udah putusin cewek itu, kan?" ujar Bagaskara.
Sean tidak menoleh, ia masih menatap piring dan juga sendok yang ia gunakan.
"Papa gak suka kalo kamu masih berhubungan sama model murahan itu!"
"Namanya Bella, pah! dan aku gak suka kalo papa manggil Bella dengan panggilan seperti itu." Sean meninggikan suaranya, membuat sang papa menggeram.
"Untuk yang satu itu mama setuju sama papa," sambar Olive, mama Sean. "Mama juga gak suka sama si Bella itu, keluarganya gak jelas. Buah jatuh pasti gak jauh dari pohonnya!"
"Stop!" teriak Sean kencang, membuat Olive berjengit kaget. Ia sedikit membanting sendok dan garpu yang ada di tangannya hingga terdengar suara bunyi nyaring. Pemuda itu beranjak berdiri. "Aku cinta sama Bella, mah, pah. Aku gak perduli bagaimana keluarganya, apapun masa lalunya! Jadi tolong, jangan sama kan Bella dengan ibunya!"
"Putusin sekarang juga perempuan itu, karena papa udah punya calon buat kamu!" sergah Bagaskara yang membuat semuanya mematung.
Detik itu juga bukan hanya Sean yang terkejut, Olive yang tidak tahu apa-apa tentang rencana Bagaskara pun sedikit kesal.
"Papa, apa-apan sih? Perempuan mana yang papa pilih buat Sean?" protes wanita tua itu.
Sean meradang, menatap sang papa dengan rahang mengetat. "Pa, tolong ngertiin aku! Aku ini masih anak papa, kan? Jadi tolong untuk gak mengatur masa depan aku!"
Jujur saja, kata-kata Bagaskara tadi bagai petir di siang bolong untuknya. Ia bukan anak kecil yang bisa diatur begitu saja. Dan calon istri? Menikah saja tidak pernah terlintas dipikirannya. "Aku gak mau nikah sama gadis mana pun selain sama Bella!" ucapnya tegas.
"Oke," sahut Bagaskara enteng. Ia bahkan meminum air putihnya dengan gerakan santai. "Kalo gitu semua fasilitas kamu akan papa tarik. Mulai dari kartu kredit, mobil, hape, dan papa juga akan mencopot jabatan kamu di perusahaan!" ancam Bagaskara.
Wanita yang duduk di sebelah Bagaskara pun ikut terkejut, melebarkan matanya. Olive tahu kalau sang suami memang sangat keras kepala, tapi ia juga tidak ingin anaknya itu jadi gelandangan kalau semua fasilitas miliknya ditarik. Bagaimana anak itu akan hidup? Jelas Olive tahu seperti apa sifat sang anak.
"Papa ngancem? Silahkan, aku gak butuh itu semua!" Sean pergi begitu saja dari ruangan itu dan membuat Olive memucat.
"Papa! ini bercanda, kan? Mama gak setuju loh kalo papa jodohin Sean," sergah Olive.
"Papa gak butuh persetujuan mama!" Bagaskara mengambil ponselnya dan tampak menghubungi seseorang. "Yudha ... cabut semua fasilitas yang Sean punya, dan hapus jabatannya di perusahaan!" perintah Bagaskara pada Yudha di seberang sana.
Lelaki tua itu pergi begitu saja meninggalkan sang istri yang masih merasa terkejut dengan apa yang didengarnya.
"Sayang ... papanya Sean. Papa udah gila, ya? Pah! Astaga, mama bisa gila kalo kayak gini!" teriaknya sembarang.
••••
Yuhuuuu, kalau tidak sengaja mampir, tolong beri dukungannya. like dan vote yahhh
maachii ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Rani Srimulyati
seruuu.... lanjuttt😄
2022-04-20
0
Hearty 💕
Tetap menarik membaca tulisannya.
Ini kedua kalinya membaca novel ini
2022-02-10
0
Sweet Girl
mamanya Sean.... ikut aja apa rencananya papanya Sean.....
biar kompak gitu.....
2021-12-25
0