Bagian 2: Sense of Betrayal, part 3

Jam sekolah selesai pukul tiga sore, setelahnya para siswa-siswi diperbolehkan untuk mengikuti klub ekstrakurikuler, atau, bagi anak baru diperbolehkan untuk melihat-lihat sebelum akhirnya memutuskan akan bergabung dengan klub mana pada Senin depan. Namun tidak bagi Savier dan ketiga rekan sekelasnya, mereka tidak mau menerima nasihat penuh cinta bu Hellish esok harinya atau dipanggil melalui pengeras suara, karenanya mereka harus mampir dulu ke ruang bahasa dimana bu Hellish berada, lebih cepat lebih baik.

Gedung sekolah tiga lantai ini, atau yang lebih dikenal sebagai gedung umum, berbentuk huruf C dengan sebuah bangunan empat lantai (gedung khusus) berdiri terpisah membentuk garis lurus antara bagian kanan huruf C dengan bagian kiri huruf C. Ada tiga koridor yang menghubungkan bangunan tiga lantai dengan bangunan empat lantai: satu berada tepat di samping kelas Savier, satu berada di sisi lain kelas Savier, sedangkan satunya lagi terhubung langsung dengan ruang masuk gedung tiga lantai ini. Ruang yang sedang dituju Savier dan koleganya, ruang bahasa, terletak di lantai dua di gedung empat lantai itu. Membutuhkan kurang lebih tiga menit dari kelasnya untuk sampai ke sana, sebenarnya bisa lebih cepat jika berlari. Namun, berlari di koridor mau pun dalam gedung sangatlah dilarang sekali; sama sekali tidak ada yang mau pergi ke guru konseling di hari pertama mereka ini.

Savier hendak mengetuk pintu kaca yang ditutupi gorden biru di hadapannya itu, namun niatnya langsung terhenti begitu melihat tulisan “Don’t knock, just come in!” terpajang rapi di tengah atas pintu. Tak ingin banyak menyia-nyiakan waktu, Savier langsung memegang gagang pintu dan mendorongnya pelan hingga pintu sedikit terbuka. Ia menyelipkan kepalanya guna memastikan keberadaan bu Hellish, barulah setelah melihat sosok bu Hellish duduk di depan komputer di ujung ruangan ia membuka lebar pintu dan memasuki ruangan. Gabriel, Elmira, dan Emi mengikutinya dengan tenang, mereka berempat langsung menyambangi bu Hellish yang duduk tenang memandang monitor komputernya.

“Ini modul berisi tugas dan tanggungjawab aparatur kelas beserta manfaat-manfaat yang bisa kalian peroleh dengan menyandang status tersebut,” ucap bu Hellish sambil menyerahkan sebuah modul pada Savier. “Di sini juga berisi tentang osis dan hal-hal penting lainnya yang harus kalian tahu, kalian berkewajiban untuk membuat anggota kelas setidaknya paham tentang hal-hal yang terbilang penting.”

Savier meraih modul yang disodorkan bu Hellish tersebut dan langsung membuka halaman pertamanya. Ini akan merepotkan, batin Savier, namun ia hanya menganggukkan kepalanya lalu menutup kembali modul itu dan kembali memandang bu Hellish.

“Kalian boleh pergi, Senin depan akan kita adakan pemilihan yang sebenarnya.”

Savier mengangguk. “Kalau begitu kami permisi, Bu,” ucap Savier sambil berbalik lalu bersama rekan kelasnya ia meninggalkan bu Hellish sendiri.

Begitu tiba di luar ruang bahasa, Elmira dan Emi langsung berpamitan pada Savier dan Gabriel, “Kami ingin melihat-lihat ruang klub,” kata mereka berbarengan. Baik Savier mau pun Gabriel sama sekali tak berniat untuk menghalangi mereka, jadilah keduanya berjalan berdua dan beriringan keluar dari gedung ini.

“Ayo ke perpustakaan, Ketua.”

Tanpa berhenti berjalan, Savier melirikkan bola matanya memandang Gabriel yang memandang lurus ke depan. “Jangan seenaknya memanggilku ketua, aku risih mendengarnya. Lalu, untuk apa ke perpus?”

“Kau adalah ketua kelas; selama kita berada di sekolah maka aku akan memanggilmu ketua.” Gabriel berkata sambil membetulkan posisi kacamatanya. “Dan alasan kita harus ke perpus adalah karena di sana ada mesin fotokopi,” lanjut Gabriel. “Kita bisa memfotokopikan modul itu di sana secara gratis, dengan begitu kita semua bisa membaca modul itu dengan lebih leluasa tanpa perlu repot-repot untuk menulis tangan poin-poin penting yang ada di modul.”

Savier tidak suka berjalan berdampingan dengan wanita, apalagi itu ke perpustakaan—tempat yang selalu memiliki nilai istimewa di mata Savier. Akan tetapi kali ini ia tak punya pilihan, Gabriel saat ini adalah teman seperjuangannya dalam mengatur kelas, ia tidak bisa menghindarinya begitu saja. Tentu saja ia bisa jika ia bersikeras, namun Savier mengerti akan tanggungjawab yang diamanahkan bu Hellish padanya. Gezz... ia jadi sedikit kesal kepada bu Hellish karena ini.

“Tentu saja, itu ide yang bagus, Gab.”

“Oh!” seru Gabriel sambil tersenyum ke arahnya. “Ekspresi wajahmu terlihat keberatan, kukira kau akan menolak, tapi syukurlah kau menerima saranku.”

“Hm,” hanya itu respon Savier, dan Gabriel pun tak berusaha untuk memaksanya merespon.

Mereka tak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di perpustakaan. Harus Savier akui kalau perpustakaan di sekolahnya ini jauh lebih baik dari sekolahnya yang lalu. Mulai dari layanan, fasilitas, pengunjung, dan bahkan luas ruangannya pun jauh mengungguli perpustakaan di sekolah menengah pertamanya dulu. Namun demikian, Savier yakin kalau dirinya akan tetap menjadikan perpustakaan sekolah menengah pertamanya dulu sebagai perpustakaan nomor satu baginya, karena tanpa perpustakaan itu maka belum tentu dirinya akan memiliki kenangan yang indah bersama Shona.

Ah…, berada di sini kembali mengingatkan Savier pada sosok Shona, kira-kira dia bersekolah di mana sekarang?

“Kau melamun, Ketua. Sedang memikirkan sesuatu…, atau seseorang, mungkin?”

Savier langsung menolehkan pandangannya pada Gabriel yang mengantre bersamanya di depan mesin fotokopi. “Kau sungguh berpikir aku punya waktu untuk memikirkan hal yang tak penting seperti itu?” respon Savier dengan ekspresi datar.

Gabriel tersenyum kecil mendengar respon Savier. “Ibuku seorang psikolog, aku belajar banyak darinya.”

Rona wajah Savier tetap tak berubah. “Oh,” responnya tidak terkejut sama sekali. “Mungkin kau keliru, sebaiknya belajar lagi yang banyak.”

Gabriel tak menghilangkan senyumnya, malahan kini senyumnya semakin melebar. “Apa perpustakaan mengingatkanmu pada sekolah menengah pertamamu?”

“…”

“…?”

Savier menghiraukan pertanyaan Gabriel dan langsung menyerahkan modulnya ke petugas perpustakaan setelah siswi yang mengantre di depannya tadi selesai. Sekilas ia dapat melihat senyum kearoganan di bibir Gabriel, namun Savier sama sekali tidak menanggapi hal itu. Gabriel adalah gadis yang merepotkan…, tapi ia harus mengakui kalau ia menyukai kepribadian gadis ini; dia siswi yang menarik. Tentu saja ia tidak tertarik dalam artian khusus; Savier hanya menyukai Shona seorang, dan ia tidak ingin menyukai orang lain seperti ia menyukai Shona; ia memiliki sebuah janji untuk dipenuhi.

Setelah selesai memfotokopikan modul, Savier langsung berbalik dan meninggalkan perpustakaan. Gabriel tidak mengatakan apa pun, ia hanya mengikuti Savier dalam diam. Beberapa menit pun berlalu, mereka berjalan beriringan memasuki gedung kelas lalu melewati ruang masuk gedung tersebut di mana loker sepatu terletak. Savier langsung melepas sepatu putihnya dan menyimpannya di loker miliknya, kemudian ia membawa keluar sepatu hitamnya lalu beranjak keluar dari gedung sekolah.

“Vier, tunggu!”

Dengan wajah malas Savier menghentikan langkahnya, “Ada apa lagi?” tanyanya agak malas.

“Ini hari pertama kita sekolah, mengapa kau sudah sebenci itu padaku?” tanya Gabriel sembari menghampiri Savier dan berdiri di sisi kirinya.

Savier tidak suka mendengar kata-kata yang baru saja dikeluarkan Gabriel. Meski ia tahu kalau Gabriel berbicara seperti itu untuk membuatnya merasa tidak enak seperti ini, namun tetap saja itu berpengaruh padanya. Gezz... karena inilah ia kurang suka berhubungan dengan orang-orang yang akrab dengan psikologi.

“Aku tidak membencimu,” respon Savier pada akhirnya.

“Kalau begitu kau menyukaiku?” tanggap Gabriel cepat. “Oh my..., aku tidak tahu kalau hanya sehari bersamaku sudah membuatmu seperti ini; tolong maafkan aku yang terlalu memukau ini.”

“…”

“…”

“Hmph, kalau tidak ada hal yang ingin kau bicarakan maka aku ingin kembali ke asrama.”

“Ee, ayo pulang.”

Savier mengerjapkan matanya beberapa kali begitu mendengar respon yang tidak ia prediksikan itu. Gabriel hanya tersenyum puas melihat ekspresi yang terlukis di wajah Savier, kemudian ia langsung melangkahkan kakinya mendahului Savier yang masih terdiam. Ekspresi Savier langsung berubah menjadi kesal begitu melihat tingkah Gabriel, namun ia tak bisa melakukan apa pun selain menghela napas kesal, sebelum kemudian menyusul Gabriel yang sudah berjalan duluan.

Total terdapat enam asrama di kompleks sekolah ini: tiga asrama siswi dan tiga asrama siswa. Setiap asrama dengan asrama lain memiliki jarak lebih dari dua puluh meter, sedangkan asrama siswi dan siswa terdekat dipisahkan oleh kantin yang cukup luas. Area sekolah dan area asrama berjarak dua ratus meter lebih, dan kesemua jalan yang akan menuju ke setiap gedung-gedung yang ada di sini bertemu di bundaran jalan. Dan ke bundaran besar itulah Savier dan Gabriel berjalan beriringan.

“Sepertinya kita harus berpisah di sini, tapi aku tak keberatan kok kalau kau mau mengantarku sampai ke depan taman dekat asrama.”

Savier hanya mendengus kecil mendengar ucapan Gabriel, ia langsung berjalan lurus ke arah jalan yang akan membanya ke asramanya.

“Oh ya, Vier, jangan lupa untuk berdoa semoga kita tetap menjadi pengurus kelas hingga semester ini berakhir, ya!”

“Tidak akan!” respon Savier secara spontan dengan tanpa menghentikan jalannya. “Aku akan berdoa semoga tidak ada satu pun yang akan memilihku nantinya.”

Waktu seminggu berlalu dengan cepat, dan kini tibalah saatnya melakukan pemilihan untuk menetapkan perangkat kelas secara permanen. Total siswa yang mencalonkan diri hanya seorang saja, tentu itu secara langsung akan membuat calon tersebut menjadi ketua kelas. Namun bu Hellish berkehendak lain. Karena yang mencalonkan diri hanya seorang saja, maka bu Hellish memutuskan untuk mengikutsertakan Savier sebagai calon ketua kelas. Tentu saja Savier merasa keberatan, namun pandangan tajam bu Hellish mampu mengurungkan niatnya untuk berkomentar, jadilah ia masuk ke dalam nominasi ketua kelas.

Proses pemungutan suara berlangsung tak lama, hanya kurang lebih sepuluh menit saja bu Hellish sudah selesai memutuskan siapa yang akan menjadi ketua kelas dan perangkat kelas lainnya. Dengan tenang Savier duduk siap mendengarkan pengumuman bu Hellish, ia sama sekali tidak khawatir jika dirinya akan terpilih. Jika dirinya saja memilih yang lain maka bagaimana mungkin banyak orang akan memilihnya? Hahaha.. aku pasti tidak akan menang!

“Kalau begitu pengurus kelas secara resmi sudah ditetapkan. Ketua kelas: Mustafa Savier, wakil ketua: Raphiela Gabriel, sekretaris: Elmira Rahayu, bendahara: Emi Amaya. Kalian berempat akan menjadi pengurus kelas hingga tahun ajaran ini berakhir, ibu harap kalian benar-benar menjalankan tugas yang diamanahkan kepada kalian dengan penuh tanggungjawab.”

Astagfirullah! Bagaimana ini semua bisa terjadi? Savier tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar dari bu Hellish, dan rasa tidak percayanya semakin meningkat begitu ia melihat hasil rekapitulasi suara kelas yang dihitung bu Hellish: sembilan puluh enam persen dari seisi kelas—sebanyak 24 orang—memilihnya sebagai ketua kelas. Artinya, selain dirinya, semua siswa-siwi di dalam kelas memilih dirinya. Ini tidak mungkin terjadi, ini pasti konspirasi!

Prok, prok, prok, prok. “Selamat, Ketua,” ucap Gabriel dengan senyum lebar penuh kemenangannya. “Semoga kita bisa menjadikan kelas kita sebagai kelas terbaik untuk dua semester ini!”

Ini benar-benar konspirasi! Melihat senyum penuh kemenangan yang menghiasi wajah cantik Gabriel, ini tak salah lagi pastilah konspirasi yang dilakukan gadis itu! Terdengar konyol memang, tapi Savier sangat-sangat yakin dengan pemikirannya ini, terlebih setelah melihat senyum penuh kemenangan Gabriel! Gadis itu hanya tersenyum seperti itu jika hal-hal yang direncanakannya terwujud—itu adalah kesimpulan yang ia ambil setelah mengenal gadis itu selama seminggu ini. Karena itu, tak salah lagi, ini semua adalah rencananya Gabriel—meskipun ia tak tahu apa yang sudah Gabriel lakukan untuk bisa mewujudkan semua ini.

“Ah, em, yeah.” Respon Savier pada akhirnya, pasrah; ia sama sekali tidak punya pilihan lain selain menjalankan perannya sebagai ketua kelas dengan sebaik mungkin.

Episodes
1 Bagian 0: Prolog
2 Bagian 1: In between Us, part 1
3 Bagian 1: In between Us, part 2
4 Bagian 1: In between Us, part 3
5 Bagian 1: In between Us, part 4
6 Bagian 1: In between Us, part 5
7 Bagian 1: In between Us, part 6
8 Bagian 1: In between Us, part 7
9 Bagian 1: In between Us, part 8
10 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 1
11 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 2
12 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 3
13 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 4
14 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 5
15 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 6
16 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 7
17 Bagian 2: Sense of Betrayal, part 8
18 Bagian 3: A Wavering Heart, part 1
19 Bagian 3: A Wavering Heart, part 2
20 Bagian 3: A Wavering Heart, part 3
21 Bagian 3: A Wavering Heart, part 4
22 Bagian 3: A Wavering Heart, part 5
23 Bagian 4: A Real Promise, part 1
24 Bagian 4: A Real Promise, part 2
25 Bagian 4: A Real Promise, part 3
26 Bagian 4: A Real Promise, part 4
27 Bagian 4: A Real Promise, part 5
28 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 1
29 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 2
30 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 3
31 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 4
32 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 5
33 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 6
34 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 7
35 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 8
36 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 9
37 Bagian 5: The Truth and Marriage, part 10
38 Bagian 6: Epilog
Episodes

Updated 38 Episodes

1
Bagian 0: Prolog
2
Bagian 1: In between Us, part 1
3
Bagian 1: In between Us, part 2
4
Bagian 1: In between Us, part 3
5
Bagian 1: In between Us, part 4
6
Bagian 1: In between Us, part 5
7
Bagian 1: In between Us, part 6
8
Bagian 1: In between Us, part 7
9
Bagian 1: In between Us, part 8
10
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 1
11
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 2
12
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 3
13
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 4
14
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 5
15
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 6
16
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 7
17
Bagian 2: Sense of Betrayal, part 8
18
Bagian 3: A Wavering Heart, part 1
19
Bagian 3: A Wavering Heart, part 2
20
Bagian 3: A Wavering Heart, part 3
21
Bagian 3: A Wavering Heart, part 4
22
Bagian 3: A Wavering Heart, part 5
23
Bagian 4: A Real Promise, part 1
24
Bagian 4: A Real Promise, part 2
25
Bagian 4: A Real Promise, part 3
26
Bagian 4: A Real Promise, part 4
27
Bagian 4: A Real Promise, part 5
28
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 1
29
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 2
30
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 3
31
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 4
32
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 5
33
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 6
34
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 7
35
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 8
36
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 9
37
Bagian 5: The Truth and Marriage, part 10
38
Bagian 6: Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!