NovelToon NovelToon

Join Secret Lily [Revisi]

Arc 1 Bangkitnya Sang Ratu REVISI

10 tahun yang lalu adalah tahun dimana dunia hampir diambang kehancuran. Semua peristiwa aneh bahkan yang tidak logis terjadi dan itu semua disebabkan oleh koloni bunga yang muncul begitu saja.

Bukan kah itu terlalu aneh? Hanya koloni itu membuat peristiwa yang besar bahkan bisa berdampak kehancuran ditambah bunga itu baru diketahui publik.

Bunga yang indah diluar namun beracun didalam. Orang-orang tentu menjadi terpikat dengan kecantikan koloni bunga itu. Namun, tak disangka koloni bunga itu bisa membuat orang yang terlanjur terpikat menjadi berbeda dengan makhluk pada normalnya.

Mendatangkan kekuatan  pasti akan ada bayaran tertentu. Mau kecil atau besar, mau mengkorbankan seseorang atau terkena kutukan itu pada diri sendiri.

Namanya juga manusia, jika memiliki kelebihan dengan yang lainnya, pasti memiliki naluri ingin memiliki semua yang dinamakan keserakahan. Sehingga yang memiliki naluri itu akan berakhir hidupnya atau mengubah dirinya menjadi monster yang memiliki kesadaran.

Orang yang telah terpikat dan berhasil bertahan menahan naluri itu,memiliki keberuntungan yang begitu tinggi.

Disaat peristiwa aneh itu menyebar dan para penelitian mau menyelidiki lebih lanjut, Koloni bunga itu sudah menghilang tanpa jejak.

Apa yang menjadi tersisa dari peristiwa itu hanyalah mereka yang telah terpikat yang berhasil bertahan dari naluri itu dengan kelebihan dari manusia pada normalnya.

Mereka itu dinamakan “Anugerah”.

Tentu Pemerintah mengumpulkan para "Anugerah" untuk membangun kembali peradapan. Namun pemerintah memiliki alasan dibalik tindakan nya itu yang hanya diketahui oleh mereka saja.

Anugerah tentu dijadikan alat percobaan dalam penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Para peneliti tidak lagi menganggap mereka manusia melainkan makhluk lain. Kini Anugerah  yang tersisa atau belum tertangkap oleh pemerintah bersembunyi di balik bayang dan berpura pura menjadi manusia normal pada umumnya.

Anugerah yang belum tertangkap pun membuat pepatah “Tertangkap Sama Dengan Mati”.

Ini adalah kisah Ian, Anugerah yang belum diketahui dan berhasil hidup normal. Namun, kehidupan normalnya tidak akan bertahan lama disaat bertemu dengan “Gadis Merah”

*****

Tragedi 10 tahun lalu sepakat dinamai dengan “Tragedy Lily” oleh manusia yang selamat. Salah satu dampak dari Tragedy Lily membuat banyak anak kehilangan orang tua,keluarga yang membuat mereka menjadi sendirian hidup di dunia dan Ian menjadi salah satunya. Usia Ian saat ini sudah menginjak 17 tahun sejak kejadian itu.

Sejak kejadian itu, Ian tinggal di salah satu rumah sederhana  yang berada di pinggir kota Northen. Kota yang begitu dekat dengan bekas tempat kejadian 10 tahun lalu. di rumah sedeharna itu, Ian hidup bersama bibi dan adik-adik kecilnya yang berharga.

."Adik-Adik cepat menuju ke dapur! kita sarapan!" Ian berteriak memanggil Adik-adiknya untuk segera sarapan pagi walau waktu menunjuk jam 05.30 pagi.

Mereka belarian dengan kaki kecilnya menuju dapur karna mereka ingin mendapatkan makanan yang di masak oleh Ian yang memang kebetulan selera mereka semua.

"Jangan berebut! semua tetap kebagian jatah makan" Peringatan Ian berusaha untuk membuat dapur tidak terlalu gaduh karna aksi berebut mereka.

"Bang Ian, hidupin TV. Mau nonton Spongebob Bang" Suruh adik terkecilnya dari yang lainnya, anak dengan rambut coklat pendek yang bernama Rere.

"Demi menghemat pembayaran listrik, hari ini kita menahan diri untuk menonton TV Rere" Jelas Ian.

"Ah.. Abang Ian, tidak asyik!" Protes Rere begitu keras kepada Ian. Ian tetap sabar karna menurut Ian, Rere masih anak berusia 4 tahun.

"Siapa yang bikin Tv kemarin menyala seharian terus? Makanya kalian harus menahan untuk tidak menonton Tv sebagai gantinya. Dan jangan lupa matikan kipas jika tidak dipakai, jangan masih di biarin hidup" Ucap pengurus panti asuhan yang datang dari dapur mbak Fia.

Omelan mbak Fia membuat mereka yang sudah duduk di meja makan itu menciut, mereka segera melepas pandangan kesegala arah. Ada juga yang pura-pura memilih makanan yang sudah ada dimeja makan walau memang hanya ada satu menu saja.

"Ian,kamu berangkat sekolah saja. Sisanya biar mbak yang ngurus. Lihatlah sudah jam berapa, perjalananmu begitu jauh" Lanjut Mbak Fia memerintahkan Ian sambil menyerahkan bekal untuk Ian makan di Sekolah.

"Ok mbak. Abang berangkat sekolah dulu ya semua, patuh kepada Ibu Fia  dan belajar untuk hemat listrik" Ian pamitan kepada keluarga kecilnya itu.

"Dahh Abang Ian, hati-hati dijalan" Serentak semua anak menjawab pamitan Ian.

....

Tidak terasa waktu sudah berjalan selama 25 menit. Waktu yang dihabiskan dalam perjalanan menuju ke tempat Ian bersekolah menggunakan bus dengan transit sekali.  Selama perjalanan, jalanan yang dilaluinya begitu sepi. Kadang kala, beberapa mobil melintas dari padangan Ian melalui jendela bus.

Kota Northen sendiri bisa dibilang paling sedikit ditinggali penduduk dibanding dengan kota lainnya. Hal ini disebabkan karna kota itu terdekat begitu dekat dengan perbatasan sehingga kebanyakan warga asli Northen pindah kekota lain. Karna penduduk yang begitu minim, membuat kota Northen tidak ada sekolah.

Sekolah terdekat hanya berada di daerah Central Area.Tempat pusat dari semua kota berada disana atau bisa dibilang ibukota.

"Halo Ian" Seseorang menyapa Ian yang sudah berjalan kaki menuju sekolahnya.

"Hoi Hiro" Ian  membalas sapaan orang itu, Hiro. Pria dengan rambut hitam yang berantakan dan panjang ditambah dengan warna matanya merah gelap.

"Kamu tau berita hari ini tidak?" Sambil merangkul Ian dan basa basi yang biasa dilakukan oleh mereka berdua disaat pertama bertemu di setiap harinya..

"Berita? apakah yang hari ini? aku tidak menontonnya. Emang berita tentang apa?" Ian tidak mengetahui topik yang dibahas Hiro jika di siarkan pada pagi hari ini.

"Oke aku tau Hmm bisa dibilang berita terbaru tentang Anugerah." Suara Hiro menjadi begitu pelan hingga tidak ada orang yang mendengar apa yang diucapkan olehnya kecuali berada didekat Hiro.

"Alat pendeteksi anugerah sudah hampir siap dan akan mau di uji coba kan. Alat yang berbentuk seperti mengetahui dengan hanya angka" Lanjut Hiro menjelaskan.

"Uji coba dimana?" Ian bertanya dengan serius walau ekspresi wajah nya datar.

"Info itu kurang tau, tapi perkiraan mata ku itu bisa ke daerah kita"

Ian berpikir sejenak, Ian berusaha untuk mencerna info yang berasal dari Hiro. Sudah 10 tahun Ian berhasil bersembunyi terhadap publik tentu akan khawatir dengan keberadaan info seperti ini.

"Begitu ya,makasih atas info nya Hiro" Tak lupa Ian berterimakasih kepada temannya ini.

"Sama sama" Wajah Hiro kembali seperti biasanya.

Ian dan Hiro merupakan salah satu anugerah . Mereka beruntung selamat dari pemerintah dan berhasil bersembunyi dari Publik. Jika mereka berhasil tertangkap pemerintah dari dulu, yang pasti mereka tidak akan saling kenal dan berada disini.

Ian dan Hiro saling kenal sejak berada di kelas sepuluh.  Yang menyadari anugerah diantara mereka ialah Hiro. Hiro memiliki anugerah pada mata nya yang bisa melihat segalanya. Mulai dari pikiran, hawa, anugerah atau sebagainya. Jika Hiro berada di pihak pemerintah, pasti sejak dulu anugerah sudah berhasil di kumpul dan dijadikan uji coba oleh mereka.

Anugerah sendiri ada juga yang berpihak pada pemerintah dengan alasan mereka sendiri. Ian belum pernah bertemu dengan salah satu dari mereka, bahkan Ian berharap untuk tidak bertemu dengan mereka.

Jika bertemu anugerah yang berpihak pada pemerintah, maka segera lah untuk berlari. karna anugerah pihak pemerintah lebih menguasai dan terlatih dengan anugerah nya dan hanya 65% kemungkinan menang melawan anugerah pihak pemerintah jika memiliki keberuntungan satu tahun.

Saking asyik nya Ian dan Hiro mengobrol, tak terasa mereka berdua sudah berada di gerbang sekolah. Dari sini Ian dan Hiro sudah berpisah karena beda bangunan apalagi kelas.

Ian segera menuju loker sebelum memasuki kelas. Ya,sekolah ini memiliki fasilitas loker untuk meringankan beban murid dalam membawa barang dan menaruh sepatu khusus dalam pelajaran tertentu.

"Selamat pagi Ian" ucap gadis berambut putih panjang di ikat setengah dengan warna matanya yang biru cerah.

"Selamat pagi Tari, masih membawa kamera?"Membalas sapaan gadis bernama Tari sambil mengambil buku yang akan digunakan pelajaran nanti.

"Hehe, sekalian belajar pengambilan video untuk eskul film nanti " Tari merekam Ian yang sedang mengambil buku itu.

"Tetap jangan bawa kamera setiap saat juga Tari" Tak sadar bahwa  sedang direkam.

"Iya - iya"

"Hei jangan mengambil video seenaknya" Ian berusaha untuk menangkap kamera ditangan Tari setelah sadar bahwa dirinya telah direkam.

"Bagus kok hasilnya" Tari berusaha menghindar dari Ian yang berusaha untuk mengambil kameranya.

"Iya,tapi jangan ambil rekaman sembarangan, apalagi ambil diam-diam. Itu sama saja dengan  stalker"

"Ah.. iya - iya. Dirimu juga sudah mengetahuinya pun, berarti ini bukan stalker. Lagian untuk kenang-kenangan" Ucap perempuan itu  ngambek.

"Yaudah kita ke kelas, susah juga untuk menasehatimu jika terus menjawab. Bel sebentar lagi mau bunyi." Pergi meninggalkan perempuan itu.

"Iya"

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas. Tari tidak mematikan kamera yang dibawanya, ia masih merekam apa yang ada di depannya.

"Ian" ucap Tari sebagai pembuka kediaman mereka.

"Iya?" Ian masih menghadap kedepan. Dengan gerakan kepalanya tetap  mengangguk menandakan bahwa Ian akan mendengarkan Tari.

"Tau berita itu?" Tari bertanya

"Berita?" Tanya Ian kembali. Ian tidak mengetahui berita apa yang sedang dibahasnya.

"Yang alat itu" Mematikan kameranya.

"Berita TV ya?  kalau berita dari televisi belum aku tonton." bukankah memang benar? Ian tidak menonton televisi pagi ini, Ian sengaja mencari jawaban lain.

"Memberi hukuman lagi kah ke anak-anak?" Tanya Tari ke Ian ketika mendengar  Ian berprasangka Ian tidak tahu dengan topik.

"Haha, supaya mereka bisa belajar berhemat, Dirimu pasti tahu dengan  keadaan  kami."

"Kenapa tidak pindah ke panti negeri saja? kan semua kebutuhan di bayar sama pemerintah" Tawaran Tari.

"Kami tidak begitu suka peraturan pemerintah yang sekarang. Itu membuat kami bagai burung di dalam sangkar"

"Tapi di tempat itu juga,dirimu  membuat anak-anak seperti disangkar  kan? Aturan dibuat untuk kebaikan bersama, supaya semua bisa menjalani hari seperti biasa."

"Kalau itu beda lagi. Aku susah untuk menjelaskan dengan pengalaman yang kudapat selama 10 tahun ini.  Ya intinya aku menyukai keadaan sekarang. Aku suka dengan tempat itu walau memang memiliki momentum buruk"

"Nah kan!" Tari merasa menang dengan pendapatnya.

"Terimakasih atas sarannya, tapi kami semua masih bisa hidup kok dan ingin bebas saja"

"Iya - Iya. ok lanjut ke topik awal" Ucap dia

"sudah di kelas. Ayok kita masuk" Ian langsung memasuki kelas.

"Ta-"

"Ayokk masuk bentar lagi guru datang" Ian menarik tangan Tari mendadak

"Iya" Tari senang dengan tarikan Ian.

"Terimakasih kelas" Ian berkata dalam hati karna bersyukur datang disaat waktu yang tepat.

Ian segera menuju ke kursi yang berada di bagian depan dan tepat di depan meja guru. Alasan Ian ingin berada didepan ialah supaya ia bisa fokus dengan pelajaran yang di ajarkan oleh guru. Belajar dipanti tidak akan membuat Ian fokus belajar dan ia harus fokus supaya mendapat kan beasiswa 1 semester lagi.

..

"Teman-teman guru bahasa inggris sudah pensiun dan guru pengganti nya belum dapat" Ucap ketua kelas.

"Itu artinya?" Tanya salah satu teman sekelas Ian.

"Yeeee kita freeclass!" Ucap semua murid kelas ini.

"Akhirnya lanjut tidur gan"

"Oi Vin skuy mabar"

"Ok dee"

Inilah ciri khas kelas yang Ian tempati, jika ada freeclass maka yang mereka lakukan adalah tidur,gibah, main smartohone atau  ke kantin. Ian sendiri termasuk kedalam jenis orang tidur di kelas.

"Ian!" Tari menghampiri Ian yang mau tidur

"Apa? Aku mau tidur nih"

"Ayuk lanjut pembicaraan tadi!" Menggoyangkan badan Laki-Laki itu supaya terbangun.

"Tidak, sama rombongan cewek sana, aku mau tidur." Ian masih bertahan dengan posisi tidurnya.

"Ahh tidak seru!" Tari tiba tiba menyiram Ian dengan air minumnya.

"Eh!" Ian kaget dengan tindakan Tari kepadanya.

"Tari, kok di siram!"

"Ini masih jam pagi, harus nya kita semangat bukannya tidur"

"Tapi jangan disiram juga, Lihat bajuku jadi basah kan!"

Tari hanya membalas dengan tersenyum, senyuman yang menjengkelkan bagi Ian.

"Haa,aku mau ketoilet untuk bersihin baju ku" Ian pasrah dengan tindakan Tari. JikaTari sudah merasa kalah, Ia selalu melakukan mantranya yang begitu jengkel untuk Ian. Entah kenapa Ian tidak bisa memarahinya, apalagi bertindak kepada dia.

"Yaudah sana" Dengan memasang wajahnya yang tidak bersalah.

"Udah siram dan sekarang diusir"

"Sana ketoilet" ucap Tari sambil mendorong Ian keluar kelas.

"Jangan main do-"

Brukk

"Diusir betulan, padahal ini juga kelas ku sendiri." Gumamnya.

Ian melangkah menuju arah toilet, melewati setiap kelas.

Disetiap Ian melangkah menuju ke toilet, Ia melihat wanita berambut putih dan memakai baju seperti boneka berlari dan berteriak meminta tolong pada setiap kaca yang Ian lewati. Ian merasa wanita itu tidak asing baginya.

"Mungkin aku halusinasi sampai melihat seseorang di pantulan cermin"

Toilet hanya tinggal beberapa meter  dari tempatnya berjalan. Ian memasuki kamar mandi laki laki dan menuju ke wastafel untuk membenarkan pakaian seragamnya.

"Dasar Tari, aneh kali sikapnya hari ini"  Gumam kesal  kepada diri sendiri.

Ian mengambil air dari keran lalu ditampung dengan tangannya dan segera membasuh muka untuk menghilangkan rasa kantuk ia.

..

Hutan. tempat Ian berada sekarang. Ian bingung bagaimana bisa ada disini sekarang. Sebelumnya Ian berada di toilet untuk membasuh muka selagi mengeringkan bajunya.

Ian berjalan pelan secara acak setelah berdiam diri. Di perjalananya, Ian kembali melihat perempuan yang berada di pantulan kaca itu berlari kearahnya untuk meminta pertolongan. Kondisi  perempuan itu sudah tidak begitu bersih, Baju yang dikenakan sudah kusam ditambah beberapa dahan menyangkut pada bajunya.

Sepertinya dia sedang di kejar oleh sekelompok manusia berbaju serba hitam.

"Prajurit?!" Teriak Ian terkejut siapa yang mengejar,

Saat perempuan itu hampir menggapai tangan Ian. Ian secara otomatis meraih tangan perempuan didepannya dan mendorong ia kebelakang Ian. Ian melindungi perempuan itu dengan menggunakan tubuhnya menjadi tameng.

Dar!

Tembakan menerjang kearah mereka.

Sesuatu hangat terasa pada bagian perut Ian

Ian terkena tembakan di bagian perut.

Rasa sakit, bukan. Ian tidak tau apakah ini sakit atau tidak. Ian hanya merasakan seakan jiwa nya seperti tercabik.

"Aneh, bagaimana aku bisa merasakan jiwa?"

...

Haa.. Haa...

Ian terengah - engah, nafasnya begitu sesak ia rasakan.

"Halusinasi ku semakin parah, mana mungkin halusinasi bisa merasakan sakit seperti ini" Gumam pelan.

Air cucian muka dengan keringat Ian bercampur hingga tak bisa untuk dibedakan lagi. Ian segera keluar dari kamar mandi dan menuju kelas untuk menenangkan diri.

Brukk

Ian begitu terburu- buru sehingga tidak sengaja menabrak seseorang yang mau memasuki toilet.

"Maaf pak" Mengucap kata maaf sambil menunduk.

"Maaf juga" Balasannya.

Ian pun segera menuju kelas.

*****

"Apakah dia anugerah ?" Ucap orang yang baru saja di tabrak Ian.

#bersambung

Yang versi audionya itu versi naskah lama, sekian terimakasih

Part 2 : Meminta Pertolongan REVISI

"Apakah tadi hanya pengunjung? aku begitu jarang melihatnya. Mungkin memang tamu" Gumam pelan Ian.

Mau itu tamu atau bukan, Ian sudah tidak peduli lagi. Apa yang dinamakan moralitas ketika menabrak seseorang, sudah Ian lakukan. Jadi tidak akan ada yang terjadi juga.

Ian segera menuju ke kelasnya. Ian ingin sekali menenangkan diri. Karna dengan dikelas, Ian akan merasa terlindungi dari apa yang selalu di takutkan.

"Dengan berada ditempat keramaian juga, tidak mungkin ada yang berani melakukan hal berbahaya."

Ucapan itu ataupun pemikiran itu, tentu tidak akan selalu benar. Ian yang mengira semua akan berjalan seperti hari biasa, tidak terjadi disaat ini.

Disaat Ian memasuki kelasnya, apa yang ia lihat bukanlah kegiatan yang dilakukan siswa pada umumnya. Ian bahkan tidak bisa bersuara, sesuatu ada yang menahan pada pita suaranya dan pupil mata Ian juga mengecil.

Darah berada dimana - mana, halusinasi yang Ian rasakan tadi sekarang berada didepan mata Ian. Begitu banyak prajurit dengan baju hitamnya mengepung kelas ini. Perempuan yang Ian lihat tadi juga sudah tertangkap oleh mereka.

"A-apa y-ang te-rjadi?" Ucapan Ian yang terbata - bata.

Memang bukan waktu yang tepat untuk Ian berbicara, lebih baik gunakan waktu untuk berlari. Tapi, Ian tetap tidak bisa melakukannya, ia tidak ingin melarikan diri lagi.

Lantai, dinding, dan seisi kelas, sudah dihiasi seperti tema halloween yang belum musimnya. dengan tema pembunuhan berantai.

Vin yang sebelumnya main bersama dengan ade, sekarang mereka terbaring dengan saling menimpa.

Tari yang mengobrol dengan perempuan lainnya, sekarang mereka sudah tergeletak dengan banyak noda merah pada baju putih.

Semua teman sekelas Ian sudah tergeletak tak bernyawa, kecuali seorang disana yang sedang merengang nyawanya.

"A-nu-ge-"

Clik!

Ian tidak bisa melanjutkannya. Ian tidak bisa menggunakan kekuatan miliknya. Sesuatu menodong ke Ian di belakang kepalanya.

"Hanya kamu yang tersisa disini?" Suara yang menodongnya.

Pria itu mendorong Ian lebih masuk menuju papan tulis. Pria itu tidak ingin murid didepannya melarikan diri karna berada dekat dengan pintu keluar. Untung saja dia memang berada diluar saat itu.

Ian bisa melihat wujud siapa yang menawannya melalui pantulan lemari kaca yang berada tepat didepan papan tulis.

bukankah itu pria yang kutabrak?

"Maafkan kami yang membuatmu melihat pemandangan ini. Kami hanya sekedar melakukan tugas, cuma tidak ada yang menuruti kami sehingga kami hanya menggunakan cara kasar" Ucapan maaf Pria itu.

Walau ia meminta maaf, tapi tidak akan pernah mencairkan suasana mencekam seperti ini.

"Haah" Hela nafasnya.

"Napi itu memang susah untuk diajak kerja sama. Karena dia, aku harus melakukan hal kasar seperti ini. Karena dia juga membuat ku harus membersihkan semuanya" Sempatnya pria itu mengeluh.

"To-to-long"  Perempuan cermin itu meminta tolong dengan suara pelan. Walau pelan, entah mengapa Ian bisa mendengar dengan jelas.

"Kamu masih bisa bergerak rupanya, cepat berikan dia obat bius sebelum dia mengamuk lagi" Perintah pria yang menawan Ian.

Segera saja salah satu prajurit mengepung kelas ini bergerak dan memberikan sesuatu berbentuk serum kepada perempuan cermin itu.

"Oke, untuk kamu anak muda. Tunggu sebentar" Lanjut pria yang menawan Ian sambil mengecek sesuatu pada sakunya.

"Aku akan memeriksa mu terlebih dahulu" Ian tidak tau apa yang terjadi dengan apa yang dibelakangnya, tapi dari pantulan lemari kaca,  Ian ditodong dengan 2 bentuk senjata.

Pria itu terlihat seperti koboi sekarang karena memegang 2 senjata tembak sekarang.

Bib!

Setelah bunyi itu, raut wajah nya seketika berbeda.

"Untuk apa aku meminta maaf kepada mu" Sikap dia juga berubah.

"Walau kau memiliki persentase sedikit, tapi kau juga termasuk dengan napi itu!" Kebencian yang terlihat dari nada  bicara tegas Pria itu.

"Kau juga tidak akan berguna untuk kami" tangan yang memegang pistol itu mulai bergerak.

Ian tidak tau apa yang membuat dia berubah begitu cepat.

DAR!

...

BRUK!

"Ada apa dengan mu Ian!" Panik Tari melihat Ian terjatuh dari kursinya.

Haa.. Haa nafas Ian memberat, Ian Dejavu saat ini.

"Dirimu mimpi apa sampai berkeringat sekali hah?!" Tari masih panik melihat temannya. Ian memang sering sekali tidur, tapi tidak pernah Tari melihat temannya seperti itu hanya karena mimpi.

"Tidak ada apa - apa, aku baik - baik saja"

"Ku tidak begitu yakin kamu baik - baik saja Ian. Ini ambil minum ku, minumlah terlebih dahulu. Aku tidak akan menanyakan lagi" Menyodorkan minuman ke Ian. Tari tau batasan, Tari tau Ian tidak akan menceritakan apa yang baru saja ia mimpikan.

Tari peduli sesaat, lalu tidak peduli lagi. bukankah hanya mimpi buruk saja? Tari mungkin percaya diri bahwa mimpi yang pernah Tari lihat lebih buruk dari Ian.

"Terimakasih. Gluk" Ian menerima pemberian dari Tari dan meminumnya. Kini, Ian sudah bisa tenang perlahan.

"Sama - sama"

"Lebih baik, kamu kembali ke tempat duduk terlebih dahulu daripada cemas kepadaku"

"Kenapa memang nya?"

"Seseorang segera masuk ke kelas ini" Ucap ku

"Hee! bagaimana dirimu tau ada yang datang!Dari tadi kamu tidur." Heran Tari.

"Entah kenapa aku sensitif sehabis tidur, jadi aku bisa merasakan kehadiran orang. Sekarang kembali ketempat duduk mu" Mendorong Tari ke tempat duduknya.

"Iya ... "  Perempuan itu  membiarkan dirinya didorong oleh Ian.

Setelah ucapan itu, yang benar saja. Seseorang masuk ke kelas Ian. Ia memakai pakaian formal sambil membawa sebuah buku absen yang selalu wajib dibawa untuk seorang guru.

"Apakah itu guru baru?"

"Bukan kah begitu cepat ada guru pengganti?" Bisik sekelas dengan orang yang berada didepan papan tulis itu.

Awal Ian tidak begitu memerhatikan wajah nya sekilas, Ian memang tidak tertarik siapa guru baru untuk saat ini karena kejadian mimpi buruk itu.

Tapi karena Ian berada di bangku depan, mau tidak mau Ian akan mengetahui siapa pun wajah yang ada didepan kelas.

Ian terkejut. sama seperti mimpinya. siapa yang didepan itu adalah orang yang mirip seperti mimpi Ian tadi. Pria yang menodong Ian sebelumnya walau tidak terjadi.

"Semoga mimpi hanya sekedar mimpi belaka" Harapan Ian.

"Pagi semua" Ucapan pembuka dari Pria itu.

Ia memberi salam dengan senyum hangat nya. Tentu tidak akan ada yang bakal mengira bahwa dia sesuatu yang menakutkan.

Ian masih memikirkan mimpi itu, Raut wajahnya begitu terlihat jelas sekali. Orang itu tentu melihat kebingungan apakah ada yang salah dengan dirinya.

"Pagi"  Balasan murid secara bersamaan.

Ian yang sadar dengan reaksi orang itu, Ian segera membuang muka seperti tidak tau apapun.

"Perkenalkan saya Guru baru pengganti guru bahasa inggris kalian, nama bapak adalah Luther. Bapak juga guru baru BK, jadi jika Ada masalah datanglah kepada bapak " Ucapnya.

Tampak guru baru itu terbilang cukup muda atau bisa dianggap seumuran. Sekolah Menengah Atas pasti bisa dibilang banyak memiliki guru yang hampir seusia dengan muridnya.

Teman sekelas terdiam dan kelas menjadi canggung.

"Baiklah, Karena ini hari pertama saya mengajar. Kalian boleh menanyakan sesuatu ke bapak" Ucap Pak Luther.

Murid dalam kelas mulai menampakkan senyumannya karena tidak belajar hari ini, mungkin ini menjadi tradisi untuk guru yang memulai pelajaran pertama dari setiap kelas.

Banyak pertanyaan yang dilontarkan murid ke Pak Luther. Dari berbagai pertanyaan pribadi sampai umum.

***

Waktu telah berlalu.pelajaran bahasa inggris diganti pelajaran berikut nya hingga jam pulang telah tiba.

Ian merasa hari ini begitu aneh pada dirinya. Ian menganggap bahwa dirinya begitu banyak pikiran. Tetapi, walau setiap saat Ian begitu banyak berpikir. Ian tidak akan seaneh hari ini.

"Ian,ayo pulang bareng" Tari mengajak.

"Duluan aja Tar, aku mau ke Super Market dulu untuk belanja kebutuhan seminggu" Ian menolak.

"Yah, baiklah. Lain waktu saja" Terlihat jelas wajah Tari cemberut walau sedikit.

"Hati - hati Ian" Salam perpisahan dari Tari.

"Hati hati juga"Sambil melambaikan tangan.

Ian segera meninggalkan kelasnya.

Dalam perjalananya menuju gerbang sekolah, Ian melihat berbagai kegiatan murid angkatannya atau kakak kelasnya. Ada yang sibuk menjalankan piket kelas, ekskul, membawa buku ke ruang guru. Begitu normal kegiatan pada sekolah ini.

"Yo Ian" Ucap Hiro dari kejauhan

"Hiro,  masih suram hari sekolah mu seperti biasa" Balas Ian.

"Kau pikir kehidupan sekolah ku suram terus!" Memukul Pundak Ian.

"Aduh! Haha memang iya bukan"

"Haa, terserah padamu. Aku mau pulang duluan. Istirahatlah yang cukup Ian. Hari ini begitu berat bukan bagimu" Pergi meninggalkan Ian.

Ian paham maksud dari Hiro. Hiro telah membaca pikirannya.

....

Supermarket ke jarak rumah Ian mungkin terbilang tidak cukup dekat namun tidak juga cukup jauh. Begitu banyak orang berlalu lalang karena mengurus kepetingan pribadi pada kantor pemerintah yang baru saja Ian lewati.

Clakk!

Suara pintu supermarket yang dibuka Ian.

Suara sambutan pegawai kepada pelanggan yang baru saja masuk sudah terdengar ditelinga Ian dengan samar.

Ian membalas dengan senyum walau samar dan menuju ke rak yang akan Ian butuhkan. Ian  tidak terlalu memikirkan sekitar dan fokus apa yang ada dalam pikiran Ian. Sampai suara dari Televisi hologram yang terpampang di atas kasir, memberi sebuah informasi.

Berita TV

"Napi lepas dan kini dalam pencarian. dicari Napi lepas dengan  berciri ciri perempuan berambut putih. Jika warga melihat Napi dengan ciri - ciri yang disebutkan, maka tolong hubungi 1537 karena napi ini cukup berbahaya "

Orang-orang yang berada di super market langsung melihat isi berita itu, berbagai macam komentar yang dilontarkan terdengar oleh Ian. Ian demikian juga sama, Ia begitu fokus memerhatikan berita itu.

"To-tolong"

Suara perempuan itu kembali berada dalam pikiran Ian. Ian memegang kepala dan perutnya karena mengingat kembali luka yang ia dapat melalui mimpi itu.

"Apa juga hubungan ku dengan dia. Mimpi hanya sekedar mimpi" Ucap teguh menolak keberadaan mimpi itu.

Ian pun mengacuhkan dengan isi berita itu, tidak akan mungkin seseorang akan kabur menuju ketempat Ian. Hanya ada kemungkinan persen yang sangat kecil untuk bertemu.

"Semua nya 50" Ucap kasir didepannya.

Ian mengambil dompet nya dan menyerahkan 50 ke Kasir dan pergi keluar membawa belanjaan nya.

"Sudah mau gelap"

...

Di Hutan

Sytttttt suara kebasan rumput

Seorang Perempuan tengah berlari dari kejaran para prajurit.

"Tangkap dia! Jangan sampai lepas!" Perintah salah satu mereka sambil memegang peluru listrik tiap orangnya.

Perempuan itu lari dari pohon ke pohon supaya tidak terkena dengan peluru yang mengarah kepada perempuan itu. Tentu ini adalah trik buaya seperti orang bilang.

Dorr!!

Pistol lolos dari trik yang dilakukan perempuan itu mengenai perutnya. Perempuan itu mulai melambat dari yang tadi

"Sial!" Umpat perempuan itu.

Perempuan itu begitu panik, Ia berlari tanpa arah yang jelas. Ditengah paniknya, Ia merasa keberuntungan berada pada pihaknya. Tepat di kejauhan, Ia melihat siluet rumah kecil. Perempuan itu segera menuju ke rumah yang ia lihat. Walau itu resiko besar, tetapi ia terluka. Ia juga merasa akan aman bersembunyi di sana.

"Ayo anak-anak waktunya makan " ucap remaja laki-laki yang sedang memegang piring berisi makanan makan malam.

" ada orangnya ternyata..." ucap nya Perempuan itu pelan sambil mengintip isi rumah kecil tadi.

Perempuan itu tidak mau melibatkan mereka, Ia juga merasa bahwa apa yang ada didalam rumah itu sama dengan dirinya, Tidak memiliki keluarga. Ingin pergi, namun orang yang mengejar dirinya sudah dekat dengan posisi saat ini.

Dengan terpaksa ia bersembunyi di tempat cucian rumah itu yang berada diluar.

"Menghilang..." ucap Prajurit yang mengejar perempuan tadi.

" sfxx, lapor napi 1 menghilang dari pandangan kami komandan" Pengejar itu melapor ke komandannya menggunakan benda mirip walkie talking.

" sfxxx periksa sekitar, apa aja yang ada di sana"

Pengejar yang diperintah memeriksa disekitarnya,.Tak jauh dari posisi awal mereka, ia melihat sebuah rumah kecil.

" sfxx, komandan kami melihat rumah kecil yang mungkin isinya anak yang kehilangan keluarganya"

" sfxx periksa sekarang "

Karena perintah dari komandannya, mau tidak mau pengejar itu akan memeriksa rumah kecil yang dilihatnya. Tetapi, pengejar itu tidak akan memeriksa secara sembarangan. Ia akan meminta ijin terlebih dahulu kepada pemilik rumah.

Tok tok

"Iya sebentar" ucap pemuda didalam rumah itu, Ian.

" kalian lanjut makan aja ya.. Abang mau periksa dulu" mendengar suara ketokan, Ian pun akan menyambut siapa yang bertamu ke rumah kecil ini.

" ok kak!" Adik - adik Ian setuju dan mengijinkan Ian untuk meninggalkan mereka, karena mereka sendiri juga sudah lapar.

Ian melangkah ke pintu rumahnya. Apa yang pertama dilakukan Ian ketika tamu datang adalah mengintip melalui jendela.

"Haa..." Nafas berat ian keluarkan. Ian mengira sudah melupakan mimpi itu disaat masak tadi, nyatanya selalu saja datang yang mirip sekali dengan mimpi itu.

ian mengambil nafas sebentar dan mengendalikan raut wajahnya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Masih menggunakan celemek dapur.

"Maaf nak, maaf mengganggu waktu makan kalian, kami disini ingin mengeledah rumah ini karena Napi yang kami cari menghilang disekitar sini" perintah nya.

"Apakah anda melihat orang mencurigakan?" menanyakan kepada pemilik rumah.

" Maaf, saya kurang tau, kami sedari tadi hanya menikmati makan malam. Tidak ada yang keluar disaat jam seperti ini" Jawab Ian

"Baiklah, saya akan mengeledah. Bukannya saya tidak percaya dengan ucapan anda. Tapi, kami hanya melakukan tugas kami" Permintaan dari Prajurit itu.

Ian melihat kearah mbak Fia yang baru saja menghampiri mereka. Mbak Fia mengangguk kepala dengan arti mengijinkan mereka mengeledah rumah ini.

Orang yang didepan Ian pun memberi sinyal dengan tangannya, Ia menyuruh regunya untuk menggeledah rumah ini. Dan banyak prajurit yang masuk ketempat ini. Walau menggeledah, namun mereka akan merapikan ruangan yang mereka periksa ke semula.

Anak - anak tentu takut ketika didatangi oleh orang pemerintah. Mbak Fia segera menenangkan mereka, Mbak juga menyuruh adik - adik Ian tetap melanjutkan makan malamnya dan mengabaikan orang pemerintah itu. Begitu ada usaha untuk membuat mereka percaya, hingga akhirnya mereka melanjutkan makan malam karena personil prajurit menenangkan bahwa mereka adalah orang baik.

"Pak, disini aman, tidak ada mencurigakan" lapor rekan Prajurit yang diperintah untuk mengeledah.

"di sekitar luar juga aman" lapor yang lain juga.

"Baiklah, terimakasih laporannya. dan kamu dek, kalau ada melihat orang itu tolong lapor ke kami. Terima kasih atas kerja samanya" perintah prajurit depan Ian

"Baiklah pak, terimakasih kembali" jawab Ian.

" kalian semua ayo bubar, cari lagi" Lanjut perintahnya. Mereka pun pergi meninggalkan rumah Ian. Mungkin akan lanjut ke tetangga Ian yang berada di sana.

Petugas itu meninggalkan rumah kami, untung ini hanya pemeriksan saja, bagaimana jika napi itu betulan kesini? Aku bisa membayangkan anak-anak sini akan disiksa karena dicap memberontak jika napi itu ada kaitan dengan orang atas.

Haa.. Haa terdengar suara sesak di pendengaran Ian. Ian kembali lagi untuk tidak lega bahwa semuanya selesai.

"He? Tidak mungkin betulan kan?!"Ian panik. Ian ingin pura - pura untuk tidak mendengar suara apapun. Namun

Haa.. Haa

suara itu seakan ingin meminta pertolongan, Seakan - akan ia terluka.

Ian mengikuti suara nafas itu, Suara yang mengiring Ian ketempat cuciannya. Ian sekarang tau mengapa mereka tidak menemukannya karena tempat cucian itu memang cocok untuk bersembunyi. Tempat persembunyian Ian jika ingin kabur.

Ian melihat asal suara itu. Suara yang berasal dari perempuan yang lagi - lagi sama dengan mimpinya. Perempuan cermin.

Ian memerhatikan seksama dengan bersembunyi, tampak bahwa ia terluka pada bagian perutnya.

"A-akhirnya Me-mereka Per-gi juga" Ucap perempuan itu terbatah - bantah.

Clekk

Suara pijakan ranting kayu.

Perempuan itu kembali bersifat waspada.Ia tahu bahwa masih ada orang di depannya.

"Ranting kayu sialan!" Kutuk Ian dalam hati pada ranting kayu yang baru saja ia pijak.

Ian pun dengan cepat menuju ke persembunyian perempuan tadi, Ian hanya ingin menolong ia karena terluka cukup parah. Tetapi perempuan itu sudah tidak terlihat lagi.

Ian mencari keberadaan perempuan itu disudut manapun. Ketika Ian mencari, seketika udara dingin menyengat pada leher Ian.

"Dibelakang!"

BHUSS

"Jangan bergerak!"

#bersambung

Part 3 : Membantu Orang Yang Di Incar REVISI

"Jangan bergerak."

"Percuma kamu bergerak, itu akan memperparah lukamu sendiri" Perintah Ian. Untung saja Ian menyadari lokasi dia terlebih dulu. Perempuan itu nampak pucat karna kekurangan begitu banyak darah.

"Tenang,aku bukan mereka.biarkan aku menyembuhkan mu." Ian mencoba menenangkannya.

Perempuan itu pun menjadi tenang dan merilexkan tubuhnya. Ian sandarkan dia di  tembok terdekat. Ian bisa melihat luka perempuan itu lebih jelas.Luka yang berada pada perut perempuan itu. Ian segera memegang perutnya untuk ia  sembuhkan menggunakan anugerah Ian.

"Transfer" Ucap pelan Ian. Tanpa Ian sebutkan pun Ian bisa menyembuhkannya, namun ini selalu hal spontan bagi Ian.

Cahaya muncul di antara tangan Ian dan perut perempuan itu.  Perlahan luka perempuan itu pun segera menutup.

Biasanya orang lain akan terkejut jika luka mereka menutup saat Ian memegangnya.Namun, perempuan itu hanya menampakkan ekspresi kosong saja atau mungkin dari awal dia memang terkejut tetapi Ian tidak menyadarinya.

"Kenapa menolong ku?" Dia bertanya pelan.

"Apa salahnya menolong? Kamu juga Anugerah kan? Bukankah kita harus saling menolong?" Menjawab pertanyaan Dia. Perempuan itu tak merespon, Dia sepertinya sudah  mengerti dengan jawaban yang Ian berikan.

Tetap saja akan ada bayarannya jika menggunakan anugerah pada setiap individu. Luka gadis itu memang sudah sembuh, namun luka itu  berpindah ke Ian. Darah mulai mengalir di tubuh Ian karna luka yang terbuka pada perutnya. Berkat kemampuan regenerasi Ian, Ian bisa pulih dengan cepat dengan rasa sakit yang membekas.

"Oke sudah sembuh,apakah kamu masih ada tenaga untuk berdiri?"

Perempuan itu mengikuti arahan nya. Ian membersihkan pakaian dirinya dan membawa Perempuan itu  masuk ke kamar Ian  melalui jendela yang tepat di belakang mereka. Untungnya posisi mereka  berada di belakang kamar Ian. Ian pun membuka jendelanya dan membantu  perempuan itu untuk masuk.

"Entah kenapa seperti menyulik anak orang ya" Benak Ian.

Perempuan itu kini sudah berada di dalam kamar Ian. Ian tidak ikut masuk ke kamarnya melalui jendela, tetapi kembali ke dalam rumah lewat pintu depan. Adik-adik Ian masih menunggu Ian di ruang tamu.

"Abang ada apa??"

"Kenapa paman itu memasuki rumah kita??"

"Bang bang"

Puluhan pertanyaan yang dilontarkan oleh adik - adik Ian ketika melihat Ian di sela pintu masuk.

"Tidak apa , semua aman. Kita lanjutkan  makan malam kita"  Ian tidak ingin Adik-adiknya memikirkan kejadiannya tadi. Cukup Ian dan mbak Fia yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

" Dia bisa menenangkan diri' Ucap Ian dalam hati sambil melangkah ke ruang makan yang tertunda sesaat.

...

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 9, menandakan bahwa sudah waktunya tidur malam.

"Waktunya tidur semua!" Perintah mbak Fia sehabis melihat jam dinding.

"Ah Ibu! Kenapa selalu mengganggu kami lagi asyik main!" Ucap Rere keras.

"Rere jangan tidur kemalaman! Dan yang lain cepat tidur,jangan melawan !" Bantah mbak Fia. Mereka ketakutan di saat mbak Fia marah dan segera menuju ke kamar masing-masing dengan berlarian.

"Ian kamu juga ke kamar sana, mbak tadi sore dikasih tau sama guru kamu kalau kamu suka ketiduran dikelas" Ucap mbak Fia.

"Iya mbak, tapi nilai Ian masih aman." Ucap Ian membela dengan senyum candanya.

"Walau aman atau tidak, jangan suka tidur di kelas Ian. Jangan mengada - ada sambil senyum cenge- ngesan"

"iya-iya" Melangkah menuju kamar.

Ian  membuka pintu kamar di. Ian melihat Perempuan itu sedang bersandar pada kasur Ian sambil menutupi perutnya karena pakaian yang ia kenakan sudah terurai.

"ini pakaian untuk mu, ganti. Tidak mungkin kamu tidur dengan keadaan seperti itu. bahaya walau aku tidak melakukan" Sambil menyerahkan pakaian pria yang  Ian ambil dilemarinya. Tentu Ian peka apa yang dibutuhkan olehnya.

Ian kembali keluar dari kamarnya supaya perempuan itu bisa berganti pakaian. Mbak Fia sempat berkomentar kepada Ian mengapa masih belum masuk kamar dan menunggu di depan pintu Ian.

"Kenapa kamu masih didepan pintu seperti itu?"

"Barusan melihat ada serangga di kamar, itu membuat ku terkejut" Bohong nya.

"Sudah Sekolah Tingkat atas, hal seperti itu takut. Ada ada aja kamu" Mbak Fia masih heran bahwa anaknya masih takut hal seperti itu.

"Ya gimana lagi, mbak bagus kekamar aja, nanti masuk ke kamar kok Ian. terkejut aja tadi" Ucapan halus untuk membuat Mbak Fia pergi.

Mbak Fia tanpa curiga kepada Ian, Ia segera menuju kekamarnya. Wujud Mbak Fia sudah tidak terlihat lagi pada lorong rumah ini. Ian menghela nafas dan duduk di depan pintu kamarnya.

"Apakah sudah selesai?" Tanya Ian bertanya pelan kepada perempuan yang berada di balik pintu. Tidak ada jawaban yang keluar. Ian kembali menatap langit atap untuk mengisi waktu nya.

"Kamu bisa masuk" Suara dibalik pintu itu. Suara begitu pelan namun terdengar jelas.

Ian kembali masuk ke kamarnya, membutuh kan waktu 15 menit untuk menunggu perempuan itu sudah bersiap. Dia yang menggunakan pakaian merah, kini sudah menggunakan kaos hitam berlengan panjang dan celana hitam milik Ian.

Pakaian yang cocok bagi Ian karena begitu terpadu dengan rambut perak dan mata merahnya. Ian tau bahwa dia bukan termasuk orang disekitar sini. Begitu jarang memiliki rambut perak seperti perempuan, walau Ian juga memilikinya secara alami dari lahir.

"Anggun" Ucap ian pelan, Ian melihat aura anggun dari dia.

"Terima kasih"  ucapan balasan yang perempuan itu lontarkan dengan tatapan kosong.

Keheningan kembali menguasai situasi. Memang sewajarnya bahwa hening menjadi tokoh utama pada situasi seperti ini.

"sudah malam, tidur saja dikasur. Aku akan tidur dibawah" Ucap Ian yang mengakhiri keheningan itu. Memang seharusya tidak ada topik pada hari ini, Apalagi melihat tatapan kosong pada perempuan itu. Dia juga hanya diam dan mengikuti Ian.

Suara jangkrik di sekitar rumah terdengar dan itu bagaikan musik hening yang bisa membuat orang tertidur dalam sekejap. Malam pun berakhir.

*****

Kukuruyu

Suara ayam sudah terdengar, walau cahaya matahari belum terlihat sepenuhnya, Ian harus segera bangun untuk melakukan reunitas biasanya, sekolah. Ian sempat bingung kenapa Ia bisa tidur dilantai,namun ketika melihat ada orang pada kasur nya, Ian mulai mengingat kejadian kemarin.

Ian tidak ingin membangunkannya karna yakin bahwa perempuan itu lelah dalam pelarian kemarin. Ian pun keluar dengan membawa pakaiannya yang akan dikenakan dan pergi ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri.

Kegiatan pagi dilakukan seperti biasanya, semuanya menikmati makanan masing-masing. Selesai melakukan kegiatan pagi, Ian juga berangkat ke sekolah. Tidak lupa, Ian membawa makanan ke kamar untuk gadis merah yang masih tertidur di kamarnya.

....

Perjalanan Ian ke sekolah seperti biasanya, tak ada kegiatan yang berubah pada masyarakat sekitar. Kecuali para aparat yang sedang mengawasi lingkungan ini.

"Lapor pak, di daerah B belum ada tanda kehadiran nya" Ucap Prajurit yang melapor ke atasannya.

"Cari lagi" balasan si Atasan.

Ian  yang baru saja  melewati prajurit yang melapor itu, Ian bisa mendengarkannya.Dalam benak, Ian mulai berpikir bagaimana cara menyembunyikan perempuan yang ada dirumahnya, Pasti tidak akan selalu aman untuk dia apalagi Ian yang membantunya.

"Pagi Ian" Sapa Hiro yang membuyarkan lamunan Ian.

"Pagi" balas Ian.

"Jangan baca pikiran ku "Lanjut Ian.

"Sudah terlanjur"

"Yah,Jadi bagaimana pendapat mu? " Ian kesal dengan kebiasaan ini.Hiro. Namun karna juga ingin mencari solusi kedepan. Ian mengesamping kan rasa kesal itu.

Hiro sedang berpikir untuk memberi solusi kepada temannya ini. Namun Hiro menggelengkan kepalanya.

"Sudah ku duga. Rencana awal ku, aku akan membawa gadis itu ke rumah lama ku. Tak mungkin akan tetap berada di rumah ku yang sekarang. Jika dibiarkan ia menetap disana, pasti akan menjadi hal yang buruk" Ian menjelaskan panjang lebar walau sudah tau bisa menyuruh Hiro untuk membaca pikirannya.

"Apa yang membuat mu melakukan hal ini semua? ini ada resiko nya Ian " Tanya Hiro khawatir bahwa identitas Ian sebagai Anugerah juga ketahuan.

Ian menanggapi pertanyaan Hiro dengan senyum kecil saja.

"Nanti ku kasih tau" Sayang sekali Ian tidak bisa memberi jawaban kepada Hiro.

" Oke, nanti aku akan berusaha untuk membantu" Hiro melangkah jauh.

Ian berjalan memasuki  ke kelasnya. Tidak ada yang berubah, semua sama seperti biasa. namun, dengan tambahan orang yang bukan warga kelas ini.

"Ian" Sapa Tari seperti biasa.

"Hy Tari"

"Oi Ian, apa imajinasi ku saja ya? Kelas semakin rame" Tanya Tari.

"Kau tidak berimajinasi ri, mereka memang bukan penghuni kelas ini" jawab Ian sambil merapikan meja.

" he...fyuhhh baguslah, aku tidak gila sendiri dapat halusinasi seperti ini " balasnya senang.

Tak lama, guru pun datang. kehadirannya orang itu, dianggap  normal  seolah mereka tidak ada oleh penghuni asli kelas ini. karna tanggapan kelas Ian normal, maka Ian tidak mempertanyakan lebih lanjut dan ikut menanggapi orang baru itu memang tidak ada.

****

Waktu  sudah berlangsung lama,bel pulang pun berbunyi. sore ini, Ian akan bersiap siap untuk membawa Gadis Merah itu pergi. Selama perjalanan pulang ke Panti, Ian terus berlari.

" Hei! Liat paka mata dong!"Ucap abang kelas yang tak sengaja Ian tabrak.

"Maaf bang" Ian berbalik sebentar lalu kembali berlari.

"Aku harap Gadis itu tidak ketahuan, aku benar benar tidak mau Panti terlibat"Entah apa yang merasuki Ian, Ian yakin bahwa dia sudah bersikap tenang, namun perasaan ini seakan- akan bahwa ada sesuatu yang aneh.

Sekitar 5 meter Panti sudah terlihat,Ian melambatkan langkahnya.

"Aku pulang"  Ian ucapkan kata yang selalu diucapkan saat sampai rumah. Pandangan yang Ian lihat adalah mbak Fia yang melototi ke Ian, wajahnya berekspresi marah.

"Mbak? " sambil  tersenyum canggung.

"Kamu tau apa resiko yang kamu lakukan ini Ian?! " tanya marah mbak Fia.

Belum sempat Ian untuk menjelaskan, ada yang memanggil pemiliki rumah ini dari luar.

" Permisi " suara orang yang diluar rumah.

Ian dan mbak Fia pun keluar dari rumah. saat mereka  sudah diluar, Ian melihat 3 prajurit berada di depan rumah mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!