Beberapa bulan mengecam pendidikan di sekolah elit, Ila tak pernah mendengar kabar dari sahabatnya lagi yaitu Sandi. Jangankan datang berkunjung, Sandi juga tak pernah mengirimkan kabar melalui ponsel seperti sebelumnya.
Ila yang sedang duduk di pinggir kolam ikan, mendengar percakapan Kia dengan temannya dari ponsel.
Saat itu Kia sangat ceria berbincang di ponselnya.
Ila sebenarnya tak terlalu perduli dengan apa yang sedang Kia lakukan, namun saat Ila mendengar Kia mengucapkan nama Sandi, Ila langsung kaget.
"Sandi, apa aku tak salah dengar?" Ucap Ila dalam hatinya.
Kia terus meletakkan ponselnya di telinga sambil berjalan keluar balkon kamar. Suara Kia semakin jelas terdengar saat mengobrol dari ponselnya. Kia melihat Ila yang sedang duduk di pinggir kolam ikan. Senyuman licik tersungging di bibirnya. Kia menyalakan speaker di ponsel yang ia pegang.
"Sandi, aku ingin mengundangmu makan malam dirumahku, apa kau akan datang?" Kata Kia melalui ponselnya.
"Baiklah, tentu saja aku akan datang jika kau mengundangku." Jawab Sandi.
"Itu memang persis suara Sandi." Batin Ila.
"Baiklah, aku tunggu ya entar malam." Kata Kia sebelum menutup teleponnya.
Lalu Kia melihat kearah Ila yang masih duduk di pinggir kolam ikan itu.
"Hei babu! Sedang merenungi nasib ya? Hahahaha, sangat menyedihkan, bahkan sahabat saja kau tidak punya." kata Kia mengolok-olok Ila.
Ila yang tak ingin bertengkar dengan Kia, tak mau menanggapi bahkan menoleh kearah Kia pun ia tak mau.
Ila bangkit dan pergi masuk kedalam rumah untuk menghindari Kia.
Malam harinya Ila melihat makanan yang mewah di atas meja dapur, ia tau makanan itu bukan untuk dirinya ataupun pelayan disana.
Ila mengambil sebilah pisau dan membantu pelayan lainnya yang sedang menyiapkan makan malam.
"Apa kita akan kedatangan tamu?" Tanya Ila pada pelayan disitu.
"Kata nyonya Yurika, temannya nona Kia mau makan malam disini." Jawab pelayan.
"Oh." Sahut Ila.
Ila membantu para pelayan yang menyiapkan makan malam di dapur. Selang beberapa menit makanan sudah terhidang di meja dan para pelayan membawa makanan mewah itu ke ruang makan.
Ila yang tak berselera makan malam itu, kembali ke kamarnya untuk pergi belajar, namun saat ia akan hendak masuk kedalam kamarnya, ia melihat Kia yang menggandeng tangan Sandi menuju keruang makan.
Sandi melihat ada Ila disana, namun ia hanya melirik sebentar tanpa mau menyapa Ila.
Ila paham pada apa yang menjadi perubahan sikap Sandi padanya selama ini.
Ila hanya tersenyum getir dan masuk kedalam kamarnya.
"Ternyata Eri benar, mereka semua munafik.!" Gumam Ila.
Ila menghela nafas panjang dan mengambil sebuah buku yang akan di pelajarinya. Tak lama rasa kantuk pun menghampirinya, ia merebahkan tubuhnya ke atas ranjang yang mulai usang dan terlelap dalam tidurnya.
Keesokan paginya, Ila sedang menunggu angkutan umum yang akan membawanya kesekolah. Saat yang bersamaan Sandi melintas di depan Ila dengan mobil mewah. Mobil itu berhenti tepat di depan Ila, Ila merasa bingung saat itu. Kemudian terlihatlah Sandi yang membuka kaca mobilnya itu. Ila tersenyum pada Sandi, namun Sandi tak mau membalasnya.
"Ila, mulai saat ini kau bukan temanku lagi, jadi jangan menyapaku jika bertemu denganku." Kata Sandi yang membuat hati Ila terluka.
Ila tak mau menyahut perkataan Sandi padanya, ia bergegas pergi menjauh dari mobil yang di naiki oleh Sandi saat itu. Sandi menutup kembali kaca mobilnya dan pergi begitu saja. Masih terlihat jelas dari kaca spion mobilnya, Ila tak mau melihat mobil yang di naiki oleh Sandi.
"Maaf Ila, posisi kita tidak sama lagi sekarang." Gumam Sandi masih menatap Ila dari kaca spion mobilnya.
Saat ini Sandi melupakan janjinya saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar bersama Ila.
Dulu Sandi yang begitu suka bermain bersama Ila pernah mengatakan kalau dia sudah dewasa dan mapan akan menikahi Ila dan menyayangi Ila dengan sepenuh hatinya.
Status sosial yang Sandi miliki membuatnya berubah drastis terhadap Ila.
Kini sahabat Ila hanya ada Eri yang masih setia berteman dengan Ila. Mereka sering pergi ke toko buku bersama dan bahkan belajar bersama.
Beberapa bulan kemudian, Ila sedang menyiapkan dirinya untuk menghadapi ujian kenaikan kelas di sekolahnya.
Ia belajar semakin giat di sekolah maupun dirumah. Ila yang sibuk belajar di dalam kamarnya, jarang terlihat oleh Yurika.
"Aku sudah lama tidak melihat anak itu, kemana dia? apa dia sakit?" Batin Yurika.
Yurika turun dari tangga dan menuju kearah dapur yang berdekatan dengan kamar Ila yang sempit itu. Ila selalu membuka sedikit pintu kamarnya agar ia tak merasakan kepanasan saat berada di dalam. Yurika mengendap-endap dan mengintip kedalam kamar Ila. Garisan bibir Yurika melebar naik saat melihat Ila sedang tekun belajar di dalam kamarnya. Tak lama pundak Yurika di tepuk dari belakang oleh Kia.
"Ma, mama sedang apa di depan kamar si babu?" Tanya Kia pada Yurika.
Yurika menarik tangan Kia untuk menjauh dari kamar Ila.
"Kia, apa kau bisa berbicara yang baik untuk orang lain? Aku tak pernah mengajarimu berbicara seperti itu." Kata Yurika kesal saat Kia menjuluki Ila babu.
"Mama kenapa jadi belain si Ila sih? Dia bukan siapa-siapa disini." Ujar Kia balik kesal pada Yurika.
"Tutup mulutmu, Kia.!" Teriak Yurika pada Kia.
"Mama menyebalkan.!" Sahut Kia lalu pergi berlari masuk ke dalam kamarnya.
Yurika terus memanggil Kia, namun Kia tak memperdulikannya. Yurika memijat kepalanya melihat sikap Kia yang tidak sopan dengan dirinya dan juga orang lain.
"Aku selalu memanjakannya sehingga ia bersikap seperti ini sekarang." Ucap Yurika.
Ila sedang ujian akhir semester saat ini, ia sudah banyak mempersiapkan segalanya sebelum ujian. Dengan penuh semangat Ila mampu menjawab soal-soal ujian dengan mudahnya. Begitu pula dengan Eri yang telah berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang bagus pada ujian akhir semester.
"Tampaknya kau sangat bahagia setelah ujian." Kata Eri pada Ila.
"Dan kau terlihat sangat stress." Sahut Ila.
"Menurutku soal-soal ujian itu sangat susah." Ujar Eri.
"Bagiku sih enggak." Sahut Ila lagi.
"Iya lah, kau kan memang siswi berprestasi." Kata Eri.
"Aku dengar ada film baru di bioskop, gimana kalau kita nonton bareng?' Ajak Eri.
"Baiklah." Sahut Ila.
Setelah selesai ujian dan tepat di malam minggu, Ila dan Eri pergi menonton film di bioskop. Dengan tampilan yang sederhana, Ila dan Eri mengantri untuk membeli tiket film yang akan mereka tonton. Setelah mendapatkan tiketnya, mereka pergi membeli popcorn dan juga minuman. Saat sedang membeli popcorn itu, tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menerobos mereka untuk membeli popcorn.
"Hei, budayakan antri!" Ucap Eri pada pria itu.
Pria itu berbalik dan menatap tajam pada Eri.
"Apa kau tidak senang aku menerobosmu?" Tanya pria itu dengan nada datarnya.
"Tentu saja! Dasar aneh." Sahut Eri kesal.
"Kalau kau tidak senang, pergi saja dari sini!" Teriak pria itu pada Eri.
Ila masih menatap pria yang sedikit familiar di pikiranya. lalu pria itu melirik Ila.
"Hei, bawa temanmu ini pergi dari hadapanku, mengganggu saja!" Perintah pria itu pada Ila.
Ila hanya diam menatap pria itu.
"Hei, kau yang pergi! Kau yang menerobos kenapa kami yang harus pergi." Ujar Eri tak mau kalah dengan pria itu.
Pria dingin itu kesal dan mendorong tubuh Eri dengan kasar. Ila marah saat sahabatnya di dorong oleh pria yang memang bersalah itu.
"Hei, santai dong! Beraninya cuma sama wanita saja." Ujar Ila pada pria itu.
Terjadilah percekcokan diantara kedua gadis dan pria dewasa itu. Ila melihat jam di tangannya dan kemudian menarik tangan Eri yang masih berdebat dengan pria itu.
"Eri, ayo kita pergi, filmnya akan segera dimulai." Ajak Ila pada Eri.
Ila dan Eri pun masuk kedalam room bioskop untuk menonton film, sedangkan pria itu masih kesal dengan mereka.
Padahal jelas-jelas pria itu yang salah, tapi ia masih bersikeras kesal pada Ila dan Eri. Saat menonton film, Ila kembali mengingat wajah pria yang tadi.
"Aku seperti pernah melihatnya, tapi dimana ya?" Batin Ila.
Usai menonton film yang bergenre romantis itu, Ila dan Eri keluar dari ruangan bioskop. Mereka berencana untuk membeli minuman karena kemarau melanda tenggorokannya. Saat akan berjalan menuju salah satu cafe, tangan Ila di tarik oleh pria yang tadi sempat bersitegang dengan mereka di tempat penjual popcorn. Ila menatap mata pria itu.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya pria itu dengan tatapan sinis pada Ila.
Ila hanya diam tak menjawab pertanyaan pria itu.
"Kenapa kau diam saja? Jawab pertanyaanku!" Bentak pria itu.
"Hei, pria busuk, lepaskan sahabatku!" Teriak Eri.
"Kau diam!" Bentak pria itu pada Eri.
Pria itu kembali menatap Ila.
"Wajahmu sangat familiar di mataku. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya pria itu lagi.
"Aku tak tau." Jawab Ila.
Ila terus menatap pria yang masih menggenggam lengannya. Ia berpikir dan mengingat wajah pria itu dengan seksama. Kemudian terlintas di benak Ila, tentang kejadian beberapa tahun silam saat ia hampir tertabrak mobil di jalan sewaktu masih SD.
"Apakah kau yang membawa mobil dan hampir menabrakku dulu?" Tanya Ila.
Pria itu mengernyitkan dahinya, terlihat jelas ia mengingat kejadian yang terjadi beberapa tahun silam. Pria itu melepaskan tangannya dari lengan Ila dengan kasar.
"Jadi anak kecil itu kau!" Kata pria itu.
"Pantas saja wajahmu tidak begitu asing di mataku, ternyata kita memang pernah bertemu." Sambung pria itu.
Lalu Eri menghadang pria itu dan mendorongnya agar menjauh dari Ila.
"Sudah bicaranya! Sekarang kami mau pergi, jangan ganggu temanku lagi." Ujar Eri dengan suara lantang pada pria itu.
"Pergi sana! Aku cuma penasaran saja karena wajah temanmu tak asing bagiku, ternyata kejadian yang tidak penting di masa lalu." Sahut pria itu.
Eri menarik tangan Ila dan pergi menjauh dari pria yang menyebalkan itu. Eri sangat kesal dengan sikap pria aneh nan menyebalkan itu pada mereka berdua. Sambil terus berdengus kesal, Eri membawa Ila pergi ke tempat tujuan mereka menghabiskan waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Semoga Yurika mendapatkan KARMA dari sikapnya le anak kandungnya..
2023-03-10
0
Selvi Ayu Wulandari
semoga jodohx ila
2020-09-24
1
Athaya Winangun
tuan muda yg jadi jodoh ila..
2020-08-22
2