Dinda turun dari mobil karena tiba-tiba saja ban mobilnya meledak yang mana hal itu malah membuat Dinda tak bisa pergi ke pesta salah satu teman sosialitanya.
Terlebih lagi terik matahari yang sangat panas menyengat langsung kulit putih Dinda yang mana membuat kulitnya menjadi merah.
“Ya ampun, kenapa nasibku sial begini? Ban mobil meledak dan aku tidak jadi pergi ke pesta Rina,” ucap Dinda sambil terus berjalan menuju tempat yang menurutnya tidak panas.
Dinda terus berjalan, sampai akhirnya wanita itu tiba di sebuah kedai mie ayam yang terlihat sangat usang.
Seorang wanita berusia 50 tahun bergegas mendekati Dinda dengan senyum ramahnya.
“Mau pesan mie ayam, Mbak?” tanya Ibu Susi selaku penjual mie ayam.
Dinda menoleh ke arah wanita itu dan menatapnya dengan sinis.
“Memangnya siapa yang mau beli mie ayam jorok di warung ini? Saya ini cuma mau berdiri disini,” ucap Dinda sinis.
Wanita itu terdiam sejenak dan berinisiatif mengambil kursi plastik agar Dinda bisa duduk.
“Kalau tidak beli juga tidak apa-apa, Mbak. Ini kursi, silakan duduk.”
Dinda berdecak kesal dengan penjual mie ayam tersebut dan mengeluarkan tisu miliknya, lalu meletakkan ke atas kursi plastik sebagai alas agar pakaian yang ia kenakan tidak terkontaminasi oleh bakteri.
“Sudah Bu, lebih baik abaikan saja. Namanya juga orang kaya, wajar kalau sikapnya begitu,” ucap Pak Yanto, suami dari Ibu Susi.
“Tapi, apa harus ya Pak orang kaya bersikap arogan seperti Mbak itu?” tanya Ibu Susi yang bisa mengelus dada.
Dinda kembali memasukan tisu ke dalam tasnya dan mengambil lipstik karena lipstik yang sebelumnya ia pakai sudah luntur. Saat sedang mengambil lipstik miliknya, Dinda tak sengaja menjatuhkan dompetnya dan ia sendiri tidak sadar kalau dompetnya terjatuh.
Cukup lama Dinda duduk di kursi tersebut, sampai akhirnya seorang pria datang menyusul Dinda.
“Maaf, Nyonya Dinda. Tadi, dijalan macet karena ada kecelakaan,” ucap Pak Yoga, sopir pribadi Dinda yang datang untuk menyusul Dinda.
Diketahui Dinda mengendarai mobilnya seorang diri, maka dari itu ia menghubungi Pak Yoga yang kebetulan berada di rumah.
“Pak Yoga bagaimana sih? Karena kamu datang terlambat, saya jadi tidak bisa pergi ke acara Rina,” ucap Dinda yang malah menyalahkan Pak Yoga, sopir pribadinya.
Pak Yoga sudah biasa disalahkan. Ia hanya meminta maaf, walaupun hal itu bukan sepenuhnya kesalahan yang ia buat.
Saat Dinda hendak pergi, Ibu Susi melihat dompet tergeletak di dekat kursi plastik. Ibu Susi pun memungut dompet tersebut dan berniat mengembalikannya kepada Dinda.
Kebetulan Dinda menoleh ke arah belakang dan melihat Ibu Susi memegang dompet miliknya.
Plak!!! Dinda menampar wajah Ibu Susi dan langsung menuduh Ibu Susi sebagai pencuri.
“Dasar wanita kampung, wanita miskin tak berpendidikan. Bisa-bisanya kamu mencuri dompetku,” ucap Dinda.
Suara keras Dinda membuat orang-orang disekitar tempat itu memerhatikan mereka. Tak sedikit dari mereka yang percaya bahwa Ibu Susi adalah seorang pencuri.
“Mbak kok menuduh istri saya sebagai pencuri? Dompet Mbak itu jatuh dan istri saya berniat mengembalikannya,” ujar Pak Yanto menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Angel yang baru saja pulang dari sekolah, penasaran dengan kedai mie ayam orang tuanya yang sedang dikerumuni orang banyak.
Awalnya Angel mengira kalau kedai mie ayam orang tuanya ramai pembeli, karena sebelum-belumnya kedai tersebut tidak pernah ramai.
“Syukurlah kedai Ayah dan Ibu ramai pembeli,” ucap Angelita bermonolog.
Angel perlahan mendekat dan terkejut melihat Ibunya menangis seraya dibentak oleh seorang wanita kaya yang entah siapa itu.
“Memang ya, kalau sudah miskin ya miskin saja. Sudah miskin, ternyata pencuri juga.”
Dinda masih mengolok-olok keluarga tersebut, hingga semua orang percaya kalau Ibu Susi dan Pak Yanto adalah pencuri.
Angel mendekat seraya memohon agar Dinda tidak lagi menghina, memfitnah dan menuduh orang tuanya sebagai pencuri.
“Lihatlah, anak mereka saja kelakuan seperti ini. Padahal sudah jelas, orang tuanya adalah pencuri,” ucap Dinda.
Dinda tersenyum kecut dan meludahi Ibu Susi sebelum pergi menjauh.
Ketiganya hanya bisa menangis, terlebih lagi orang-orang dengan seenaknya menyoraki keluarga tersebut dengan tatapan penuh kehinaan.
Karena kejadian itu, Pak Yanto memutuskan untuk menutup kedai mereka lebih awal. Padahal, hari itu mie ayam baru laku 2 mangkok saja yang setiap mangkoknya hanya 7 ribu rupiah.
Ibu Susi hanya bisa pasrah melihat bahan jualannya yang masih banyak. Padahal, uang modal saja belum juga kembali.
Melihat kedua orang tuanya yang sangat terpukul, sebagai anak Angelita hanya bisa berharap suatu hari nanti dirinya bisa mengangkat derajat kedua orang tuanya dan membalas apa yang telah dilakukan oleh wanita tersebut.
“Pak, Bu. Angel mengingat jelas wajah wanita itu dan suatu hari nanti Angel akan membalas perbuatan berkali-kali lipat,” ucap Angel berpegang teguh dengan ucapannya itu.
“Sudah, Nak. Kita tidak perlu lagi membahas wanita itu, sudah cukup luka yang dia berikan kepada kita. Bapak harap, wanita itu tidak pernah muncul lagi dikehidupan kita,” ujar Pak Yanto.
Angel tak menghiraukan ucapan Ayahnya. Bagi Angel, sikap wanita itu sudah sangat keterlaluan. Gara-gara wanita itu, kedai mie ayam orang tuanya sampai tutup lebih awal dan Angel tidak bisa membayangkan bagaimana besok kedua orang tuanya kembali berjualan setelah apa yang dilakukan wanita tersebut.
“Angel sudah makan, Nak?” tanya Ibu Susi sambil menghapus sisa air matanya yang mulai mengering.
“Belum, Bu. Angel lapar, tapi Angel tidak nafsu makan,” jawab Angel.
“Kamu harus makan ya Nak. Ibu dan Bapak tidak ingin kamu sakit,” ujar Ibu Susi.
Angel akhirnya menuruti ucapan Ibunya dan terlebih dulu ganti baju. Seragam SMA yang ia kenakan saat itu terlihat sangat jelek, meskipun begitu Angel tidak pernah malu. Walaupun, seragam sekolah yang ia pakai adalah sumbangan yang sudah bekas dipakai oleh murid terdahulu.
Angel sudah ganti baju dan kembali berkumpul dengan kedua orang tuanya.
“Kali ini kita makan tempe goreng saja ya Angel. Kamu tidak apa-apa, 'kan?” tanya Ibu Susi.
“Tidak apa-apa, Bu. Tempe goreng saja sudah enak daripada air garam,” jawab Angel sambil tertawa.
Usai makan siang bersama, Angel pamit pergi ke rumah salah satu temannya karena ada kegiatan belajar kelompok.
Pak Yanto dan Ibu Susi tentu saja mengizinkan Angel pergi, namun dengan syarat setelah selesai belajar kelompok, Angel harus langsung pulang dan tidak boleh mampir.
Angel mengiyakan dengan patuh ucapan kedua orang tuanya dan bergegas pergi dengan menggunakan sepeda miliknya yang sudah usang. Itupun pemberian dari tetangga karena anaknya sudah memiliki sepeda baru.
Ayah Yanto dan Ibu Susi sudah tidak berjualan selama 3 hari karena uang modal mereka untuk makan sehari-hari. Untungnya, mereka masih ada sedikit simpanan yang akhirnya membuat mereka kembali bisa berjualan mie ayam lagi.
Ibu Susi saat itu memiliki firasat yang kurang enak, namun segera mungkin ia menipis firasat tersebut dan memilih untuk fokus dengan dagangannya.
Baru saja tiba di depan kedai, pemilik kontrakan tiba-tiba saja memaki keduanya dan meminta mereka untuk segera pergi meninggalkan kontrakan tersebut.
Ayah Yanto dan Ibu Susi tentu saja menolak permintaan tersebut, karena mereka sudah melunasi uang kontrakan selama 1 tahun penuh dan baru berjalan 3 bulan.
“Kami butuh makan, Pak Hidayat. Bagaimana bisa Bapak meminta kami pergi dari sini, sedangkan kami masih ada waktu 9 bulan,” ucap Ayah Yanto.
“Mana buktinya? Kalian tidak ada tanda bukti kalau masih ada 9 bulan menyewa disini. Sekarang kalian tinggalkan kontrakan ini atau aku laporkan kalian ke polisi?”
“Pak, tolong kami. Kami sudah tidak memiliki uang, kalaupun Bapak meminta kami untuk pindah, tolong kembalikan sisa uang kami,” ucap Ibu Susi memohon.
Pak Hidayat mengeluarkan uang 500 ribu dan melemparkan uang tersebut ke wajah Ibu Susi dan juga Ayah Yanto. Kemudian, dengan tegas Pak Hidayat mengusir keduanya dan menyuruh mereka untuk segera mengosongkan kedai tersebut.
Ayah Yanto dan Ibu Susi tidak bisa berbuat banyak. Terlebih lagi, Pak Hidayat mengancam mereka yang membuat keduanya hanya bisa pasrah.
Dengan uang 500 ribu, mereka berdua bingung karena uang segitu tidak akan cukup untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari.
Terlebih lagi, Angel sebentar lagi lulus sekolah dan mereka harus menebus ijazah Angel karena spp serta yang lainnya belum bisa mereka lunasi.
“Pak, kalau begini terus bagaimana dengan putri kita? Sebentar lagi Angel lulus dan ijazahnya harus ditebus,” ujar Ibu Susi pada suaminya.
“Ya mau bagaimana lagi, Bu. Semoga saja ada jalan dan kita bisa menebus ijazah Angel,” sahut Ayah Yanto.
Beberapa jam kemudian.
Angel baru tiba di depan kedai mie ayam orang tuanya, namun kedai tersebut tutup dengan bertuliskan di kontrakan.
“Di kontrakan? Maksudnya Ayah dan Ibu tidak berjualan lagi disini?”
Angel buru-buru mengayuh sepedanya dan untuk bisa segera sampai rumah. Gadis itu tak percaya jika kedua orang tuanya tidak lagi berjualan di kedai tersebut.
“Assalamu'alaikum, Ayah! Ibu!” Angel masuk ke dalam dan tak menemukan kedua orang tuanya.
Gadis itu pun berlari ke halaman belakang rumah dan rupanya Ayah dan Ibu sedang sibuk mencangkul singkong.
“Ayah dan Ibu tidak berjualan lagi? Kenapa? Padahal baru beberapa bulan berjualan di kedai itu,” ucap Angel penuh tanda tanya.
“Pak Hidayat tiba-tiba saja mengusir kami, Nak. Ayah sendiri tidak tahu alasannya,” jawab Pak Yanto sambil menahan tangis dan mencoba terlihat tegar didepan putri semata wayangnya.
“Kenapa bisa begitu? Lalu, Pak Hidayat mengembalikan sisa uang kontrakan, tidak?”
“Hanya 500 ribu,” jawab Ibu Susi.
Angel seketika itu menangis, ia berlari masuk ke dalam kamar dan menangis sejadi-jadinya. Ia merasa bahwa Tuhan tidak adil dengan kehidupan mereka.
Ia merasa kalau hidup miskin seakan-akan pantas untuk dihina serta dikucilkan, padahal mereka juga makhluk ciptaan Tuhan yang juga memiliki perasaan.
“Kenapa Engkau sangat tidak adil ya Allah. Sampai kapan kami diinjak-injak seperti ini? Kami hanya ingin hidup tenang seperti orang lain, kami juga tidak pernah mendzalimi orang lain,” ucap Angel yang menyalahkan takdir yang Tuhan berikan.
Ibu Susi mencoba menghibur Angel dengan mengatakan bahwa Tuhan begitu menyayangi mereka dan percaya bahwa suatu hari nanti kehidupan mereka akan jauh lebih baik.
Seberapa keras Ibu Susi menenangkan Angel, tetap saja Angel menyalahkan takdir mereka dan semakin bertekad untuk menaikkan derajat kedua orang tuanya bagaimana caranya.
“Bu, tinggalkan Angel sendirian dikamar. Angel lelah dan ingin istirahat.”
“Kamu makan dulu ya Nak,” ucap Ibu Susi yang tidak ingin bila putrinya itu sakit.
“Angel masih kenyang, Bu. Tadi teman Angel mentraktir Angel,” balas Angel yang memang masih kenyang.
Ibu Susi tak lagi bicara karena Angel kelihatannya masih sangat sedih.
“Ibu ke belakang lagi ya mau mengambil singkong.”
Ibu Susi kembali pergi ke halaman belakang untuk memamen singkong karena kebetulan ada tetangga yang ingin membeli singkong mereka.
***
Angel terbangun dari tidurnya dan ternyata ia ketiduran cukup lama. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya yang hanya beralaskan ayaman tikar dan mencari Ibunya yang entah berada dimana.
“Ibu...” Angel mencari Ibunya dikamar, namun Ibu Susi tidak berada dikamarnya.
Rupanya sore itu Ibu Susi dan Ayah Yanto masih sibuk menanam singkong, setelah sebelumnya mereka mencabuti singkong yang beberapa bulan lamanya mereka tanam.
“Ayah dan Ibu menjual singkong?” tanya Angel dengan masih mengenakan seragam sekolah.
“Iya Nak. Alhamdulillah laku 280 ribu,” jawab Ibu Susi.
“Singkong lagi murah ya Bu? Tahun kemarin bisa terjual sampai 500 ribu,” ujar Angel.
“Ya mau bagaimana lagi, Nak. Tahun ini juga jarang sekali hujan, singkong yang kita tanam pun tidak semuanya hidup.”
Angel termenung sejenak seraya memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang sibuk mencangkul serta menanam batang singkong.
Ingin rasanya Angel memberontak, namun ia sadar bahwa berontak saja tidak ada gunanya.
“Nak, pergilah mandi! Sudah sore, sebentar lagi maghrib.”
Angel hanya mengiyakan ucapan Ibunya dan bergegas pergi mandi.
Angel masuk ke dalam kamarnya dan menatap dalam-dalam wajahnya dari pantulan cermin.
“Sebentar lagi aku lulus dan aku harus mendapatkan pekerjaan yang layak. Aku harus bisa membuat wanita itu menyesal karena dia Ayah dan Ibu menderita. Bahkan, kami diusir dari kontrakan tempat Ayah dan Ibu mencari rezeki,” ucap Angel bermonolog.
Angel mencoba tersenyum di depan cermin seraya membayangkan bahwa suatu hari nanti ia bisa menjadi orang kaya sekaligus bisa membalas dendamnya kepada wanita itu.
Angel sendiri tidak tahu nama wanita itu, namun sampai kapanpun ia ingat jelas wajah wanita tersebut.
“Angel, kamu belum mandi juga? Ayah dan Ibu pergi dulu ya keluar sebentar. Kamu jangan kemana-mana tetap di rumah dan jangan lupa makan, Ibu tahu kamu sekarang ini pasti lapar,” ujar Ibu Susi.
“Sebentar lagi Angel mandi, Bu. Ibu dan Bapak pergilah sekarang, keburu maghrib!”
“Ya sudah, kami pergi dulu ya. Assalamu'alaikum!”
“Wa'alaikumussalam, dada Ibu!” Angel tersenyum lebar seraya menggerakan tangannya ke arah Ibu Susi.
Ibu Susi tertawa dengan apa yang dilakukan Angel, padahal ia dan suami hanya pergi sebentar.
3 Tahun Kemudian
Angel akhirnya lulus wawancara dan dia berhasil diterima di salah satu rumah makan yang cukup terkenal di kota itu. Kebanyakan pelanggan yang datang adalah orang kaya sekaligus tempat pertemuan orang-orang penting.
Angel saat itu sudah banyak berubah, gadis SMA yang dulu cupu kini terlihat sangat berbeda. Angel yang sekarang sangatlah cantik, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki semuanya terlihat sempurna.
Bahkan, menjadi salah satu pegawai di rumah makan atau restoran tersebut tidaklah cocok untuk Angel yang sangat cantik itu.
Rambut panjang sepinggang, bulu mata lentik, sepasang lesung pipi dan tinggi badannya yang sempurna membuat siapapun yang melihatnya, akan mengira kalau Angel adalah seorang model profesional.
Dihari pertama Angel berkerja, Angel sudah dikejutkan dengan datangnya seorang wanita yang sudah lama tidak pernah Angel lihat lagi.
Angel masih ingat jelas kejadian 4 tahun yang lalu, dimana kedua orang tuanya dituduh pencuri oleh wanita tersebut.
Aku tidak menyangka waktu yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Aku akan membuatmu menyesal dan membayar semua penderitaan yang keluargaku alami selama ini. (Batin Angel)
Dinda datang tidak sendirian, ia datang ditemani oleh suaminya yang ternyata kenal dekat dengan pemilik restoran tempat dimana Angel bekerja sekarang.
“Selamat datang!” Angel menyapa sepasang suami istri yang baru saja memasuki restoran.
“Kamu pegawai baru ya disini?” tanya Dinda dengan memberikan tatapan sinisnya.
Angel hanya tersenyum ke arah Dinda dan juga suaminya.
“Rizal, apakah temanmu sudah gila ya? Kok mau menerima pegawai yang tampilannya begitu?” tanya Dinda yang langsung tak suka dengan Angel yang menurutnya terlalu cantik.
“Apa yang salah dengan dia, Dinda? Gadis itu cantik,” ucap Rizal yang justru memuji kecantikan Angel.
Dinda yang kesal hanya bisa membatin dan berharap gadis tersebut tidak betah bekerja di restoran itu.
Dari kejauhan, Angel memperhatikan sepasang suami istri dan memutuskan untuk mendekati suami dari wanita yang sudah menoreh luka di keluarganya.
“Mau dibawa kemana?” tanya Angel ketika melihat salah satu rekan kerjanya hendak mengantarkan makanan ke meja Dinda.
“Ke meja nomor 15,” ucap Titin.
“Sini, biar aku saja yang mengantarkan makanan ini. Kalau boleh tahu, siapa nama mereka?” tanya Angel penasaran.
“Mereka adalah Tuan Rizal dan Nyonya Dinda. Kamu yakin mau mengantarkan makanan ini kesana? Perlu kamu tahu ya, sikap Nyonya Dinda susah ditebak dan hampir semua pelayan yang melayani mereka langsung berhenti karena ucapan Nyonya Dinda yang sangat keterlaluan,” ungkap Titin.
Angel sama sekali tidak takut. Justru, ia ingin melihat semenakutkan apa Dinda yang dulu dengan yang sekarang.
“Loh, kenapa kamu yang malah mengantarkan makanan kami?” tanya Dinda.
“Silakan dinikmati Tuan Rizal dan Nyonya Dinda,” balas Angel mengabaikan pertanyaan Dinda.
Angel sengaja menjatuhkan bolpoin miliknya dan memungutnya dengan sangat anggun. Rupanya Rizal memperhatikan setiap detail tubuh Angel yang mana hal itu langsung membuat Rizal tertarik dengan sosok Angel.
Angel tentu saja sengaja melakukan semua itu. Itulah niatnya yang sudah ia rencana cukup lama agar Dinda dapat merasakan bagaimana rasanya dikhianati oleh pasangannya sendiri.
Mungkin dengan cara itu, Angel bisa membalas semua rasa sakit, hinaan, tuduhan dan caci maki yang orang tuanya dapatkan dari Dinda.
“Maaf, saya permisi!”
Cara Angel melangkahkan kakinya benar-benar membuat siapapun yang melihatnya akan terpana. Angel terlihat seperti model yang sedang berjalan di catwalk.
Malam Hari.
Rizal kebetulan melewati restoran dan tak sengaja melihat Angel sedang berdiri seorang diri di pinggir jalan raya yang terlihat sedang menunggu taksi lewat.
Tak ingin melewatkan kesempatan yang ada, Rizal pun memutuskan menghentikan mobilnya tepat di depan Angel.
“Tuan Rizal?” Angel berpura-pura terkejut melihat Rizal yang sengaja menghentikan mobilnya.
“Masuklah!” Rizal mempersilakan Angel untuk masuk ke dalam mobil dan tentu saja Angel tidak menolak kesempatan itu.
“Kamu baru pulang?” tanya Rizal.
“Iya, Tuan Rizal,” jawab Angel malu-malu.
Angel sengaja melepaskan satu kancing bajunya agar Rizal bisa melihat belahan dadanya.
“Tuan Rizal dari mana?” tanya Angel seraya mengibaskan rambut panjangnya.
Rizal melirik ke arah Angel yang malam itu sungguh menggoda dirinya. Bohong jika laki-laki tidak terduga dengan tubuh Angel serta parasnya yang cantik.
“Tuan Rizal, tolong minggir!” Angel sengaja berhenti karena ia harus terlihat misterius didekat Rizal yang membuat Rizal akan penasaran dengan dirinya.
“Kamu tinggal didekat sini?” tanya Rizal yang sudah lebih dulu meminggirkan mobilnya.
“Tidak. Saya ada urusan penting diujung sana, terima kasih karena Tuan Rizal sudah memberikan saya tumpangan,” ujar Angel dan tak lupa memberikan cipika-cipiki sebagai tanda terima kasihnya kepada Rizal.
Angel pun pergi dan terus berjalan menuju ujung jalan yang sebelumnya ia sebutkan. Kemudian, ia masuk ke sebuah toko buku yang cukup ramai pengunjung.
Rizal tersenyum setelah apa yang dilakukan Angel padanya.
“Gadis ini sangat menarik dan aku menyukainya,” gumam Rizal.
Rizal pun bergegas pergi melanjutkan perjalanannya untuk segera pulang ke rumah.
Dinda yang saat itu belum tidur, buru-buru menghampiri suaminya yang baru saja masuk rumah.
“Rizal, kamu darimana saja? Bau apa ini?”
Dinda mengendus-endus tubuh suaminya dan tercium jelas parfum wanita yang sangat harum.
“Parfum siapa ini, Rizal? Kamu selingkuh dariku?”
Plak!!! Rizal kehilangan kesabarannya karena sikap Dinda yang dari dulu tidak pernah berubah.
“Perlu aku ingatkan sekali lagi padamu, Dinda. Jaga batasanmu meskipun kita adalah suami istri,” tegas Rizal.
Rizal dulu begitu mencintai Dinda, namun sikap Dinda yang arogan lama-lama membuat Rizal bosan. Terlebih lagi, Dinda selalu membuat masalah yang mana Rizal lah yang harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh Dinda.
Dinda tak lagi bicara, meskipun ia ingin sekali mengetahui parfum yang melekat ditubuh suaminya itu.
“Malam ini tidurlah dikamar sebelah, aku ingin tidur sendiri,” tegas Rizal dan melenggang pergi meninggalkan istrinya yang masih syok dengan hadiah berupa tamparan tersebut.
Angel membayar buku yang ia beli dan bergegas kembali ke kontrakan yang letaknya tidak terlalu jauh jika hanya berjalan kaki.
“Malam ini aku harap kalian berdua bertengkar kecil karena permainan cantik yang kubuat,” gumam Angel.
Angel tiba-tiba menghentikan langkahnya dan memilih duduk seorang diri di sebuah kursi besi. Gadis itu menangis, mengingat kedua orang tuanya yang telah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
“Ayah, Ibu. Angel akan balas dendam apapun yang terjadi. Karena wanita itu, kalian sampai meninggal dunia dan meninggalkan aku seorang diri disini. Kalian tidak perlu khawatir mengenai hidupku, ini adalah jalan yang sudah kupilih untuk membalaskan semua sakit hati yang kudapatkan,” tegas Angel.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!