Join Secret Lily [Revisi]
10 tahun yang lalu adalah tahun dimana dunia hampir diambang kehancuran. Semua peristiwa aneh bahkan yang tidak logis terjadi dan itu semua disebabkan oleh koloni bunga yang muncul begitu saja.
Bukan kah itu terlalu aneh? Hanya koloni itu membuat peristiwa yang besar bahkan bisa berdampak kehancuran ditambah bunga itu baru diketahui publik.
Bunga yang indah diluar namun beracun didalam. Orang-orang tentu menjadi terpikat dengan kecantikan koloni bunga itu. Namun, tak disangka koloni bunga itu bisa membuat orang yang terlanjur terpikat menjadi berbeda dengan makhluk pada normalnya.
Mendatangkan kekuatan pasti akan ada bayaran tertentu. Mau kecil atau besar, mau mengkorbankan seseorang atau terkena kutukan itu pada diri sendiri.
Namanya juga manusia, jika memiliki kelebihan dengan yang lainnya, pasti memiliki naluri ingin memiliki semua yang dinamakan keserakahan. Sehingga yang memiliki naluri itu akan berakhir hidupnya atau mengubah dirinya menjadi monster yang memiliki kesadaran.
Orang yang telah terpikat dan berhasil bertahan menahan naluri itu,memiliki keberuntungan yang begitu tinggi.
Disaat peristiwa aneh itu menyebar dan para penelitian mau menyelidiki lebih lanjut, Koloni bunga itu sudah menghilang tanpa jejak.
Apa yang menjadi tersisa dari peristiwa itu hanyalah mereka yang telah terpikat yang berhasil bertahan dari naluri itu dengan kelebihan dari manusia pada normalnya.
Mereka itu dinamakan “Anugerah”.
Tentu Pemerintah mengumpulkan para "Anugerah" untuk membangun kembali peradapan. Namun pemerintah memiliki alasan dibalik tindakan nya itu yang hanya diketahui oleh mereka saja.
Anugerah tentu dijadikan alat percobaan dalam penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Para peneliti tidak lagi menganggap mereka manusia melainkan makhluk lain. Kini Anugerah yang tersisa atau belum tertangkap oleh pemerintah bersembunyi di balik bayang dan berpura pura menjadi manusia normal pada umumnya.
Anugerah yang belum tertangkap pun membuat pepatah “Tertangkap Sama Dengan Mati”.
Ini adalah kisah Ian, Anugerah yang belum diketahui dan berhasil hidup normal. Namun, kehidupan normalnya tidak akan bertahan lama disaat bertemu dengan “Gadis Merah”
*****
Tragedi 10 tahun lalu sepakat dinamai dengan “Tragedy Lily” oleh manusia yang selamat. Salah satu dampak dari Tragedy Lily membuat banyak anak kehilangan orang tua,keluarga yang membuat mereka menjadi sendirian hidup di dunia dan Ian menjadi salah satunya. Usia Ian saat ini sudah menginjak 17 tahun sejak kejadian itu.
Sejak kejadian itu, Ian tinggal di salah satu rumah sederhana yang berada di pinggir kota Northen. Kota yang begitu dekat dengan bekas tempat kejadian 10 tahun lalu. di rumah sedeharna itu, Ian hidup bersama bibi dan adik-adik kecilnya yang berharga.
."Adik-Adik cepat menuju ke dapur! kita sarapan!" Ian berteriak memanggil Adik-adiknya untuk segera sarapan pagi walau waktu menunjuk jam 05.30 pagi.
Mereka belarian dengan kaki kecilnya menuju dapur karna mereka ingin mendapatkan makanan yang di masak oleh Ian yang memang kebetulan selera mereka semua.
"Jangan berebut! semua tetap kebagian jatah makan" Peringatan Ian berusaha untuk membuat dapur tidak terlalu gaduh karna aksi berebut mereka.
"Bang Ian, hidupin TV. Mau nonton Spongebob Bang" Suruh adik terkecilnya dari yang lainnya, anak dengan rambut coklat pendek yang bernama Rere.
"Demi menghemat pembayaran listrik, hari ini kita menahan diri untuk menonton TV Rere" Jelas Ian.
"Ah.. Abang Ian, tidak asyik!" Protes Rere begitu keras kepada Ian. Ian tetap sabar karna menurut Ian, Rere masih anak berusia 4 tahun.
"Siapa yang bikin Tv kemarin menyala seharian terus? Makanya kalian harus menahan untuk tidak menonton Tv sebagai gantinya. Dan jangan lupa matikan kipas jika tidak dipakai, jangan masih di biarin hidup" Ucap pengurus panti asuhan yang datang dari dapur mbak Fia.
Omelan mbak Fia membuat mereka yang sudah duduk di meja makan itu menciut, mereka segera melepas pandangan kesegala arah. Ada juga yang pura-pura memilih makanan yang sudah ada dimeja makan walau memang hanya ada satu menu saja.
"Ian,kamu berangkat sekolah saja. Sisanya biar mbak yang ngurus. Lihatlah sudah jam berapa, perjalananmu begitu jauh" Lanjut Mbak Fia memerintahkan Ian sambil menyerahkan bekal untuk Ian makan di Sekolah.
"Ok mbak. Abang berangkat sekolah dulu ya semua, patuh kepada Ibu Fia dan belajar untuk hemat listrik" Ian pamitan kepada keluarga kecilnya itu.
"Dahh Abang Ian, hati-hati dijalan" Serentak semua anak menjawab pamitan Ian.
....
Tidak terasa waktu sudah berjalan selama 25 menit. Waktu yang dihabiskan dalam perjalanan menuju ke tempat Ian bersekolah menggunakan bus dengan transit sekali. Selama perjalanan, jalanan yang dilaluinya begitu sepi. Kadang kala, beberapa mobil melintas dari padangan Ian melalui jendela bus.
Kota Northen sendiri bisa dibilang paling sedikit ditinggali penduduk dibanding dengan kota lainnya. Hal ini disebabkan karna kota itu terdekat begitu dekat dengan perbatasan sehingga kebanyakan warga asli Northen pindah kekota lain. Karna penduduk yang begitu minim, membuat kota Northen tidak ada sekolah.
Sekolah terdekat hanya berada di daerah Central Area.Tempat pusat dari semua kota berada disana atau bisa dibilang ibukota.
"Halo Ian" Seseorang menyapa Ian yang sudah berjalan kaki menuju sekolahnya.
"Hoi Hiro" Ian membalas sapaan orang itu, Hiro. Pria dengan rambut hitam yang berantakan dan panjang ditambah dengan warna matanya merah gelap.
"Kamu tau berita hari ini tidak?" Sambil merangkul Ian dan basa basi yang biasa dilakukan oleh mereka berdua disaat pertama bertemu di setiap harinya..
"Berita? apakah yang hari ini? aku tidak menontonnya. Emang berita tentang apa?" Ian tidak mengetahui topik yang dibahas Hiro jika di siarkan pada pagi hari ini.
"Oke aku tau Hmm bisa dibilang berita terbaru tentang Anugerah." Suara Hiro menjadi begitu pelan hingga tidak ada orang yang mendengar apa yang diucapkan olehnya kecuali berada didekat Hiro.
"Alat pendeteksi anugerah sudah hampir siap dan akan mau di uji coba kan. Alat yang berbentuk seperti mengetahui dengan hanya angka" Lanjut Hiro menjelaskan.
"Uji coba dimana?" Ian bertanya dengan serius walau ekspresi wajah nya datar.
"Info itu kurang tau, tapi perkiraan mata ku itu bisa ke daerah kita"
Ian berpikir sejenak, Ian berusaha untuk mencerna info yang berasal dari Hiro. Sudah 10 tahun Ian berhasil bersembunyi terhadap publik tentu akan khawatir dengan keberadaan info seperti ini.
"Begitu ya,makasih atas info nya Hiro" Tak lupa Ian berterimakasih kepada temannya ini.
"Sama sama" Wajah Hiro kembali seperti biasanya.
Ian dan Hiro merupakan salah satu anugerah . Mereka beruntung selamat dari pemerintah dan berhasil bersembunyi dari Publik. Jika mereka berhasil tertangkap pemerintah dari dulu, yang pasti mereka tidak akan saling kenal dan berada disini.
Ian dan Hiro saling kenal sejak berada di kelas sepuluh. Yang menyadari anugerah diantara mereka ialah Hiro. Hiro memiliki anugerah pada mata nya yang bisa melihat segalanya. Mulai dari pikiran, hawa, anugerah atau sebagainya. Jika Hiro berada di pihak pemerintah, pasti sejak dulu anugerah sudah berhasil di kumpul dan dijadikan uji coba oleh mereka.
Anugerah sendiri ada juga yang berpihak pada pemerintah dengan alasan mereka sendiri. Ian belum pernah bertemu dengan salah satu dari mereka, bahkan Ian berharap untuk tidak bertemu dengan mereka.
Jika bertemu anugerah yang berpihak pada pemerintah, maka segera lah untuk berlari. karna anugerah pihak pemerintah lebih menguasai dan terlatih dengan anugerah nya dan hanya 65% kemungkinan menang melawan anugerah pihak pemerintah jika memiliki keberuntungan satu tahun.
Saking asyik nya Ian dan Hiro mengobrol, tak terasa mereka berdua sudah berada di gerbang sekolah. Dari sini Ian dan Hiro sudah berpisah karena beda bangunan apalagi kelas.
Ian segera menuju loker sebelum memasuki kelas. Ya,sekolah ini memiliki fasilitas loker untuk meringankan beban murid dalam membawa barang dan menaruh sepatu khusus dalam pelajaran tertentu.
"Selamat pagi Ian" ucap gadis berambut putih panjang di ikat setengah dengan warna matanya yang biru cerah.
"Selamat pagi Tari, masih membawa kamera?"Membalas sapaan gadis bernama Tari sambil mengambil buku yang akan digunakan pelajaran nanti.
"Hehe, sekalian belajar pengambilan video untuk eskul film nanti " Tari merekam Ian yang sedang mengambil buku itu.
"Tetap jangan bawa kamera setiap saat juga Tari" Tak sadar bahwa sedang direkam.
"Iya - iya"
"Hei jangan mengambil video seenaknya" Ian berusaha untuk menangkap kamera ditangan Tari setelah sadar bahwa dirinya telah direkam.
"Bagus kok hasilnya" Tari berusaha menghindar dari Ian yang berusaha untuk mengambil kameranya.
"Iya,tapi jangan ambil rekaman sembarangan, apalagi ambil diam-diam. Itu sama saja dengan stalker"
"Ah.. iya - iya. Dirimu juga sudah mengetahuinya pun, berarti ini bukan stalker. Lagian untuk kenang-kenangan" Ucap perempuan itu ngambek.
"Yaudah kita ke kelas, susah juga untuk menasehatimu jika terus menjawab. Bel sebentar lagi mau bunyi." Pergi meninggalkan perempuan itu.
"Iya"
Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas. Tari tidak mematikan kamera yang dibawanya, ia masih merekam apa yang ada di depannya.
"Ian" ucap Tari sebagai pembuka kediaman mereka.
"Iya?" Ian masih menghadap kedepan. Dengan gerakan kepalanya tetap mengangguk menandakan bahwa Ian akan mendengarkan Tari.
"Tau berita itu?" Tari bertanya
"Berita?" Tanya Ian kembali. Ian tidak mengetahui berita apa yang sedang dibahasnya.
"Yang alat itu" Mematikan kameranya.
"Berita TV ya? kalau berita dari televisi belum aku tonton." bukankah memang benar? Ian tidak menonton televisi pagi ini, Ian sengaja mencari jawaban lain.
"Memberi hukuman lagi kah ke anak-anak?" Tanya Tari ke Ian ketika mendengar Ian berprasangka Ian tidak tahu dengan topik.
"Haha, supaya mereka bisa belajar berhemat, Dirimu pasti tahu dengan keadaan kami."
"Kenapa tidak pindah ke panti negeri saja? kan semua kebutuhan di bayar sama pemerintah" Tawaran Tari.
"Kami tidak begitu suka peraturan pemerintah yang sekarang. Itu membuat kami bagai burung di dalam sangkar"
"Tapi di tempat itu juga,dirimu membuat anak-anak seperti disangkar kan? Aturan dibuat untuk kebaikan bersama, supaya semua bisa menjalani hari seperti biasa."
"Kalau itu beda lagi. Aku susah untuk menjelaskan dengan pengalaman yang kudapat selama 10 tahun ini. Ya intinya aku menyukai keadaan sekarang. Aku suka dengan tempat itu walau memang memiliki momentum buruk"
"Nah kan!" Tari merasa menang dengan pendapatnya.
"Terimakasih atas sarannya, tapi kami semua masih bisa hidup kok dan ingin bebas saja"
"Iya - Iya. ok lanjut ke topik awal" Ucap dia
"sudah di kelas. Ayok kita masuk" Ian langsung memasuki kelas.
"Ta-"
"Ayokk masuk bentar lagi guru datang" Ian menarik tangan Tari mendadak
"Iya" Tari senang dengan tarikan Ian.
"Terimakasih kelas" Ian berkata dalam hati karna bersyukur datang disaat waktu yang tepat.
Ian segera menuju ke kursi yang berada di bagian depan dan tepat di depan meja guru. Alasan Ian ingin berada didepan ialah supaya ia bisa fokus dengan pelajaran yang di ajarkan oleh guru. Belajar dipanti tidak akan membuat Ian fokus belajar dan ia harus fokus supaya mendapat kan beasiswa 1 semester lagi.
..
"Teman-teman guru bahasa inggris sudah pensiun dan guru pengganti nya belum dapat" Ucap ketua kelas.
"Itu artinya?" Tanya salah satu teman sekelas Ian.
"Yeeee kita freeclass!" Ucap semua murid kelas ini.
"Akhirnya lanjut tidur gan"
"Oi Vin skuy mabar"
"Ok dee"
Inilah ciri khas kelas yang Ian tempati, jika ada freeclass maka yang mereka lakukan adalah tidur,gibah, main smartohone atau ke kantin. Ian sendiri termasuk kedalam jenis orang tidur di kelas.
"Ian!" Tari menghampiri Ian yang mau tidur
"Apa? Aku mau tidur nih"
"Ayuk lanjut pembicaraan tadi!" Menggoyangkan badan Laki-Laki itu supaya terbangun.
"Tidak, sama rombongan cewek sana, aku mau tidur." Ian masih bertahan dengan posisi tidurnya.
"Ahh tidak seru!" Tari tiba tiba menyiram Ian dengan air minumnya.
"Eh!" Ian kaget dengan tindakan Tari kepadanya.
"Tari, kok di siram!"
"Ini masih jam pagi, harus nya kita semangat bukannya tidur"
"Tapi jangan disiram juga, Lihat bajuku jadi basah kan!"
Tari hanya membalas dengan tersenyum, senyuman yang menjengkelkan bagi Ian.
"Haa,aku mau ketoilet untuk bersihin baju ku" Ian pasrah dengan tindakan Tari. JikaTari sudah merasa kalah, Ia selalu melakukan mantranya yang begitu jengkel untuk Ian. Entah kenapa Ian tidak bisa memarahinya, apalagi bertindak kepada dia.
"Yaudah sana" Dengan memasang wajahnya yang tidak bersalah.
"Udah siram dan sekarang diusir"
"Sana ketoilet" ucap Tari sambil mendorong Ian keluar kelas.
"Jangan main do-"
Brukk
"Diusir betulan, padahal ini juga kelas ku sendiri." Gumamnya.
Ian melangkah menuju arah toilet, melewati setiap kelas.
Disetiap Ian melangkah menuju ke toilet, Ia melihat wanita berambut putih dan memakai baju seperti boneka berlari dan berteriak meminta tolong pada setiap kaca yang Ian lewati. Ian merasa wanita itu tidak asing baginya.
"Mungkin aku halusinasi sampai melihat seseorang di pantulan cermin"
Toilet hanya tinggal beberapa meter dari tempatnya berjalan. Ian memasuki kamar mandi laki laki dan menuju ke wastafel untuk membenarkan pakaian seragamnya.
"Dasar Tari, aneh kali sikapnya hari ini" Gumam kesal kepada diri sendiri.
Ian mengambil air dari keran lalu ditampung dengan tangannya dan segera membasuh muka untuk menghilangkan rasa kantuk ia.
..
Hutan. tempat Ian berada sekarang. Ian bingung bagaimana bisa ada disini sekarang. Sebelumnya Ian berada di toilet untuk membasuh muka selagi mengeringkan bajunya.
Ian berjalan pelan secara acak setelah berdiam diri. Di perjalananya, Ian kembali melihat perempuan yang berada di pantulan kaca itu berlari kearahnya untuk meminta pertolongan. Kondisi perempuan itu sudah tidak begitu bersih, Baju yang dikenakan sudah kusam ditambah beberapa dahan menyangkut pada bajunya.
Sepertinya dia sedang di kejar oleh sekelompok manusia berbaju serba hitam.
"Prajurit?!" Teriak Ian terkejut siapa yang mengejar,
Saat perempuan itu hampir menggapai tangan Ian. Ian secara otomatis meraih tangan perempuan didepannya dan mendorong ia kebelakang Ian. Ian melindungi perempuan itu dengan menggunakan tubuhnya menjadi tameng.
Dar!
Tembakan menerjang kearah mereka.
Sesuatu hangat terasa pada bagian perut Ian
Ian terkena tembakan di bagian perut.
Rasa sakit, bukan. Ian tidak tau apakah ini sakit atau tidak. Ian hanya merasakan seakan jiwa nya seperti tercabik.
"Aneh, bagaimana aku bisa merasakan jiwa?"
...
Haa.. Haa...
Ian terengah - engah, nafasnya begitu sesak ia rasakan.
"Halusinasi ku semakin parah, mana mungkin halusinasi bisa merasakan sakit seperti ini" Gumam pelan.
Air cucian muka dengan keringat Ian bercampur hingga tak bisa untuk dibedakan lagi. Ian segera keluar dari kamar mandi dan menuju kelas untuk menenangkan diri.
Brukk
Ian begitu terburu- buru sehingga tidak sengaja menabrak seseorang yang mau memasuki toilet.
"Maaf pak" Mengucap kata maaf sambil menunduk.
"Maaf juga" Balasannya.
Ian pun segera menuju kelas.
*****
"Apakah dia anugerah ?" Ucap orang yang baru saja di tabrak Ian.
#bersambung
Yang versi audionya itu versi naskah lama, sekian terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
chonurv
sama. di kelas saya kalau jam kosong juga begitu.
konsepnya menarik. hanya saja banyak typo. Itu sih hal yang hampir dilakukan semua orang. bahkan saya sekalipun. Lebih hati-hati ya nulisnya! Membaca ulang naskah sendiri itu penting. Terutama buat meminimalisir typo.
Buat tanda petik penutup dialog, itu sepertinya seharusnya tidak diberi spasi sebelumnya deh. spasi hanya diberi setelahnya.
2020-09-26
1
Angelenzyy
Hi Thor Enzy mampir yaa
2020-09-23
0
Bunda umu
tuhan yg ciptakan bunga lili😆😆😆😆. aku mampir boleh ya
2020-08-30
0