< Ring'o'Dawn. Tahun 445. Pedesaan Gikhylo >
"Hmm...disini kah? Semoga ga ada masalah..." gumam Duweina, langkah berat namun lincahnya mengiringi sembari dirinya menatap palang sebuah desa kecil jauh di selatan planet tersebut. Dirinya saat ini sedang ditugaskan merekrut seorang Elf, yang menurut info Valendro, sudah konfirmasi akan ikut dalam Ekspedisi Serenium.
Kulit merah Duweina tampak berkilat seksi, figurnya yang bongsor serta rambut ponytail berwarna agak pirang, membuat manusia normal tidak akan ada yang berani mendekatinya (seperti Bl*nka dari game berantem namun versi cewe dan berkulit merah). Dirinya berusaha mengenakan pakaian sesantai namun seformal mungkin. Namun tampaknya tetap saja membuat pria di desa tersebut agak kaget.
"Oy, gue cari Elf namanya Osayr? Lo kenal?" tanya Duweina berusaha memasang wajah datar, namun malah terlihat dingin di mata salah satu pria Elf tersebut.
"Eh? Osayr? Err...Osayr yang itu?" celetuk si pria Elf ingat akan seseorang.
"Itu mana? Mana gue tau yang lo maksud?" sahut Duweina gusar. Pria Elf itu berjengit sejenak, dia tampak berpikir.
"Em...coba kamu datang ke rumah tetua disana itu..." ucap pria Elf tersebut berusaha menormalkan nada suara Duweina yang terkesan seperti teriakan. Gadis itu hanya mengangguk singkat dan berjalan berat ke arah rumah agak kumuh namun paling besar di desa itu.
*dok...dok..dok..!* "Permisi!" sahut Duweina pelan namun terdengar kasar sambil menggedor. Seorang pria Elf lebih tua segera membuka pintu. Terlihat Elf ini memang pantas disebut Tetua, karena penampilannya yang, walau elegan dan awet muda, namun sedikit kerut halus di wajah dan rambut agak kurang disisir membuatnya tampak seperti Elf versi miskin.
Sejenak Duweina tertegun, namun tetua Elf itu segera bertanya dengan nada tegas.
"Ada perlu apa Saturnian kemari pagi-pagi?" ucapnya agak ketus. Namun Duweina malah nyengir sambil memperlihatkan sebuah smart pamflet dengan bordir resmi Kaunsel Waktu.
"Ah...kamu mencari Osayr kah?" ucap tetua dengan nada lebih sopan sekarang.
"Ya benar, pak. Apakah dia sudah siap?" jawab Duweina masih sambil nyengir. Tetua Elf itu mengajak Duweina duduk di ruang tamunya. Wajahnya saat ini sulit digambarkan menurut pandangan Duweina. Antara lega namun juga sedih.
"Apakah Kaunsel Sejarah yakin dengan keputusan ini? Pemuda itu....agak bermasalah dengan kehidupan sosial maupun dirinya sendiri..." ucapnya pelan. Namun Duweina, yang telah diingatkan akan topik seperti ini oleh Valendro, tersenyum tipis dan menjawab,
"Tak usah khawatir, pak. Kami sudah yakin, dan apakah benar kalian tidak ingin Osayr kembali...?" tanya gadis itu dengan nada seminimal mungkin kesinisannya. Dia tahu warga desa tersebut sangat mengasingkan pemuda tersebut.
"Bukannya kami ingin mengusirnya! Hanya saja, kepandaian pemuda itu, diluar nalar standar Dark Elf disini. Jadi kami rasa...." sanggah tetua Elf mengakhiri dengan pelan.
"Tenang saja, pak. Kami akan menjelaskan ke pemuda itu dengan seminimal mungkin dirinya takkan melupakan tanah kelahirannya." ucap Duweina kini terlihat profesional. Maka setelah tetua menjelaskan banyak hal terkait Osayr, diapun segera menggambarkan peta, serta menunjukkan secara gamblang arah jalan ke tempat Osayr berada.
Dengan cekatan, Duweina segera pamit dan berangkat mengikuti petunjuk yang dimaksud. Jalan yang ditempuh Duweina lumayan jauh, sekitar 2km di sebelah barat desa tersebut. Namun kemampuan atletik gadis itu membuatnya sama sekali tidak kelelahan. Hingga akhirnya dia tiba di-
"Bused....?!" celetuknya terkejut. Ternyata Osayr tinggal disebuah goa dipinggiran hutan belantara. Mengernyit sejenak, gadis itupun segera melangkah. Namun baru sekitar lima langkah, dia segera melompat mundur.
*Zzzingg!* sebilah tombak terbang dan menancap di tanah tadi kakinya berpijak.
"Woy, Osayr. Gue bukan makanan lo!" seru Duweina kesal. Namun pria yang dimaksud baru saja membuka pintu goa dengan tampang ngantuk.
"Sori, cewek. Itu jebakan buat binatang liar. Jarang aku terima tamu dari kota...hoaaamm..." jawabnya malas. Walau baru bangun, kesan Dark Elf dari Osayr masih jelas. Dengan kulit biru cerah dan wajah tampan level Elf, namun saat ini pemuda itu mengenakan piyama yang sudah robek sana-sini.
Gusar, Duweina mendatanginya cepat dan menyerahkan smart pamflet yang tadi dia perlihatkan ke Tetua Elf. Osayr tampak terkejut setelah menangkap pamflet tersebut.
"Ini beneran? Kukira cuma bohongan...?!" tanya Osayr polos.
"Ih! Lo liat lah anjir, stampel resmi dan plakatnya!" ucap Duweina garang.
"Eh...maksudku bukan dokumennya yang bohongan. Tapi sebulan lalu aku terima berita ini dari desa. Jadi kukira mereka hanya iseng..." ucap Osayr salah tingkah. Dia dan Duweina pun segera mendiskusikan aturan dan peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk dibawa saat penjelajahan nanti.
"Dan inget! Lo jangan macem-macem bernuansa kriminal di pesawat nanti!" ucap Duweina tegas lalu berlalu meninggalkan pemuda itu. Osayr tertegun sejenak sambil senyum tipis mengembang.
****
< Ring'o'Dawn. Tahun 445. Saturnian City >
Di sebuah restoran sekitar satu jam dari tempat kerjanya, Valendro sedang berdiskusi seru dengan dua kakak perempuannya, Sivilia dan Gredinska. Kedua wanita itu walaupun tidak tertarik dengan pekerjaan adiknya, namun untuk curhat psikologis, mereka merasa hal ini harus diutamakan. Ini juga amanat nenek mereka, walau Merry belum meninggal, tapi beliau berharap ketiga bersaudara itu tetap akur satu sama lain.
"Jadi maksudmu, kamu butuh data tambahan soal kakek Duron?" tanya Gredinska yang bertubuh tinggi dan langsing serta berkacamata. Valendro mengangguk.
"Apa kakak-kakak ada info kenalan kakek atau data tersembunyi yang mungkin belum Val denger?" tanya Valendro balik, sekarang menatap Sivilia. Wanita berparas lebih pendek namun tetap langsing tanpa kacamata. Kulit Sivilia agak sedikit pink cerah karena masih ada gen Duron seorang Saturnian, membuatnya tampak seperti hybrid campuran tercantik di kota tersebut.
"Kakek ada kenalan tapi entah apa robot itu masih ada atau ga? Apa menurutmu itu cukup?" sahut Sivilia yang agak ragu.
"Maksud kakak dua robot yang pernah bekerja di rumah Duweina? Itu sih udah..."
"Bukan. Robot yang bekerja cukup loyal sejak project awal ekspedisi pertama kakek!" sanggah Gredinska yang paham maksud Sivilia. Valendro tampak berbinar, pandangannya berpindah-pindah ke kedua saudarinya itu. Mulutnya membentuk O seolah dia terlupa hal esensial yang seharusnya dia lakukan sejak awal.
"Wah! Boleh tuh! Dimana robot itu?? Dan siapa namanya?" sahut Valendro cepat. Sivilia mengeluarkan Tablet-nya, dia lalu memeriksa Project Elysium yang dulu pernah dipimpin kakeknya.
"Ini dia nih. Dua robot itu, Rika dan Berliana. Rika, kau tau sendiri rada ngaco dan sekarang kerja dengan istri kakek pertama, Axilia. Sedangkan Berliana..." mata Sivilia terbelalak, membuat Valendro penasaran.
"Kenapa dengan dia, kak?"
"Kenapa robot ini bekerja di tempat beginian...?!" mata Sivilia mengernyit ngeri. Valendro dan Gredinska saling pandang bingung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments