ISTRI SIRI TUAN RIZAL
Dinda turun dari mobil karena tiba-tiba saja ban mobilnya meledak yang mana hal itu malah membuat Dinda tak bisa pergi ke pesta salah satu teman sosialitanya.
Terlebih lagi terik matahari yang sangat panas menyengat langsung kulit putih Dinda yang mana membuat kulitnya menjadi merah.
“Ya ampun, kenapa nasibku sial begini? Ban mobil meledak dan aku tidak jadi pergi ke pesta Rina,” ucap Dinda sambil terus berjalan menuju tempat yang menurutnya tidak panas.
Dinda terus berjalan, sampai akhirnya wanita itu tiba di sebuah kedai mie ayam yang terlihat sangat usang.
Seorang wanita berusia 50 tahun bergegas mendekati Dinda dengan senyum ramahnya.
“Mau pesan mie ayam, Mbak?” tanya Ibu Susi selaku penjual mie ayam.
Dinda menoleh ke arah wanita itu dan menatapnya dengan sinis.
“Memangnya siapa yang mau beli mie ayam jorok di warung ini? Saya ini cuma mau berdiri disini,” ucap Dinda sinis.
Wanita itu terdiam sejenak dan berinisiatif mengambil kursi plastik agar Dinda bisa duduk.
“Kalau tidak beli juga tidak apa-apa, Mbak. Ini kursi, silakan duduk.”
Dinda berdecak kesal dengan penjual mie ayam tersebut dan mengeluarkan tisu miliknya, lalu meletakkan ke atas kursi plastik sebagai alas agar pakaian yang ia kenakan tidak terkontaminasi oleh bakteri.
“Sudah Bu, lebih baik abaikan saja. Namanya juga orang kaya, wajar kalau sikapnya begitu,” ucap Pak Yanto, suami dari Ibu Susi.
“Tapi, apa harus ya Pak orang kaya bersikap arogan seperti Mbak itu?” tanya Ibu Susi yang bisa mengelus dada.
Dinda kembali memasukan tisu ke dalam tasnya dan mengambil lipstik karena lipstik yang sebelumnya ia pakai sudah luntur. Saat sedang mengambil lipstik miliknya, Dinda tak sengaja menjatuhkan dompetnya dan ia sendiri tidak sadar kalau dompetnya terjatuh.
Cukup lama Dinda duduk di kursi tersebut, sampai akhirnya seorang pria datang menyusul Dinda.
“Maaf, Nyonya Dinda. Tadi, dijalan macet karena ada kecelakaan,” ucap Pak Yoga, sopir pribadi Dinda yang datang untuk menyusul Dinda.
Diketahui Dinda mengendarai mobilnya seorang diri, maka dari itu ia menghubungi Pak Yoga yang kebetulan berada di rumah.
“Pak Yoga bagaimana sih? Karena kamu datang terlambat, saya jadi tidak bisa pergi ke acara Rina,” ucap Dinda yang malah menyalahkan Pak Yoga, sopir pribadinya.
Pak Yoga sudah biasa disalahkan. Ia hanya meminta maaf, walaupun hal itu bukan sepenuhnya kesalahan yang ia buat.
Saat Dinda hendak pergi, Ibu Susi melihat dompet tergeletak di dekat kursi plastik. Ibu Susi pun memungut dompet tersebut dan berniat mengembalikannya kepada Dinda.
Kebetulan Dinda menoleh ke arah belakang dan melihat Ibu Susi memegang dompet miliknya.
Plak!!! Dinda menampar wajah Ibu Susi dan langsung menuduh Ibu Susi sebagai pencuri.
“Dasar wanita kampung, wanita miskin tak berpendidikan. Bisa-bisanya kamu mencuri dompetku,” ucap Dinda.
Suara keras Dinda membuat orang-orang disekitar tempat itu memerhatikan mereka. Tak sedikit dari mereka yang percaya bahwa Ibu Susi adalah seorang pencuri.
“Mbak kok menuduh istri saya sebagai pencuri? Dompet Mbak itu jatuh dan istri saya berniat mengembalikannya,” ujar Pak Yanto menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Angel yang baru saja pulang dari sekolah, penasaran dengan kedai mie ayam orang tuanya yang sedang dikerumuni orang banyak.
Awalnya Angel mengira kalau kedai mie ayam orang tuanya ramai pembeli, karena sebelum-belumnya kedai tersebut tidak pernah ramai.
“Syukurlah kedai Ayah dan Ibu ramai pembeli,” ucap Angelita bermonolog.
Angel perlahan mendekat dan terkejut melihat Ibunya menangis seraya dibentak oleh seorang wanita kaya yang entah siapa itu.
“Memang ya, kalau sudah miskin ya miskin saja. Sudah miskin, ternyata pencuri juga.”
Dinda masih mengolok-olok keluarga tersebut, hingga semua orang percaya kalau Ibu Susi dan Pak Yanto adalah pencuri.
Angel mendekat seraya memohon agar Dinda tidak lagi menghina, memfitnah dan menuduh orang tuanya sebagai pencuri.
“Lihatlah, anak mereka saja kelakuan seperti ini. Padahal sudah jelas, orang tuanya adalah pencuri,” ucap Dinda.
Dinda tersenyum kecut dan meludahi Ibu Susi sebelum pergi menjauh.
Ketiganya hanya bisa menangis, terlebih lagi orang-orang dengan seenaknya menyoraki keluarga tersebut dengan tatapan penuh kehinaan.
Karena kejadian itu, Pak Yanto memutuskan untuk menutup kedai mereka lebih awal. Padahal, hari itu mie ayam baru laku 2 mangkok saja yang setiap mangkoknya hanya 7 ribu rupiah.
Ibu Susi hanya bisa pasrah melihat bahan jualannya yang masih banyak. Padahal, uang modal saja belum juga kembali.
Melihat kedua orang tuanya yang sangat terpukul, sebagai anak Angelita hanya bisa berharap suatu hari nanti dirinya bisa mengangkat derajat kedua orang tuanya dan membalas apa yang telah dilakukan oleh wanita tersebut.
“Pak, Bu. Angel mengingat jelas wajah wanita itu dan suatu hari nanti Angel akan membalas perbuatan berkali-kali lipat,” ucap Angel berpegang teguh dengan ucapannya itu.
“Sudah, Nak. Kita tidak perlu lagi membahas wanita itu, sudah cukup luka yang dia berikan kepada kita. Bapak harap, wanita itu tidak pernah muncul lagi dikehidupan kita,” ujar Pak Yanto.
Angel tak menghiraukan ucapan Ayahnya. Bagi Angel, sikap wanita itu sudah sangat keterlaluan. Gara-gara wanita itu, kedai mie ayam orang tuanya sampai tutup lebih awal dan Angel tidak bisa membayangkan bagaimana besok kedua orang tuanya kembali berjualan setelah apa yang dilakukan wanita tersebut.
“Angel sudah makan, Nak?” tanya Ibu Susi sambil menghapus sisa air matanya yang mulai mengering.
“Belum, Bu. Angel lapar, tapi Angel tidak nafsu makan,” jawab Angel.
“Kamu harus makan ya Nak. Ibu dan Bapak tidak ingin kamu sakit,” ujar Ibu Susi.
Angel akhirnya menuruti ucapan Ibunya dan terlebih dulu ganti baju. Seragam SMA yang ia kenakan saat itu terlihat sangat jelek, meskipun begitu Angel tidak pernah malu. Walaupun, seragam sekolah yang ia pakai adalah sumbangan yang sudah bekas dipakai oleh murid terdahulu.
Angel sudah ganti baju dan kembali berkumpul dengan kedua orang tuanya.
“Kali ini kita makan tempe goreng saja ya Angel. Kamu tidak apa-apa, 'kan?” tanya Ibu Susi.
“Tidak apa-apa, Bu. Tempe goreng saja sudah enak daripada air garam,” jawab Angel sambil tertawa.
Usai makan siang bersama, Angel pamit pergi ke rumah salah satu temannya karena ada kegiatan belajar kelompok.
Pak Yanto dan Ibu Susi tentu saja mengizinkan Angel pergi, namun dengan syarat setelah selesai belajar kelompok, Angel harus langsung pulang dan tidak boleh mampir.
Angel mengiyakan dengan patuh ucapan kedua orang tuanya dan bergegas pergi dengan menggunakan sepeda miliknya yang sudah usang. Itupun pemberian dari tetangga karena anaknya sudah memiliki sepeda baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Sartini Sartini
semangat kakak
2024-08-28
2