Sepulang dari sekolah, Eri mengajak Ila untuk pergi ke toko buku untuk membeli komik kesukaannya. Dengan uang jajan yang ia sisipkan, setiap bulannya Eri selalu membeli buku komik yang ia sukai. Ila yang juga hobi membaca setuju untuk ikut bersama Eri ke toko buku langganan mereka. Mereka pun berjalan kaki beberapa menit menuju toko buku tersebut karena toko itu letaknya tak jauh dari sekolahan mereka. Tiba di toko buku kedua gadis belia itu pun masuk dan memilah-milah buku yang akan mereka beli.
"la, Apa kau sudah dapat buku yang mau kau beli?" Tanya Eri.
"Sudah." Sahut Ila.
"Buku apa itu?" Tanya Eri.
"Kisi-kisi soal mata pelajaran Sains." Jawab Ila.
"Astaga! Kau selalu saja belajar." Ujar Eri pada Ila.
"Hehehehe, ilmu itu penting!" Sahut Ila tersenyum dengan senyuman manisnya.
"Iya, calon bu dokter." Kata Eri yang tau cita-cita Ila sejak kecil.
Ila hanya tersenyum getir saat Eri mengatakan dirinya calon dokter, sementara Ila sudah membuang jauh-jauh pikiranya untuk menggapai cita-cita karena perjodohannya dengan Galuh. Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar buku yang ingin mereka beli.
Setelah membayar bukunya, Ila dan Eri keluar dari toko buku itu. Namun di waktu yang bersamaan Kia dan Sandi juga sedang menuju ke toko buku tersebut. Mereka pun saling bertatapan. Ila langsung memalingkan wajahnya saat Sandi menatap dirinya.
"Ternyata ada si babu disini." Ucap Kia menatap Ila dengan tatapan merendahkan Ila.
"Hah, orang kaya selalu saja suka mencibir!" Balas Eri pada Kia.
"Hei, siapa kau? Beraninya kau membalas ucapanku!" Teriak Kia kesal pada Eri.
"Aku sahabatnya Ila, jika ada yang mengganggu Ila maka dia akan berhadapan langsung denganku!" Sahut Eri dengan lantangnya.
"Apa? Sahabat? Aku terkejut kau masih punya sahabat, Ila." Ujar Kia tersenyum sinis pada Ila.
"Apa kau juga punya sahabat? Setahuku kau tidak memiliki sahabat dekat selain pacarmu ini." Balas Ila melirik Sandi yang berdiri disamping Kia.
"Itu juga hasil merebut dari Ila." Sahut Eri yang membuat Kia semakin kesal.
Kia memang memiliki banyak teman dari kalangan orang kaya di sekolahnya, namun saat Kia sedang bersedih ataupun menghadapi masalah, tidak ada satupun dari teman-temannya yang mau menemaninya. Karena itulah Ila mengatakan kalau Kia tak memiliki sahabat dekat selain Sandi yang menjadi kekasihnya untuk saat ini.
"Awas saja kau Ila. Aku akan mengadukan hal ini pada mama!" Kata Kia.
"Pergi dan mengadu saja sana! Aku juga sudah kebal dimarahi olehnya." Sahut Ila.
"Sayang, ayo kita masuk saja ke dalam. Kenapa kau mau bersitegang dengan mereka?" Kata Sandi menarik tangan Kia.
"Baiklah, sayang." Sahut Kia tersenyum licik sambil melirik Ila.
Sandi dan Kia pun masuk kedalam toko buku itu, sedangkan Ila dan Eri menyebrang jalan menuju halte untuk menaiki kendaraan umum. Sambil menunggu di halte, Eri menatap raut wajah Ila yang tampak sedih saat itu.
"Ila, apa kau masih sedih dengan perubahan sikap Sandi padamu?" Tanya Eri.
"Bukan! Bukan karena itu." Jawab Ila.
"Lantas karena apa?" Tanya Eri.
"Hah, sudahlah! Nanti kau juga akan tau." Sahut Ila menghela nafas dengan berat.
Tak ingin membuat sahabatnya terus bersedih, Eri berniat mengajak Ila untuk makan di salah satu cafe yang terkenal dengan makanannya yang enak.
"la, aku traktir makan di cafe yuk!" Ajak Eri.
"Memangnya kau ada uang untuk mentraktirku?" Tanya Ila.
"Ayo ikutlah dengaku!" Kata Eri menarik lengan Ila untuk masuk kedalam angkutan umum yang baru saja tiba.
Ila dan Eri pun duduk berdampingan di dalam angkutan umum itu. Mereka mendengarkan musik dengan satu headset yang sama. Tak lama perjalanan tibalah mereka di salah satu jalan yang terlihat sangat sibuk.
Diseberang jalan itu ada sebuah cafe yang menyajikan makanan serba pedas. Ila dan Eri yang doyan makan pedas langsung mengeluarkan air liur mereka saat menatap menu makanan yang akan mereka pesan.
"Pesan apa?" Tanya Eri pada Ila.
"Bakso mercon!" Sahut Ila antusias.
"Wah, aku juga! Seru Eri bersemangat.
Tak menunggu lama makanan yang mereka pesan pun datang. Ila dan Eri siap dengan sendok dan garpu untuk segera melahap bakso yang di dominasi dengan warna merah dari bubuk cabai yang pedas.
Menyantap makanan pedas itu membuat Ila dan Eri berkeringat dengan bibir yang memerah, namun mereka tetap saja menyantapnya dengan lahap.
A few moment later.
"Wah, pedas banget!" Seru Ila selesai menyantap bakso mercon itu.
Eri bersendawa dengan suara yang nyaring.
"aaarrgggg.., Alhamdulillah!" Ucap Eri setelah bersendawa.
Ila tertawa melihat Eri yang bersendawa dengan nyaring dan Eri pun ikut tertawa. Ila dan Eri memesan minuman lagi untuk menghilangkan rasa pedas di mulur mereka. Dengan minuman dingin yang di dalamnya terdapat es batu, Ila pun menghilangkan rasa panas yang ada di mulutnya.
Masih dengan mulut jontor dan memerah, Ila dan Eri keluar dari cafe itu dan berjalan di emperan toko-toko.
Mereka akan menuju ke halte untuk menaiki angkutan umum dan pulang kerumah. Saat melintasi sebuah butik pakaian, Eri melihat ada sebuah gaun indah terpajang di dalamnya. Seketika Eri berhenti dan menempelkan wajahnya pada dinding kaca toko tersebut untuk melihat gaun indah itu.
"Bagus banget gaunnya!" Seru Eri yang tau gaun-gaun mahal dan bermerk.
"Kalau kau suka ya beli saja." Sahut Ila.
"Hah, apalah dayaku yang memiliki orang tua yang sudah bangkrut." Kata Eri.
"Hei, bersyukurlah kau masih memiliki orang tua yang sayang padamu, tidak sepertiku punya mama tapi bagaikan tak memilikinya." Sahut Ila.
"Ayolah, jangan sedih terus." Kata Eri pada Ila.
"Iya, aku tidak sedih lagi." Sahut Ila merubah wajah sedihnya menjadi tersenyum pada Eri.
Tak lama kemudian, Ila dan Eri mendengar suara kegaduhan dari dalam butik tersebut. Lalu keluarlah seorang wanita yang sedang bersitegang dengan seorang pria dari butik itu. Ila melihat pria yang menarik tangan wanita cantik dan sexy yang baru saja keluar.
"Itu kan, Galuh." Gumam Ila dalam hatinya melihat Galuh sedang bertengkar dengan Ana.
Ila dan Eri melihat dan tak sengaja mendengar percakapan antara Galuh dan Ana.
"Ana, dengarkan aku dulu! Aku minta maaf soal yang semalam." Ucap Galuh.
"Kalau kau ingin maaf dariku, maka penuhi apa yang aku minta darimu." Sahut Ana.
"aku tidak bisa meninggalkan kedua orang tuaku begitu saja. Aku sudah menjelaskan padamu semalam." Kata Galuh.
"Berarti kau tidak benar-benar mencintai aku, Galuh!" Ujar Ana.
Ana melepaskan tangannya dari cengkraman Galuh dan masuk kedalam mobilnya. Ana pun melajukan mobilnya dengan sangat kencang meninggalkan Galuh yang masih berdecak kesal di depan butik tersebut.
"Jadi itu kekasihnya." Gumam Ila dalam hatinya melihat Galuh dan Ana bertengkar.
Galuh yang masih berdecak kesal karena di tinggal pergi Ana, menoleh kearah dua gadis yang sejak tadi melihatnya bertengkar dengan Ana. Galuh kaget saat melihat Ila yang sudah sedari tadi di dekatnya.
Ila memalingkan wajahnya saat Galuh menatap dirinya. Ila menarik lengan Eri untuk pergi menjauh dari Galuh, namun Galuh bergerak cepat menahan Ila agar tak pergi menjauh darinya.
"Kau melihat semuanya, Ila?" Tanya Galuh dengan tatapan yang tajam.
"I..iya, kak." Sahut Ila ketakutan.
"Wanita yang tadi itu adalah kekasihku, jadi aku harap kau menolah perjodohan antara kita berdua." Kata Galuh lagi.
"Iya, aku juga menginginkan hal itu." Sahut Ila.
"Apa?" Tanya Galuh kaget mendengar ucapan Ila.
"Sebenarnya aku juga tak ingin menikah dengan kakak, tapi aku gak berani bilang pada tante Hana." Jawab Ila.
Galuh menjadi semakin kesal mendengar jawaban Ila.
"Sial! Beraninya gadis kecil ini menolakku." Ucap Galuh tidak terima dirinya di tolak oleh Ila.
"Jadi maksudmu kau menolak pria sepertiku, hah?" Teriak Galuh kesal pada Ila.
"I..iya." Sahut Ila dengan polosnya.
Eri melirik tangan Galuh yang mencengkram kuat lengan Ila. Dengan segera ia berusaha agar tangan Galuh melepaskan lengan Ila.
"Hei, pria aneh! Lepaskan sahabatku, kau menyakitinya!" Teriak Eri pada Galuh.
Galuh melepaskan lengan Ila dan pergi dengan melajukan mobil mewah yang ia miliki. Ila menghela nafas lega saat Galuh pergi menjauh darinya.
Saat di perjalanan pulang, Ila akhirnya Ila menceritakan semua hal yang sedang ia hadapi kepada sahabat baiknya yaitu Eri. Eri sangat paham kemelut apa yang sedang Ila hadapi saat ini. Dengan rasa iba, Eri memeluk tubuh sahabatnya yang sedang meneteskan air mata di hadapannya.
"Sabar ya Ila! Aku tau ini pasti sangat berat untuk kau lalui, namun aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, Ila. Aku tidak bisa menjadi sahabat yang baik untukmu." Ucap Eri ikut bersedih.
"Tidak! kau jangan menyalahkan dirimu, Eri! Aku yakin aku pasti bisa melewati semuanya walaupun dengan rasa yang pahit." Sahut Ila.
Kedua sahabat itu pun berpelukan untuk saling menenangkan diri. Ila yang sudah kembali kerumahnya, langsung di hadang oleh Kia yang masih tak terima atas sikap Ila padanya saat di toko buku tadi. Dengan wajah yang kesal, Kia menatap Ila yang baru saja masuk kedalam rumah.
"Ma, si babu sudah pulang!" Teriak Kia memanggil Yurika.
Yurika pun datang menghampiri Kia dan Ila.
"Ada apa, Kia? Kenapa berteriak di dalam rumah?" Tanya Yurika.
"Ma, tadi si Ila mempermalukan aku di hadapan Sandi. Dia bilang aku tidak punya sahabat selain Sandi." Kata Kia mengadu kepada Yurika.
"Apa itu benar, Ila?" Tanya Yurika menatap Ila.
"Kia yang terlebih dahulu menghinaku. Aku hanya membalasnya saja." Sahut Ila.
"Dia bohong ma! Dia memfitnahku." Sahut Kia memutar balikkan fakta.
"Sudah cukup Kia! Pergi masuk kedalam kamarmu, sana." Perintah Yurika pada Kia
Sambil berdecak kesal Kia pun melangkah masuk kedalam kamarnya. Kini hanya ada Yurika dan Ila diruangan itu.
"Darimana saja kau sore begini baru pulang?" Tanya Yurika dengan nada dinginnya pada Ila.
"Pergi main dengan teman." Sahut Ila dengan wajah tertunduk.
"Apa? Main kau bilang? Kau pikir aku membiayaimu hanya untuk kau bersenang-senang dan bermain dengan teman-temanmu, hah?" Teriak Yurika kesal pada Ila.
Ila gemetar saat Yurika berteriak padanya. Tanpa terasa air mata sudah mengalir keluar begitu derasnya.
"Maaf." ucap Ila dalam isak tangisnya.
Dengan kesal Yurika berpaling dan meninggalkan Ila yang masih menangis di sana. Yurika masuk kedalam kamarnya seraya membanting pintuk dengan keras membuat Ila terkejut mendengar suara bantingan pintu itu.
Ila menyeka air matanya dan melangkah masuk kedalam kamarnya. Ia melemparkan tas dan sepatunya begitu saja dan terduduk di lantai terus menangis.
"Benar-benar tidak adil! Saat Kia sering melakukan kesalahan, dia hanya diam dan terus menyayanginya, sementara jika kau melakukan kesalahan dia langsung berteriak dan membentakku." Ucap Ila dalam isak tangisnya.
Puas menangis Ila pergi untuk mandi, namun saat seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam Ila tak mau membuka pintu kamarnya. Ila seakan tak merasakan lapar malam itu setelah ia di marahi oleh Yurika.
Ila berbaring di atas ranjangnya, dan perlahan-lahan menutup kedua matanya untuk terlelap.
Waktu tengah malam Ila tampak gelisah dalam tidurnya. Keringat membasahi keningnya dan kelopak matanya bergerak-gerak dalam terpejam. Ia sedang bermimpi buruk malam itu. Dalam mimipinya ia di kejar ular besar yang sangat ganas. Dalam mimpinya Ila berlari ketakutan saat ular yang besar itu mengejarnya. Seketika Ila terbangun dari tidurnya. Peluh keringat membasahi tubuhnya.
"Mimpi di kejar ular yang besar." Gumam Ila dengan nafas terengah-engah.
Keesokan paginya, Ila berangkat ke sekolah seperti biasanya. Setibanya di sekolah, Eri menyapa Ila yang baru saja masuk kedalam kelas.
"la, nyontek dong." Pinta Eri.
"Iya." Ucap Ila memberikan buku PR pada Eri.
Eri pun menyalin semua soal beserta jawaban yang ada di buku Ila. Sesekali Eri melirik Ila yang bengong di pagi hari itu.
"Kenapa La?" Tanya Eri.
"Semalam aku mimpi di kejar ular yang besar banget." Sahut Ila.
"Wah, yang benar nih!" Seru Eri.
"Iya! Dalam mimpi itu aku lari dengan kencang, namun ular itu masih terus saja mengejarku dan saat aku mengusirnya untuk pergi, ular itu bicara dia bilang KAU MILIKKU ILA, gitu katanya." Sambung Ila.
Eri menghentikan aktifitasnya menyalin PR.
"la, menurut cerita yang pernah aku dengar dari orang tua terdahulu, kalau seorang gadis mimpi di kejar-kejar ular, berarti ada pria yang menyukainya dan ingin melamarnya." Kata Eri yang percaya terhadap mitos.
"Di zaman yang serba canggih ini kau masih percaya mitos, ri?" Tanya Ila.
"Hei, biarpun ini zaman canggih tetap saja hal-hal gaib berlaku di dunia ini." Sahut Eri.
"Terserah kau." Ujar Ila.
Sambil tersenyum lebar Eri menyambung kegiatannya untuk mencontek PR dari Ila yang memang siswi pintar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Betty Aryani
bisa aja tuh ila bibit radil suamix yurika
2020-09-20
4
Paini Suhary
banjir air mata thoor
2020-09-03
3
Winda Nda
iya emang bener tuh
2020-08-26
2