Melika terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba di bibirnya.
Sungguh, untuk pertama kalinya dia merasakan yang namanya berciuman.
Dan ciuman pertamanya di ambil oleh Kevin, pria pertama sekaligus kekasihnya.
Melika menatap lekat wajah Kevin yang begitu dekat berada dalam pandangannya.
Kevin memejamkan matanya sambil terus berusaha menerobos masuk ke dalam mulut Melika.
Melika yang tak mengerti apapun, dia tak tahu harus berbuat apa.
Perlahan tapi pasti, Kevin pun berhasil menyusuri setiap sudut mulut Melika.
"Ehheumm ..."
Seseorang tiba-tiba berdiri di hadapan Melika, dan mengeluarkan suara deheman.
Melika yang menyadari kehadiran seseorang pun mencoba melepaskan diri dari Kevin, namun Kevin tak membiarkan pagutan nya dengan Melika terlepas. Dia menahan tengkuk Melika dan semakin memperdalam kegiatannya.
"Aauuww ..." Melika memekik saat bibirnya tertarik karena Kevin yang tak ingin mengakhiri kegiatan mereka, tetapi Melika justru memaksa melepaskan diri hingga pagutan mereka pun terlepas.
"Duh, bibirku, sakit." ucap Melika sambil meringis memegang bibirnya yang terasa membesar.
"Kenapa di lepas?" tanya Kevin.
"Ehheumm ..."
Lagi-lagi terdengar suara deheman, Melika pun menarik tangan Kevin dan terkejut melihat ada seorang Ibu yang berdiri di hadapannya sambil menggendong anak kecil.
"Kalian sudah dewasa, bukan? Kenapa melakukan hal semacam itu di tempat terbuka seperti ini? Bagaimana kalau ada anak kecil yang melihat kelakuan kalian?" ucap Ibu tersebut.
Dia terlihat seperti tengah menyembunyikan wajah anak kecil itu di dalam curuk lehernya, mungkin agar tak melihat apa yang tengah Kevin dan Melika lakukan.
"Maafkan Saya." ucap Kevin dengan wajah memerah.
Jujur, dia pun merasa malu.
Beruntunglah, hanya ada Ibu itu di tempat itu tersebut. Jika saja sang Papa yang berada di tempat itu, sudah pasti Kevin akan kembali mendapatkan ceramah dari sang Papa.
Tak kalah dengan Kevin, wajah Melika pun benar-benar memerah.
Dia benar-benar malu mendapatkan dirinya di pergoki oleh orang lain.
Ibu itu pun pergi dari basemant dengan bibirnya yang tak henti menggumam kan sesuatu.
Sementara Melika langsung menatap tajam ke arah Kevin.
"Maaf." ucap Kevin sambil memasang wajah bersalah.
"Maaf? Hanya itu?" tanya Melika sambil menatap Kevin dengan tajam.
Kevin hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Saya nggak sangka, anda terlihat berwibawa, dan begitu terhormat. Tapi, anda tega merebut ciuman pertama saya, yang harusnya saya berikan pada Suami saya, nantinya." ucap Melika dengan geram.
Kevin membulatkan matanya dan entah mengapa pandangannya mengarah pada bibir merah muda Melika yang memang lah menjadi bengkak setelah apa yang baru saja dia lakukan.
Dia menelan air liurnya, sepertinya dia memang terlalu kasar mencium Melika.
Dia pun kembali diam, dia tak tahu harus mengatakan apa.
Dia akui, dia memang bersalah karena tanpa permisi sudah mencium Melika, bahkan itu adalah ciuman pertama untuk Melika.
"Saya tahu, sekarang kita adalah sepasang kekasih. Tetapi bukan berarti anda berhak atas apapun yang ada pada diri saya. Apapun yang ada dalam diri saya, itu hanya akan menjadi milik suami saya." ucap Melika dengan mata memerah.
Entah mengapa, dia menjadi menyesal karena sudah mengajak Kevin untuk menjalin hubungan dengannya.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Melika pun pergi meninggalkan Kevin yang masih diam mematung dan terus memperhatikannya.
Entah apa yang ada di pikirannya, namun saat ini dia hanya ingin sendiri.
Dia tak ingin di ganggu oleh siapa pun, termasuk Kevin.
Sementara Kevin tak berani mengejar Melika, dia merasakan Melika tengah marah padanya, dan dia akan memberikan waktu untuk Melika.
Kevin pun masuk ke dalam mobilnya dan terdiam sejenak.
Dia mengusap wajah kasar dan menyenderkan tubuhnya di kursi kemudi.
"Maaf, Mel. Sebetulnya aku tahu Prischa sudah pergi dari sana sejak beberapa menit lalu. Tapi, entahlah, mungkin karena aku sudah lama tak menyentuh wanita, karena itu aku begitu menikmati apa yang terjadi, tadi." batin Kevin.
"Ini semua gara-gara Prischa, kalau saja dia nggak datang." ucap Kevin dengan kesal.
Kevin menarik napas dalam dan menghembuskan nya perlahan.
Dia pun melajukan mobilnya menuju kediaman sang Papa.
******
Sesampainya di kediaman Bramasta.
Kevin melangkahkan kakinya dengan lebar dan menuju salah satu ruangan yang berada di lantai dua.
Ruangan yang tak lain adalah kamar miliknya saat masih kecil dulu hingga SMP.
Sejak SMA, Kevin mulai hidup mandiri dan membuka usaha kecil-kecilan dari hasil tabungannya yang ia kumpulkan selama dia masih berada di bangku SMP.
Kevin memiliki bakat design yang luar biasa, karena itu, beberapa kali dia pernah mengikuti lomba design dan berhasil memenangkan setiap lomba. Hadiahnya selalu dia kumpulkan dan dia pun sempat kerja sampingan di salah satu perusahaan properti sebagai designer. Karena itulah, di saat tabungannya mulai terkumpul, Kevin memberanikan diri membuka bisnis kecil-kecilan awalnya, dan kini bisnis itu tengah berkembang pesat.
Jasanya bahkan selalu di pakai untuk sebuah proyek besar.
Selain itu, dia pun menjalani bisnis propertinya yang semuanya murni adalah hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun.
Brak.
Kevin menutup pintu kamarnya dengan keras.
Entah mengapa dia menjadi frustasi melihat Melika marah padanya.
Sementara dari kamar lain, Sang Papa melihat Kevin dengan perasaan bingung.
Entah apa yang terjadi pada Kevin, sehingga dia pun menjadi penasaran dan masuk ke dalam kamar Kevin.
Terlihat Kevin yang tengah berbaring di tempat tidur dan memejamkan matanya.
"Vin." panggil Papa.
Kevin melihat ke arah sang Papa dan mendudukkan dirinya.
"Ya, Pa." sahut Kevin.
"Dari kantor?" tanya Papa basa basi.
Dia sebetulnya mengetahui Kevin dari kantor, karena siang tadi dia sempat melihat kegiatan Kevin bersama Melika saat di ruangan Kevin melalui cctv yang dengan sengaja dia pasang tanpa sepengetahuan Kevin.
"Iya, aku malas pulang, Pa. Jadi, aku mau nginep di sini." ucap Kevin.
"Ada masalah?" tanya Papa.
"Nggak ada." ucap Kevin.
"Kamu nggak akan bisa bohongi Papa, Vin." ucap Papa.
Kevin tersenyum tipis dan menatap sang Papa.
"Ya, ya, Papa memang selalu tahu, apapun, tentang aku." ucap Kevin.
Sang Papa terkekeh dan menepuk bahu Kevin.
"Tentu saja, karena kamu anak Papa." ucap Papa.
Kevin tersenyum dan mengangguk.
"Selesaikan dengan baik-baik, dan dewasa lah dalam menghadapi masalah. Klub, bukanlah solusi yang tepat." ucap Papa Kevin.
Kevin mengerutkan dahinya dan menatap sang Papa.
Sang Papa pun tersenyum di tatap seperti itu oleh Kevin.
"Seperti yang kamu bilang, Papa selalu tahu semua tentang kamu. Ya, Papa pun tahu kamu sering pergi ke klub malam selama tiga tahun terakhir ini." ucap Papa.
"Papa mata-matain aku?" tanya Kevin sambil menatap sang Papa dengan tatapan penuh selidik.
"Ya, Papa hanya ingin tahu apa yang sebetulnya membuat kamu menjadi sering pergi ke klub malam, dan setelah sekian lama, akhirnya Papa pun mengetahui alasannya." ucap Papa.
"Apa?" tanya Kevin.
"Prischa, dia mantan kekasih kamu, bukan? Dia orang yang pernah sangat kamu cintai. Apa Papa benar?" tanya Papa.
Kevin menarik napas dalam dan menghembuskan nya perlahan.
"Papa benar." ucap Kevin.
"Tentu saja, Papa selalu benar." ucap Papa.
Kevin pun terkekeh.
"Maafkan, Papa. Saat itu, Papa pikir, kamu masih mencintai Prischa. Karena itu Papa berusaha keras mencari tahu tentang Prischa dan mencoba membawanya kembali padamu. Tapi, Papa nggak sangka, ternyata kamu adalah Pria sejati yang menatap ke depan. Awalnya Papa terkejut melihat kamu menolak perjodohan bersama Prischa, tapi, setelah Papa tahu kamu sudah memiliki kekasih, Papa pun senang. Apalagi, kekasih kamu adalah Melika. Papa yakin, Melika adalah perempuan yang baik, meski dia tak sesempurna Prischa." ucap Papa.
Kevin tersenyum dan mengangguk.
Entah lah, mungkin baginya terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa Melika adalah perempuan yang baik. Tapi seminggu mengenal Melika, Kevin memang bisa merasakan Melika adalah perempuan yang tulus dan apa adanya.
Meski dia mengakui tak ada perasaan apapun untuk Melika, atau mungkin belum ada untuk saat ini.
"Karena itu, Vin. Sudah ada yang lebih baik, kenapa tidak segera kamu halalkan?" ucap Papa.
Kevin mengerutkan dahinya.
"Maksud Papa?" tanya Kevin.
"Kenapa kamu nggak melamar Melika? Kalian sudah setahun berpacaran, bukan? Lalu, kenapa tidak segera mensahkan hubungan kalian ke jenjang pernikahan? Kalian sudah sama-sama dewasa." ucap Papa.
Kevin menarik napas dalam dan menghembuskan nya perlahan.
"Melamar? Menikah? Bagaimana mungkin? Aku bahkan baru mengenal Melika." batin Kevin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yansen
iya
2022-06-25
0
Gusty Ibunda Alwufi
semoga kevin jd benar2 bucin sm melika
2021-10-26
0
Sweet Girl
kamu belum tahu lho Vin.... kelebihan2 Melika yg lain.... selain berat badan....
benar Khan Tor.....??
2021-10-16
0