In Repair
Transgenik adalah proses pemindahan gen dari suatu organisme ke organisme lain sehingga organisme tersebut memiliki sifat dan ciri-ciri baru yang dapat diteruskan secara turun temurun.
Transgenik biasanya dilakukan hanya pada tumbuhan, pada awalnya. Tapi kemudian mulai berkembang pada hewan dan akhirnya dilakukan pada manusia dengan cara memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan dalam genom.
Dan praktek percobaan terselubung ini dinamai TMP—Time Machine Progress.
Tak ada yang tahu kenapa mereka menamainya seperti itu. Tapi sebagian besar percobaan mereka gagal dan menyebabkan banyak organisme mengalami cacat mutasi.
Aku harus keluar dari sini! pikir Valentin. Harus!
Masuk internat—sekolah berasrama—bukanlah ide Valentine untuk bersenang-senang. Itu sama sekali bukan idenya, malah!
Jadi, ide siapa dong?
Tentu saja ide ibunya!
Ia tahu ketika brosur Sekolah Super itu tiba di kotak posnya, ia sudah terkena kutuk. Slogan di sampulnya berbunyi: Sekolah Super Menanamkan Potensi Super!
Super adalah kata favorit ibunya. Sayangnya, anaknya hanya satu-satunya: Valentine Morgenstein.
Dan dia jauh dari potensi super.
Well—yeah! Dia membereskan tempat tidurnya sih, tapi itu kadang-kadang. Dia juga mandi, itu juga kadang-kadang. Mengerjakan PR-nya... kadang-kadang.
Membuat senang ibunya—tidak pernah.
Dan sebelum Valentine menyadari apa yang terjadi, ibunya sudah mendaftarkannya untuk tinggal di sana selama dua minggu.
Ia mencoba meyakinkan ibunya saat dalam perjalanan menuju stasiun kereta api. Dia berjanji mengurangi nonton TV dan bermain video game. Ia berjanji tak akan mengganggu anjing mereka lagi, bahkan bersumpah tak akan memakan tiga cokelat Snikers lagi untuk makan siang.
Tapi tidak berguna!
Ibunya tetap saja mendorongnya naik ke kereta dan berpesan agar ia mencari mobil van sekolah saat turun di Stasiun Last Morgan.
Valentine menemukan tempat duduk di sisi lorong, di depan seorang gadis berusia kira-kira delapan belas atau sembilan belas tahun—dua atau tiga tahun lebih muda dari dirinya—yang tampangnya sama tak bahagianya seperti Valentine. Gadis itu membaca sesuatu yang tampak familier di mata Valentin.
Hmmm, rupanya brosur Sekolah Super!
“Bagaimana menurutmu tempat itu?” tanya Valentine sambil menunjuk brosur di tangan gadis itu dengan dagunya.
“Menurutku tempat itu aneh,” gerutu gadis itu. Diremasnya brosur itu hingga membentuk gumpalan, kemudian mencampakkannya ke lantai kereta. “Sekolah Super! Hah!” Dengusnya. “Bagaimana kalau sekolah yang khusus mendidik orang tua super?”
“Kalau begitu akan kukirim ibuku ke sana!” timpal Valentine setuju. Kemudian memperkenalkan dirinya. “Namaku Morgenstein. Valentine Morgenstein. Ibuku mengirimku ke Sekolah Super juga!”
“Aku Imo Glass,” gadis itu balas memperkenalkan dirinya. Seulas senyuman samar tersungging di sudut bibirnya. “Coba katakan, kenapa ibumu mengirimmu ke sana? Apa yang telah kau lakukan?”
“Kurasa… lebih karena apa yang tidak kulakukan,” jawab Valentine setengah mengerang.
Lalu keduanya tertawa.
Selanjutnya mereka terus berbincang-bincang, berkeluh-kesah tentang orang tua mereka sampai petugas mengumumkan, “Stasiun Last Morgan!”
Imo mengangkat ranselnya dan mengikuti Valentine ke pintu. “Pasrah sajalah,” katanya sambil mendesah.
Tak sampai lima menit, mereka sudah menemukan mobil van sekolah.
Sekitar setengah jam kemudian, van itu memasuki gerbang besi tinggi sekolah dan diparkir di dekat antrean remaja yang berdiri di belakang tulisan berbunyi: LULUSAN SUPER.
Anak-anak ini aneh, pikir Valentine.
Antrean mereka selurus penggaris. Setiap anak mengenakan seragam taktis berwarna hitam seperti pasukan militer khusus dengan bet nama: PARAVISI.
Semuanya berdiri tegap dengan pandangan lurus ke depan. Semuanya berdiri diam tanpa ekspresi, menantikan orang tua masing-masing menjemput mereka.
Anak seperti mereka itukah yang diinginkan ibuku? Valentine membatin getir.
Driver mobil sekolah membuka pintu van. Seorang pria lain sudah berdiri di dekatnya. “Aku Direktur Sekolah Super,” pria itu memberitahu. “Berbarislah menurut tinggi badan!” Ia menginstruksikan. “Yang paling tinggi di belakang. Paling pendek di depan. Tinggalkan tas kalian di van. Kalian takkan membutuhkannya di sini.”
Valentine bertukar pandang dengan Imo Glass.
Direktur sekolah itu menunjuk anak paling depan. “Kau Nomor 13,” katanya. Kemudian menomori semua anak satu per satu. Tapi urutannya tak beraturan.
Valentine mendapat nomor 777.
Imo Glass nomor 888.
Aneh sekali! pikir Valentine. Berdasarkan apa mereka memberi nomor?
“Ingatlah nomor kalian masing-masing. Instruktur kalian akan memanggil kalian dengan nomor-nomor tadi,” direktur sekolah itu menerangkan. “Begitu juga dengan kalian, akan saling memanggil dengan nomor. Dan kalian akan memanggilku dan guru-guru kalian dengan sebutan Guardian.”
Imo Glass benar! Valentine membatin getir. Tempat ini aneh. Bagaimana aku bisa tahan berada di sini selama dua minggu? Mereka semua sinting!
Valentine kembali melirik barisan LULUSAN SUPER itu melalui ekor matanya.
Apakah salah satu dari Paravisi itu seperti aku waktu pertama kali tiba di sini?
Apa yang telah dilakukan para guardian pada mereka?
Apa yang akan mereka lakukan padaku?
Valentine bertanya-tanya dalam hatinya. Dan seketika punggungnya terasa menggigil.
Empat guardian menunggu mereka—para calon pelajar super—di balik pintu. Salah satu dari mereka menepuk bahu Valentine. “You! Follow me!” instruksinya dengan suara dingin tanpa ekspresi, kemudian membimbingnya melewati koridor dan naik ke lantai atas.
Valentine menangkap bayangan Imo Glass memasuki sebuah ruangan di lantai satu.
“See you!” Valentine meneriakinya.
“Tak boleh bicara!” Guardian itu menghardik Valentine. Di puncak tangga ia berbelok ke kiri. Sebuah pintu yang tengah terbuka langsung ditutup dan dikunci ketika para calon pelajar itu berjalan melewatinya.
Begitu rahasia? Pikir Valentine. Kenapa mereka bersembunyi? Kenapa semua pintu tertutup? Kenapa mereka tidak memperbolehkan kami bicara satu sama lain?
Guardian itu mengantar Valentine ke kamar terakhir di ujung koridor. “Kenakan pakaian di lemari, makan hidangan di nampan, dan tunggu di sini sampai kau dipanggil,” tuturnya menginstruksikan. Kemudian menutup pintu.
Valentine memeriksanya… terkunci, tentu saja.
Keesokan paginya, semua anak digiring keluar dari kamarnya masing-masing, lengkap dengan seragam taktis yang sama berwarna hitam. Seperti security, pikir Valentine.
Apakah ini sekolah khusus pengawal?
Pada sesi pelatihan pertama, Valentine bertemu lagi dengan Imo Glass.
“Hai!” Sapanya dengan berbisik.
“Dilarang bicara!” Guardian yang memimpin kelas mereka memperingatkan. “Kalian harus menjawab setiap pertanyaan di buku tugas di atas meja masing-masing,” instruksinya kemudian.
Yang benar saja? Erang Valentine dalam hatinya. Buku itu tebalnya lebih dari seratus halaman. Mereka tidak berharap kami menjawab semua pertanyaan ini, kan?
Valentine membuka buku tugas itu dan terperangah.
Pertanyaan-pertanyaannya aneh: “Bagaimana kau memanggil orang tuamu?”
“Apa makanan kesukaanmu?”
“Kostum apa yang kau kenakan pada Halloween lima tahun terakhir?”
Untuk apa para guardian itu ingin tahu semua ini? Pikir Valentine, merasa sedikit jengkel. Mereka sudah tahu terlalu banyak!
Mungkin aku bisa membuat mereka sedikit bingung!
Sebuah gagasan tiba-tiba melintas begitu saja di benak Valentine. “Aku memanggil ayahku Mendiang dan memanggil ibuku Ketua,” tulisnya, kemudian menepuk bahu Imo Glass dan mengangkat buku tugasnya supaya gadis itu bisa membaca jawabannya.
Imo Glass mendesis tertawa.
Lalu sebuah tangan yang kuat mencengkram pundak Valentine. Keras sekali. “Nomor Triple Tujuh, kau mengganggu yang lain. Mulai sekarang kau akan ditempatkan di Kelas Pelatihan Khusus!”
Guardian itu kemudian menyeret Valentine keluar dari ruangan itu dan menggiringnya ke ruangan lain.
Tidak ada meja tulis di ruangan barunya, hanya ada deretan kapsul—sejenis inkubator seukuran peti mati.
Seketika mulut Valentine terasa kering. Ia mencoba menelan ludah, tapi tak bisa.
Guardian itu memaksa Valentine masuk ke dalam salah satu kapsul, dibantu guardian lain yang sudah menunggu di dalam ruangan itu. Kemudian mereka mengikat kedua tangan dan kaki Valentine, memasang selang infus dan peralatan aneh lainnya di sana-sini. Lalu menutup pintu inkubator itu.
“Tidak—” Valentine mencoba berteriak dan memberontak. Tapi kapsul itu mulai dipenuhi uap dingin yang membuatnya menggigil dan membeku, lalu tak ingat apa-apa lagi.
Valentine tak tahu berapa lama ia tidak sadarkan diri, tapi ketika ia terbangun…
Ia berada di tempat yang salah, di ruang dan waktu yang keliru.
Di mana ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
KOwKen
lengah dikit langsung nupel baru aja lu, duh kapan gua bikin baru/Sob/
2024-08-26
0
Mira Kanaya
Karya-karya kamu tema anak muda semua, Neng. Cuma ini kayaknya bacaan yang cocok buat bunda 😊
2021-09-04
0
Wigati
audio nya ada ndak
2021-08-28
0