Ayah Yanto dan Ibu Susi sudah tidak berjualan selama 3 hari karena uang modal mereka untuk makan sehari-hari. Untungnya, mereka masih ada sedikit simpanan yang akhirnya membuat mereka kembali bisa berjualan mie ayam lagi.
Ibu Susi saat itu memiliki firasat yang kurang enak, namun segera mungkin ia menipis firasat tersebut dan memilih untuk fokus dengan dagangannya.
Baru saja tiba di depan kedai, pemilik kontrakan tiba-tiba saja memaki keduanya dan meminta mereka untuk segera pergi meninggalkan kontrakan tersebut.
Ayah Yanto dan Ibu Susi tentu saja menolak permintaan tersebut, karena mereka sudah melunasi uang kontrakan selama 1 tahun penuh dan baru berjalan 3 bulan.
“Kami butuh makan, Pak Hidayat. Bagaimana bisa Bapak meminta kami pergi dari sini, sedangkan kami masih ada waktu 9 bulan,” ucap Ayah Yanto.
“Mana buktinya? Kalian tidak ada tanda bukti kalau masih ada 9 bulan menyewa disini. Sekarang kalian tinggalkan kontrakan ini atau aku laporkan kalian ke polisi?”
“Pak, tolong kami. Kami sudah tidak memiliki uang, kalaupun Bapak meminta kami untuk pindah, tolong kembalikan sisa uang kami,” ucap Ibu Susi memohon.
Pak Hidayat mengeluarkan uang 500 ribu dan melemparkan uang tersebut ke wajah Ibu Susi dan juga Ayah Yanto. Kemudian, dengan tegas Pak Hidayat mengusir keduanya dan menyuruh mereka untuk segera mengosongkan kedai tersebut.
Ayah Yanto dan Ibu Susi tidak bisa berbuat banyak. Terlebih lagi, Pak Hidayat mengancam mereka yang membuat keduanya hanya bisa pasrah.
Dengan uang 500 ribu, mereka berdua bingung karena uang segitu tidak akan cukup untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari.
Terlebih lagi, Angel sebentar lagi lulus sekolah dan mereka harus menebus ijazah Angel karena spp serta yang lainnya belum bisa mereka lunasi.
“Pak, kalau begini terus bagaimana dengan putri kita? Sebentar lagi Angel lulus dan ijazahnya harus ditebus,” ujar Ibu Susi pada suaminya.
“Ya mau bagaimana lagi, Bu. Semoga saja ada jalan dan kita bisa menebus ijazah Angel,” sahut Ayah Yanto.
Beberapa jam kemudian.
Angel baru tiba di depan kedai mie ayam orang tuanya, namun kedai tersebut tutup dengan bertuliskan di kontrakan.
“Di kontrakan? Maksudnya Ayah dan Ibu tidak berjualan lagi disini?”
Angel buru-buru mengayuh sepedanya dan untuk bisa segera sampai rumah. Gadis itu tak percaya jika kedua orang tuanya tidak lagi berjualan di kedai tersebut.
“Assalamu'alaikum, Ayah! Ibu!” Angel masuk ke dalam dan tak menemukan kedua orang tuanya.
Gadis itu pun berlari ke halaman belakang rumah dan rupanya Ayah dan Ibu sedang sibuk mencangkul singkong.
“Ayah dan Ibu tidak berjualan lagi? Kenapa? Padahal baru beberapa bulan berjualan di kedai itu,” ucap Angel penuh tanda tanya.
“Pak Hidayat tiba-tiba saja mengusir kami, Nak. Ayah sendiri tidak tahu alasannya,” jawab Pak Yanto sambil menahan tangis dan mencoba terlihat tegar didepan putri semata wayangnya.
“Kenapa bisa begitu? Lalu, Pak Hidayat mengembalikan sisa uang kontrakan, tidak?”
“Hanya 500 ribu,” jawab Ibu Susi.
Angel seketika itu menangis, ia berlari masuk ke dalam kamar dan menangis sejadi-jadinya. Ia merasa bahwa Tuhan tidak adil dengan kehidupan mereka.
Ia merasa kalau hidup miskin seakan-akan pantas untuk dihina serta dikucilkan, padahal mereka juga makhluk ciptaan Tuhan yang juga memiliki perasaan.
“Kenapa Engkau sangat tidak adil ya Allah. Sampai kapan kami diinjak-injak seperti ini? Kami hanya ingin hidup tenang seperti orang lain, kami juga tidak pernah mendzalimi orang lain,” ucap Angel yang menyalahkan takdir yang Tuhan berikan.
Ibu Susi mencoba menghibur Angel dengan mengatakan bahwa Tuhan begitu menyayangi mereka dan percaya bahwa suatu hari nanti kehidupan mereka akan jauh lebih baik.
Seberapa keras Ibu Susi menenangkan Angel, tetap saja Angel menyalahkan takdir mereka dan semakin bertekad untuk menaikkan derajat kedua orang tuanya bagaimana caranya.
“Bu, tinggalkan Angel sendirian dikamar. Angel lelah dan ingin istirahat.”
“Kamu makan dulu ya Nak,” ucap Ibu Susi yang tidak ingin bila putrinya itu sakit.
“Angel masih kenyang, Bu. Tadi teman Angel mentraktir Angel,” balas Angel yang memang masih kenyang.
Ibu Susi tak lagi bicara karena Angel kelihatannya masih sangat sedih.
“Ibu ke belakang lagi ya mau mengambil singkong.”
Ibu Susi kembali pergi ke halaman belakang untuk memamen singkong karena kebetulan ada tetangga yang ingin membeli singkong mereka.
***
Angel terbangun dari tidurnya dan ternyata ia ketiduran cukup lama. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya yang hanya beralaskan ayaman tikar dan mencari Ibunya yang entah berada dimana.
“Ibu...” Angel mencari Ibunya dikamar, namun Ibu Susi tidak berada dikamarnya.
Rupanya sore itu Ibu Susi dan Ayah Yanto masih sibuk menanam singkong, setelah sebelumnya mereka mencabuti singkong yang beberapa bulan lamanya mereka tanam.
“Ayah dan Ibu menjual singkong?” tanya Angel dengan masih mengenakan seragam sekolah.
“Iya Nak. Alhamdulillah laku 280 ribu,” jawab Ibu Susi.
“Singkong lagi murah ya Bu? Tahun kemarin bisa terjual sampai 500 ribu,” ujar Angel.
“Ya mau bagaimana lagi, Nak. Tahun ini juga jarang sekali hujan, singkong yang kita tanam pun tidak semuanya hidup.”
Angel termenung sejenak seraya memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang sibuk mencangkul serta menanam batang singkong.
Ingin rasanya Angel memberontak, namun ia sadar bahwa berontak saja tidak ada gunanya.
“Nak, pergilah mandi! Sudah sore, sebentar lagi maghrib.”
Angel hanya mengiyakan ucapan Ibunya dan bergegas pergi mandi.
Angel masuk ke dalam kamarnya dan menatap dalam-dalam wajahnya dari pantulan cermin.
“Sebentar lagi aku lulus dan aku harus mendapatkan pekerjaan yang layak. Aku harus bisa membuat wanita itu menyesal karena dia Ayah dan Ibu menderita. Bahkan, kami diusir dari kontrakan tempat Ayah dan Ibu mencari rezeki,” ucap Angel bermonolog.
Angel mencoba tersenyum di depan cermin seraya membayangkan bahwa suatu hari nanti ia bisa menjadi orang kaya sekaligus bisa membalas dendamnya kepada wanita itu.
Angel sendiri tidak tahu nama wanita itu, namun sampai kapanpun ia ingat jelas wajah wanita tersebut.
“Angel, kamu belum mandi juga? Ayah dan Ibu pergi dulu ya keluar sebentar. Kamu jangan kemana-mana tetap di rumah dan jangan lupa makan, Ibu tahu kamu sekarang ini pasti lapar,” ujar Ibu Susi.
“Sebentar lagi Angel mandi, Bu. Ibu dan Bapak pergilah sekarang, keburu maghrib!”
“Ya sudah, kami pergi dulu ya. Assalamu'alaikum!”
“Wa'alaikumussalam, dada Ibu!” Angel tersenyum lebar seraya menggerakan tangannya ke arah Ibu Susi.
Ibu Susi tertawa dengan apa yang dilakukan Angel, padahal ia dan suami hanya pergi sebentar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments