Penjelajahan Prajurit Waktu
"Kawk...kawk..." suara burung di kejauhan menerpa kesadaran seorang pemuda. Saat ini dia secara tak sadar sedang berdiri di samping reruntuhan bebatuan di sebuah planet. Matanya menyapu memandang kejauhan. Planet yang di dominasi warna orange itu sebagian besar hanya diisi bebatuan, beberapa hewan terbang dan beberapa serangga kecil yang ukurannya tak lebih panjang dari telapak kakinya.
Pemuda itu menarik satu sisi kaca dari perangkat pintar di samping matanya. Seketika kaca itu menampilkan data mengenai apa saja yang dilihatnya.
"Neron, dimana aku...?" tanya pemuda itu ke perangkat pintarnya. Namun tak ada jawaban terdengar di telinganya.
"Sial, apa ngadat lagi...?!" gumamnya. Tak ada pilihan, pemuda itu mulai berjalan tak tentu arah. Walau planet kecil itu berwarna orange, pemuda tersebut tidak merasakan panas. Menurut pengetahuannya mengenai luar angkasa seharusnya orange menandakan ketandusan sebuah planet. Namun perkataan guru dan ortunya selalu melintas di pikirannya, "Tak semua planet memiliki properti elemen yang sama..." gumam pemuda itu sambil mengikuti ucapan gurunya ketika dia masih sekolah.
Pemuda itupun berjalan kembali namun lebih berhati-hati. Beberapa serangga yang dilihatnya memiliki ciri khas sangat berbeda dari planet asalnya. Ada yang bertanduk ke samping, atau berkepala dua. Sekitar lima menit dia berjalan menuju satu arah, kepalanya tiba-tiba terasa nyeri.
"Arrghh..." geram pemuda itu. Rasa sakit itu begitu menyengat hingga dia jatuh terkapar dengan lutut menghantam tanah lembut itu lebih dulu. Barulah dia pingsan.
-----
"...memori mimpi tersimpan untuk sementara. Apakah anda ingin melakukan penyimpanan secara permanen, Tuan Muda Einstein?" suara lembut AI terdengar di telinga pemuda itu. Dia pun tersadar dan dirinya baru ingat bahwa dia sedang menjalankan proses hiatus singkat untuk pemulihan otaknya yang telah bekerja lama di laboratoriumnya.
"Lakukan, Neron..." sahut pemuda itu. "Mimpi yang aneh...tapi aku harus selalu memonitor keanehan ini..." gumamnya.
"Perintah diterima" ucap Neron si AI wanita tersebut. Pemuda itu, Valendro Einstein, kini menjabat sebagai Kepala Laboratorium di kota Vischala, planet Ring'o'Dawn. Dia bangun dari ranjang khususnya dan berjalan menuju jendela kantornya. Matanya menutup dahinya mengernyit mengingat kembali mimpinya yang terakhir.
Sepanjang hidupnya dia tak pernah mengetahui planet seperti itu baik dari didikan neneknya maupun dari sekolah. Neneknya, Merry Einstein adalah mantan kepala Laboratorium tersebut. 50 tahun berlalu sejak terakhir neneknya menjabat, hanya Valendro-lah cucu Merry yang memiliki minat terhadap penjelajahan antariksa seperti neneknya. Valendro memiliki dua saudara kandung, Sivilia dan Gredinska. Dua kakak perempuannya itu lebih berminat meneruskan usaha ibunya. Yaitu kosmetik dan fashion. Kedua orang tua mereka bertiga telah meninggal lebih awal. Merry, sebagai neneknya hanya bisa pasrah dan bersyukur cucu-cucunya sudah mandiri.
"Tuan Muda Einstein, Nona Duweina tiba di depan kan-"
"Mute." potong Valendro cepat. Tiba-tiba saja pintu kantornya dibuka begitu saja oleh seorang wanita beberapa tahun lebih tua darinya. Wanita itu berkulit merah, bertampang beringas, namun dia nyengir lebar ketika melihat Valendro.
"Yo, dro! Sibuk ga nih?" serunya sambil berjalan lantang ke arah Valendro. Pemuda itu menatapnya malas.
"Ada apa, Kak Wein? Data orang yang kukirim, apa sudah kakak temukan orang-orangnya...?" tanya Valendro sembari bersikap profesional. Wanita itu mengerucutkan mulutnya, namun detik kemudian dia kembali nyengir dan merangkul cepat bahu Valendro.
"Santai, saudaraku. Gue kesini ga cuma buat urusan kerjaan! Lo belom makan siang kan?" Valendro diam saja, tapi dia hanya mengangguk pelan setelahnya. Duweina sudah seperti tante sekaligus kakaknya, karena wanita itu adalah anak termuda dari istri kakeknya yang lain. Duweina lahir ketika istri kakeknya yang seorang Saturnian itu telah berusia 124 tahun. Karena itu wajar tak lama setelahnya istri kakeknya itu meninggal.
Sejak itulah kakek Valendro, Duron, memberi amanah ke Valendro dan kedua kakaknya untuk menerima Duweina seperti saudara sendiri walau tingkat generasi mereka berbeda setingkat.
Mereka berdua pun meninggalkan kantor sambil Duweina mengamit tangan Valendro kuat. Pemuda itu agak meringis, namun dia dalam hati tertawa memahami Duweina.
"Kak, makannya yang sesuai seleraku ya, jangan seperti yang sebelumnya..." ucap Valendro sambil mukanya meringis memohon. Duweina hanya tersenyum lebar sambil terus melangkah lebar menuju kantin karyawan.
Beberapa pekerja muda-mudi yang mereka lewati menatap iri. Karena baik Valendro maupun Duweina memiliki ketampanan dan kecantikan diatas rata-rata penduduk Saturnian. Valendro yang neneknya dan ayahnya adalah penduduk Neo-Gaia. Sementara Duweina, wanita kekar berkulit merah, namun wajahnya bak pinang dibelah dua dengan ibunya, Midara. Hanya saja fisik Duweina lebih gempal dibandingkan ibunya yang bak body-builder.
"Permisi, gue pesen-"
"Nasi goreng satu. Dan, Kak Wein..?" potong Valendro sambil nyengir menyindir. Dia tak mau lagi dipesankan makanan aneh-aneh dari saudara beda generasinya itu. Duweina hanya menatap pemuda itu tak percaya sesaat, sebelum dia pun pesan makanan yang lain. Robot Android penerima pesanan pun tersenyum singkat, mengangguk dan gegas memproses pesanan mereka berdua. Valendro dan Duweina memilih tempat duduk agak jauh dari kasir untuk menghindari banyak tatapan dari pekerja lain.
"Anjirlah, lo cepet bener sekarang motong kata-kata gue" seru Duweina namun dia tersenyum bangga. Valendro mengabaikannya dan mulai melanjutkan pertanyaan pekerjaan saudaranya itu.
"Sudah. Jadi gimana data-data kemarin, kak?"
"Mck... Makaria udah deal, dia sekarang tinggal di rumah tante Sam. Tapi..." sahut Duweina, namun dia mengakhiri dengan nada ragu.
"Kenapa dia cepet dipanggil sih? Gue rasa dia baek-baek aja di Neo-Gaia, kan?" tanya Duweina sambil mengernyit.
"Masalahnya relasi counterpart-nya sudah curiga, kak. Ga bisa kan kita ambil resiko mereka benar-benar bertemu muka? Nanti kaunsel waktu mulai rewel lagi." jawab Valendro santai.
"Secepet itu ketauan?" tanya Duweina tak percaya. Valendro mengeluarkan semacam pamflet smart berukuran kecil dari sakunya. Diutak-atik sebentar, lalu memperlihatkan sebuah log percakapan berupa suara pemuda dengan seorang gadis. Duweina mendekatkan pamflet kecil itu ke telinganya dan mendengarkan dengan seksama.
Air mukanya dari mengernyit tak percaya jadi lemas dan malas. Dia segera menghentikan log audio itu dan mengembalikannya ke Valendro.
"Perseptif sekali kakak counterpart-nya Makaria. Huff...tak menyangka orang Neo-Gaia secepat itu curiga.." ucap Duweina agak berbisik, karena dia tahu beberapa staf laboratorium itu juga berasal dari planet tersebut. Valendro mengedikkan bahunya. Tak lama, makanan mereka pun tiba.
Valendro mengerling pesanan Duweina yang tampak seperti nasi dengan lauk cah cumi agak lebih berlendir dari normalnya sayur cah. Sedikit menegukkan ludah ngeri, dia pun fokus ke makanannya sendiri. Yaitu nasi goreng ala Neo-Gaia.
"Oh iya, bagaimana dengan robot itu? Apa dia sudah siap?" tanya Duweina tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments